J. Mario Belougi

Juan Mario Belougi (Lahir di Sangir Talaud, Sulawesi Utara, 5 Mei 1975; umur 43 tahun) adalah seorang aktivis Indonesia dari Sulawesi Utara. Dia merupakan tokoh pergerakan arus bawah era 1990-an. Selain aktif dalam dunia pergerakan, Belougi juga peduli dengan urusan integritas bangsa, ia ikut terlibat dalam misi sosial kemanusiaan pada pelaksanaan jajak pendapat di Timor Timur tahun 1999. Ia memutuskan pulang ke desa di penghujung tahun 1999 dan beraktivitas sebagai pegiat sosial, ide serta gagasannya mengilhami lahirnya gerakan Indonesia Back to Nature tahun 2000. Pada tahun 2015, Belougi mendirikan Ormas Aliansi Masyarakat Pedalaman Nusantara (Ormas Ampera) dan saat ini aktif melakoni aktivitas sosialnya di daerah pedalaman

J. Mario Belougi
Berkas:Arie 05.jpg
LahirJuan Mario Belougi
5 Mei 1975 (umur 49)
  Sangir Talaud, Sulawesi Utara
Kebangsaan  Indonesia
Nama lainJ. Mario Belougi
PekerjaanPegiat sosial
Tahun aktif1990 - sekarang
OrganisasiPendiri Ormas Ampera
Suami/istriFatimah Az Zahra

Kehidupan awal

Rumpun keluarganya berasal dari bangsa pelaut etnis Sangir dan Bugis. Ia dilahirkan pada tanggal 5 Mei 1975 dengan nama Juan Mario Belougi dan merupakan bagian keluarga besar Suku Sangir dari marga Kalalo, Sulawesi Utara dan Bugis, Luwu, Sulawesi Selatan. Ia memiliki seorang ibu angkat bernama Juana Lawendatu

Belougi menjalani kehidupan awal di pedalaman Pulau Sangihe dan Pulau Siau, Sulawesi Utara serta Pulau Loeha, Danau Towuti, Sulawesi Selatan. Ia melewati masa kecilnya dengan segala keterbatasan di mana hidup sebagai nelayan tradisional dan petani musiman adalah warisan leluhurnya.

Sejak tahun 1985, Belougi tinggal bersama ibu angkatnya di Kota Makassar dan mulai berafiliasi dengan kaum marjinal. Di awal tahun 1990 ia sudah bergabung dengan tokoh-tokoh pergerakan di pinggiran kota dan melakukan manuver-manuver pergerakan dalam memperjuangkan hak-hak dasar rakyat yang dirampas oleh negara

Publik mulai mengenalnya saat ia memimpin gerakan massa arus bawah melakukan kampanye anti diskriminasi dan intimidasi serta melancarkan mosi tidak percaya terhadap pemerintah di Makassar, Sulawesi Selatan tahun 1993.

Save Our Makassar

Belougi kembali memimpin massa arus bawah turun ke jalan pada bulan April 1994, dalam orasinya, Belougi menolak pemberian anugerah Kota Makasar sebagai kota metropolitan oleh pemerintah pusat yang berimbas pada perampasan hak hidup orang pinggiran seperti pedagang kaki lima, anak jalanan serta penggusuran perkampungan nelayan tradisional.

Gerakan massa tersebut berujung pada tindak anarkis dan mengakibatkan kerusakan sejumlah fasilitas pemerintah Kota Makassar dan Pemprov Sulawesi Selatan. Peristiwa tersebut dikenal dengan Save Our Makassar

Akhir masa orde baru

Sepanjang tahun 1990-an, Belougi menjadi bilan-bulanan pihak berwajib atas sikapnya yang terus menentang pemerintah. Pada tanggal 16 Mei 1998 atau H - 5 lengsernya rezim orde baru, ia berurusan dengan aparat Polda Metro Jaya atas ulahnya menghina aparat kepolisian dan memprovokasi para simpatisan anti orde baru yang datang dari luar Pulau Jawa untuk melakukan kontak fisik dengan aparat keamanan di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Peristiwa ini merupakan awal mula kerusuhan di wilayah utata Jakarta.

Pasca berakhirnya masa orde, Mei 1998, Belougi mengasingkan diri di pedalaman Ampana, Sulawesi Tengah, ia menggalang dukungan dari tokoh-tokoh pedalaman untuk mendesak pemerintah agar tanah ulayat yang dikelola pihak asing segera dikembalikan kepada masyarakat adat dan mencabut izin Hak Guna Usaha (HGU) sejumlah perusahaan yang diduga melakukan praktek illegal logging di kawasan hutan Sulawesi

Inisiatif Belougi ini mendapat dukungan dari masyarakat, dan pada bulan Maret 1999, sebuah kawasan yang dikelolah oleh PT. Sinar Indonesia Merdeka (SINDOKA) milik Keluarga Cendana di Luwu, Sulwesi Selatan menjadi sasaran massa, semua anggota manajemen dan pekerja perusahaan dipaksa untuk meninggalkan lokasi tersebut. Peristiwa ini memicuh timbulnya gerakan di bebagai daerah pedalaman di Sulawesi. Pada pertengahan April 1999, Belougi bersama pengikutnya merencanakan gerakan besar-besaran untuk mengisolasi PT. Aneka Tambang yang beroperasi di Pomalaa, Sulawesi Tenggara namun gerakan ini digagalkan oleh aparat TNI dan kepolisian dan Belougi beserta sejumlah pengikutnya bergeser ke Pulau Buton kemudian hijrah ke Timor Timur pada awal Mei 1999.

Solidaritas kebangsaan

Selain aktif dalam dunia pergerakan, Belougi juga merupakan sosok yang peduli dengan integritas bangsa, ia diketahui memiliki hubungan emosional dengan milisi pro-integrasi Timor Timur seperti Olivia Mendoza, Jose Abilio Soares dan Ailiu Da Costa. Seiring memanasnya situasi politik di kalangan masyarakat Timor Timur tahun 1999, Belougi terus menyalakan semangat nasionalisme kepada rakyat Timor Timur untuk tetap berintegrasi dengan Indonesia

Situasi politik makin tidak menentu di kalangan masyarakat Timur Timur pada bulan Juni 1999 dengan adanya instruksi Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui UNAMET (United Nassion Mission in East Timor) tanggal 11 Juni 1999 untuk melaksanakan jajak pendapat pada bulan Agustus 1999. Misi UNAMET tersebut membuat sebagaian rakyat yang menginginkan tetap bergabung dengan Indonesia mulai bergerak menuju perbatasan Timor Barat. Dalam situasi darurat, Belougi mengorganisir sejumlah pegiat sosial dari pedalaman Pulau Sulawesi untuk ikut bergabung dengan relawan Internasional UNHCR (United Nations High Commissioner For Refugees)

Di penghujung tahun 1999, Belougi pulang ke desa di tempat kerabatnya di Kepulauan Togean, Sulawesi Tengah dan beraktivitas sebagai pegiat sosial, Ide serta gagasannya mengilhami lahirnya gerakan Indonesia Back to Nature pada tahun 2000.