Adu Kerito Surong

budaya Bangka Belitung Indonesia

Adu Kerito Surong adalah salah satu karya budaya dari Provinsi Bangka Belitung yang telah ditetapkan menjadi Warisan Budaya Takbenda Indonesia pada tahun 2015. Karya Budaya ini masuk dalam domain Tradisi dan Ekspresi Lisan dengan nomor registrasi pencatatan 2014004870. Kerito Surong bukan sekadar permainan rekreatif yang mengutamakan kecepatan, keterampilan, ketangkasan, dan keseimbangan, tetapi juga mengandung pesan kebersamaan masyarakat Bangka.[1]

Persebaran

Persebaran permainan Adu Kerito Surong terjadi di seluruh pelosok Pulau Bangka, terutama di Kabupaten Bangka Tengah. Di kabupaten ini, permainan tradisional Kerito Surong berkembang di Desa Sungai Selan, Desa Namang, Desa Simpang Katis, Desa Dul, dan desa-desa yang umumnya masih menggunakan alat angkutan tradisional berupa "Kerito Surong". Awalnya, Kerito Surong dikenal sebagai alat transportasi masyarakat.[2] Kendaraan ini pada zaman Belanda digunakan sebagai alat pengangkut timah di wilayah sekitar tambang timah di daerah Muntok oleh masyarakat tionghoa. Dalam perkembangannya, Kerito Surong menjadi alat transportasi untuk mengangkut berbagai barang, termasuk manusia. Masyarakat asli Melayu Bangka yang melihat penggunaan Kerito Surong sebagai moda transportasi kemudian memanfaatkannya sebagai alat angkut hasil pertanian lada, kolang-kaling, mangga, dan juga kayu bakar. Kerito Surong kemudian sering digunakan oleh penduduk untuk mengangkut hasil panen lada ke tempat perendaman di sungai. Suka ria sehabis panen lada disambut dengan kegembiraan menaiki Kerito Surong. Inilah awal kemunculan permainan Adu Kerito Surong yang diangkat melalui kegiatan sehari-hari petani lada yang membuat suasana panen lada penuh kegembiraan.[1]

Komunitas Olahraga tradisional Kabupaten Bangka Tengah melaksanakan bebagai pertandingan “ Adu Kerito Surong”. Permainan Tradisional ini terus berkembang di beberapa desa yang ada di Kabupaten Bangka Tengah diantaranya Desa Sungai Selan, Desa Namang, Desa Simpang Katis, Kampung Dul, kemudian  Adu kerito Surong ini dipertandingkan di tingkat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung hingga dia jukan ke Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia untuk dijadikan pertandingan olahraga tradisionla sebagai event tahunan. Kabupaten Bangka Tengah pernah meraih prestasi sebagai juara ke 5 Adu Kerioto Surong tingkat nasional. Kini Kerito surong menjadi salah satu icon olahraga tradisional untuk mempromosikan Pariwisata Kabupaten Bangka Tengah.[3]

Sejarah

Secara historis Kerito Surong pada awalnya berkembang di wilayah sekitar tambang timah di Muntok pada zaman Belanda. Para penggunanya adalah masyarakat keturunan Cina. Pada waktu itu Kerito Surong bukan hanya menjadi alat pengangkut timah, tetapi juga digunakan sebagai alat transportasi untuk mengangkut berbagai barang, termasuk manusia. Selanjutnya, penduduk asli (masyarakat Melayu Bangka) menggunakannya sebagai alat angkut dalam kegiatan sehari-hari, terutama untuk mengangkut hasil pertanian (lada, kolang-kaling, mangga, dan juga kayu bakar). Tetapi yang lebih sering, alat angkut ini digunakan untuk mengangkut hasil panen lada ke tempat perendaman (sungai). Sehabis panen lada masyarakat Melayu Bangka bersuka ria, dan menggunakan Kerito Surong sebagai pemainan untuk menghibur diri. Olahraga tradisional Adu Kerito Surong ini diangkat melalui kegiatan sehari-hari petani lada yang membuat suasana panen lada menjadi semarak dan penuh warna.[4]

Cara Bermain

Dalam bermain Adu Kerito Surong dibutuhkan kecepatan, ketangkasan, keseimbangan, dan kerjasama antar anggota tim dengan aturan permainan sebagai berikut:[4]

