Gajah Oling

ragam hias
Revisi sejak 10 Maret 2019 04.58 oleh H2OArum (bicara | kontrib) (pemaknaannya di perdalam)

Gajah Oling adalah ragam hias atau motif yang identik dengan Banyuwangi. Gajah Oling, khususnya bagi kalangan pembatik, dipercaya sebagai salah satu motif yang tergolong tua di antara motif-motif batik Banyuwangi lainnya.[1][2] Selain batik, ragam hias Gajah Oling juga banyak diterapkan pada aneka rupa budaya visual lainnya seperti mural, ukiran, dekorasi dan grafis.

Salah satu varian umum ragam hias Gajah Oling

Rancangan

Rancangan ragam hias Gajah Oling seakan menyerupai tanda tanya (?), yang secara filosofis meniru bentuk belalai gajah dan sekaligus digambarkan menyerupai uling (seekor belut/moa). Disamping kedua unsur tersebut, ragam hias ini juga dikelilingi sejumlah unsur lain diantaranya kupu-kupu, tumbuh-tumbuhan laut, melati, dan manggar (bunga pinang/kelapa) dan sebagainya.[2]

Pemaknaan

Gajah Oling diambil dari kata gajah yang berarti hewan besar dan oling yang artinya mengingat dalam bahasa Using. Filosofinya adalah supaya manusia senantiasa mengingat yang Maha Besar.[3]oling juga bisa diartikan sebagai "selalu bergerak" arti lebih dalam yakni lebih kreatif dan terus berkarya.

makna kupu-kupu;bahwa orang Banyuwangi akan selalu menjadi harum dan disenangioleh banyak orang dan banyak kalangan. MAkna tumbuhan laut;Banyuwangi berbatas di Barat adalah Gunung dandi Timur adalah laut. Makna Melati; melati merupakan bunga yang harumnya masih merupakan fenomena tersendiri karena sampai dengan sekarangmasih belum bisa disuling secara alami danmurni. sedangkan manggar yang layu diartikan sebagai segagah dan atau secantik apapun manusia, atau bisa juga sekaya dan setinggi apapun jabatan manusia, suatu ketika nanti yang ayu dan ganteng akan menua, yang tinggijabatannya akan berakhir dan yang kaya hartanya jika mati tak akan dibawa ke alam kubur. jadi tetaplah menjadi manggar yang sareh dan sumeleh.

Pemakaian

GAjah Oling ditetapkan sebagai iconnya batik Banyuwangi sejakmasapemerintahan Bapak Bupati Joko Supaat Slamet. dan Sejak tanggal 4 Maret 2009 , setiap hari Kamis, Jumat dan Sabtu, semua pegawai Pemerintahan Daerah dan Pegawai Negeri Sipil di Banyuwangi wajib memakai seragam batik dengan motif Gajah Oling. Fungsi batik Gajah Oling Banyuwangi juga digunakan untuk busana kesenian khas Banyuwangi yaitu tari Gandrung dan upacara adat Seblang, serta untuk busana khas daerah Banyuwangi yaitu Jebeng dan Thulik (Pada Thulik motif batik Gajah Oling dipakai pada udeng tongkosan dan sembong sedang pada Jebeng motif batik Gajah Oling dipakai untuk kain panjang). Motif batik ini juga digunakan untuk seragam batik sekolah mulai dari tingkat TK sampai pada tingkat SMA.[4]

Selain pada batik, ragam hias gajah oling ini juga banyak diterapkan di pelbagai hal. Politeknik Negeri Banyuwangi menciptakan mobil listrik yang nama dan desain logonya terinspirasi dari gajah oling.[5] Penerapan ragam hias ini sebagai logo juga dijumpai di beberapa merek, seperti Hotel Blambangan, oleh-oleh khas Banyuwangi Bakiak Gajah Oling, lambang Banyuwangi Mall, dsb.

Ragam hias ini juga mudah dijumpai di ruang publik sebagaimana penerapannya banyak digunakan pada umbul-umbul, mural, dsb.

Galeri

Catatan kaki

  1. ^ "Mengenal Gajah Oling, Motif Tertua Batik Banyuwangi". kumparan. Diakses tanggal 2018-12-11. 
  2. ^ a b Arganata, Bayu (2017-05-02). "Gajah Oling, Batik Khas Tanah Blambangan | Lokal Karya". LokalKarya (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-12-11. 
  3. ^ Widowati, Utami. "Gajah Oling, Makna Mendalam Batik Khas Banyuwangi". gaya hidup (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-12-11. 
  4. ^ Ratnawati, Ike (2010-07-05). "Kajian Makna Filosofi Motif Batik Gajah Oling Banyuwangi" (dalam bahasa Inggris). Universitas Pendidikan Indonesia. 
  5. ^ "Gajah Oling KM.13, Hasil Karya Inovasi 20 Mahasiswa Politeknik Negeri Banyuwangi". www.poliwangi.ac.id. Diakses tanggal 2018-12-11.