Fatahillah
Fatahillah (Arab: فتح الله) adalah tokoh yang dikenal mengusir Portugis dari pelabuhan perdagangan Sunda Kelapa dan memberi nama "Jayakarta" yang berarti Kota Kemenangan, yang kini menjadi kota Jakarta. Ia dikenal juga dengan nama Falatehan. Ada pun nama "Sunan Gunung Jati" dan "Syarif Hidayatullah", yang sering dianggap orang sama dengan Fatahillah, kemungkinan besar adalah mertua dari Fatahillah.
Latar belakang
Ada beberapa pendapat tentang asal Fatahillah. Menurut H.J. de Graaf, Fatahillah berasal dari Pasai, Aceh Utara, yang kemudian pergi meninggalkan Pasai ketika daerah tersebut dikuasai Portugis. Fatahillah pergi ke Mekah, lalu ke tanah Jawa, Demak, pada masa pemerintahan Sultan Trenggono.[butuh rujukan] Ada pendapat lain yang mengatakan[siapa?] bahwa Fatahillah adalah putra dari raja Makkah (Arab) yang menikah dengan putri kerajaan Pajajaran.[butuh rujukan] Pendapat lainnya lagi mengatakan[siapa?] Fatahillah dilahirkan pada tahun 1448 dari pasangan Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda, pembesar Mesir keturunan Bani Hasyim dari Palestina, dengan Nyai Rara Santang, putri dari raja Pajajaran, Raden Manah Rasa.[butuh rujukan]. Namun tidak jelas dari tradisi mana ketiga pendapat ini berasal.
Ada sumber sejarah yang mengatakan[siapa?] sebenarnya ia lahir di Asia Tengah (mungkin di Samarqand), menimba ilmu ke Baghdad, dan mengabdikan dirinya ke Kesultanan Turki, sebelum bergabung dengan Kesultanan Demak.[butuh rujukan] Namun pendapat ini juga tidak jelas berasal dari mana.
Hubungan antara Sunan Gunung Jati dan Fatahillah
Penelitian terakhir menunjukkan Sunan Gunung Jati tidak sama dengan Fatahillah [1]. Sunan Gunung Jati adalah seorang ulama besar dan muballigh yang lahir turun-temurun dari para ulama keturunan cucu Muhammad, Imam Husayn.[butuh rujukan] Nama asli Sunan Gunung Jati adalah Syarif Hidayatullah putra Syarif Abdullah putra Nurul Alam putra Jamaluddin Akbar.[butuh rujukan] Jamaluddin Akbar adalah Musafir besar dari Gujarat, India yang memimpin putra-putra dan cucu-cucunya berdakwah ke Asia Tenggara, dengan Campa (pinggir delta Mekong, Kampuchea sekarang) sebagai markas besar.[butuh rujukan] Salah satu putra Syekh Jamaluddin Akbar (lebih dikenal sebagai Syekh Maulana Akbar) adalah Syekh Ibrahim Akbar (ayah Sunan Ampel).[butuh rujukan]
Sedangkan Fatahillah adalah seorang Panglima Pasai, bernama Fadhlulah Khan, orang Portugis melafalkannya sebagai Falthehan. Ketika Pasai dan Malaka direbut Portugis, ia hijrah ke tanah Jawa untuk memperkuat armada kesultanan-kesultanan Islam di Jawa (Demak, Cirebon dan Banten) setelah gugurnya Raden Abdul Qadir bin Yunus (Pati Unus, menantu Raden Patah Sultan Demak pertama).
Dalam wawancara dengan majalah Gatra di akhir dekade 90, alm. Sultan Sepuh Cirebon juga mengkonfirmasi perbedaan 2 tokoh besar ini dengan menunjukkan bukti 2 makam yang berbeda. Syarif Hidayatullah yang bergelar Sunan Gunung Jati sebenarnya dimakamkan di Gunung Sembung, sementara Fatahillah (yang menjadi menantunya dan Panglima Perang pengganti Pati Unus) dimakamkan di Gunung Jati.
Menurut Saleh Danasasmita sejarawan Sunda yang menulis sejarah Pajajaran dalam bab Surawisesa, Fadhlullah Khan masih berkerabat dengan Walisongo karena kakek buyutnya Zainal Alam Barakat adalah adik dari Nurul Alam Amin (kakek Sunan Gunung Jati) dan kakak dari Ibrahim Zainal Akbar (ayah Sunan Ampel) yang semuanya adalah putra-putra Syekh Maulana Akbar dari Gujarat,India.
- ^ "Ternyata Fatahillah tak Identik dengan Sunan Gunung Jati. Ini bukti Otentiknya!!". Lyceum.id. 2016-09-30. Diakses tanggal 2019-02-07.