  1. Permainan ini dibagi dalam dua regu yang dipimpin oleh seorang sesepuh kampung. Setiap tim terdiri atas 4 orang pemain atau lebih yang memberikan hiburan tarian "para pemetik lada" di sebuah tempat terbuka dengan iringan lagu Dambus. Ada modifikasi permainan “Kerito Surong”. Dulu pertunjukan permainan hanya diiringi oleh sorak sorai dan tepuk tangan. Namun, karena bertujuan untuk lebih menghibur masyarakat maka ditambah dengan iringan musik “Dambus”. Adapun judul lagu-lagu yang dinyanyikan di pertunjukan permainan ini antara lain Abu Samah, Hujan Gerimis, Ma’ Inang, dan Youmia. Lagu-lagu tersebut mengandung arti nasihat, religi, dan candaan.
  2. Setelah memberikan hiburan tarian, tiap regu yang dipimpin sesepuh kampung dikumpulkan oleh seorang yang bertindak sebagai wasit untuk mengundi dan menjelaskan aturan main Adu Kerito Surong.
  3. Setelah kedua regu sepakat, maka tiap regu mengambil tempat yang telah disediakan dengan Kerito Surong masing-masing dan seorang menjadi pengemudi di atasnya. Kedua regu saling beradu kecepatan menempuh jarak dan rintangan yang telah disepakati, antara lain jalan, lari berbelok-belok (zig-zag run) dengan tikungan, jembatan bidai, dan papan keseimbangan. Adapun makna dari halang rintang lintasan tersebut antara lain:
    1. Jalan/lari berbelok: untuk menguji regu membawa/memikul/mendorong Kerito Surong agar mampu mengkoordinasikan otak kanan dan kiri, serta kecepatan berpikir kritis.
    2. Tikungan: dimaksudkan agar pemain mampu menjaga keseimbangan dan memberikan atraksi yang memukau penonton.
    3. Jembatan bidai: bertujuan untuk menselaraskan penampilan, kekuatan, kecepatan, dan kelincahan.
    4. Jembatan keseimbangan: digunakan untuk menguji semua potensi dan kerjasama yang baik antar anggota (kekompakan).
    5. Satu hal yang menjadi catatan dalam olahraga tradisional “Adu Kerito Surong” ini yaitu pengambil keputusan dan pemberian tongkat estafet pada saat tim berada di rintangan jembatan bidai. Pesan moralnya, ketika musim panen tiba dengan hasil yang melimpah ruah untuk selalu memberikan sebagian hasil tersebut kepada orang lain. Inilah menjadi pesan filosofis dari permainan tradisional Adu Kerito Surong.
  4. Setelah menempuh lintasan halangan dan rintangan, regu yang telah selesai mengambil atau memberi tongkat di tempat yang telah ditentukan, maka regu lain melanjutkan permainan tersebut sampai waktu yang telah ditentukan oleh sesepuh kampung.
  5. Tim yang banyak mengumpulkan tongkat estafet (bahan pangan atau persediaan lada) dengan waktu tercepat akan diputuskan menjadi pemenang. Hal ini menyiratkan makan bahwa siapa banyak mengumpulkan amal kebaikan maka dialah yang sesungguhnya menjadi pemenang .

Kostum Pemain, Alat, dan Instrumen Pendukung

Kostum peserta olahraga tradisional Adu Kerito Surong antara lain:

  • Pakaian tradisional Bangka (dibedakan putih dan hijau pada tiap regu)
  • Kain sarung dan parang
  • Sandal cuhai
  • Terindak (topi pandan)

Alat-alat yang digunakan untuk bermain Adu Kerito Surong antara lain:

  • Tali plastik
  • Kerito Surong (Kereta dorong) yang berasal dari kayu pohon pelempang, durian, dan gerunggang.
  • Roda: Kayu Banir (Akar) Cempedak, kayu yang diyakini besar dan kuat.
  • Suyak yang merupakan keranjang anyaman rotan atau bambu yang dulu untuk tempat panen lada.
  • Bidai Kayu yang berasal dari kayu Gerunggang
  • Jembatan Bambu atau Kayu yang berasal dari kayu Ulo-Ulo
  • Kayu pentungan (kayu estafet)

Adapun instrumen musik pendukung ialah:

  • Dambus
  • Gendang anak
  • Gendang induk
  • Gong
  • Beduk
  • Tamborin.

Nilai-Nilai Permainan

Permainan Adu Kerito Surong memiliki empat nilai utama antara lain:

  1. Melatih gerak fisik yang tangkas, cepat dan seimbang;
  2. Membangun budaya kerjasama;
  3. Membangun suasana kompetisi yang positif;
  4. Membangun kebiasaan untuk berbagi rezeki.

Maestro

Bapak Zaidi

  1. ^ a b Penetapan Adu Kerito Suronghttps://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=186
  2. ^ Kearifan Lokal Bangka Belitunghttp://repository.ubb.ac.id/136/2/Laporan%20Penelitian%20Kearifan%20Lokal.pdf
  3. ^ "Badan Penghubung Provinsi | Provinsi Kepulauan Bangka Belitung". penghubung.babelprov.go.id. Diakses tanggal 2019-02-19. 
  4. ^ a b ditindb (2015-12-17). "Adu Kerito Surong". Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya. Diakses tanggal 2019-02-19.