Ahmad Sirhindi

Filosof Mursyid

Imam Rabbani Ahmad Sirhindi Quddasallahu sirruhu merupakan salah satu Tokoh Sufi dan penerus syekh Muhammad Baqi Billah q.s dalam silsilah tarekat Naqsyabandiyah. Beliau merupakan Ulama Besar dizamanya yang populer dengan sebutan "Imam Rabbani Mujaddid Al-Faruq As-Sirhindi". Mujaddid dinisbatkan karena beliau merupakan pembaharu di abad milenial ke-2, sedangankan al-Faruq dinisbatkan karena merupakan keturunan dari Sahabat Umar bin Khattab dari jalur ayah.

Ahmad Sirhindi
Kaligrafi Syekh Ahmad Sirhindi
NisbahMujaddid, al-Faruq
KebangsaanIndia

Awal Hidup dan Pendidikan

Syekh Ahmad Sirhindi lahir pada tanggal 26 Juni 1564 di desa Sirhind. Ia menerima sebagian besar pendidikan awalnya dari ayahnya, Syekh Abd al-Ahad, saudaranya, Syekh Muhammad Sadiq dan dari Syekh Muhammad Tahir al -Lahuri. Dia juga menghafal Al Qur'an. Dia kemudian belajar di Sialkot, yang telah menjadi pusat intelektual di bawah cendekiawan kelahiran Kashmir, yaitu syekh Maulana Kamaluddin Kashmiri. Di sana ia belajar logika, filsafat dan teologi dan membaca teks-teks canggih tafsir dan hadis di bawah sarjana lain dari Kashmir, Syekh Yaqub Sarfi Kashmiri (1521-1595), yang adalah seorang syekh dari tarekat Hamadaniyya. Qazi Bahlol Badakhshani mengajarinya yurisprudensi, biografi dan sejarah nabi Muhammad.

Syekh Ahmad Sirhindi q.s juga membuat kemajuan pesat dalam tradisi Tarekat Suhrawardī, Qadirī, dan Chistī, dan diberi izin untuk menginisiasi dan melatih pengikut pada usia 17 tahun. Dia akhirnya bergabung dengan Tarekat Naqsybandīyah melalui gurunya yaitu misionaris sufi, Syekh Muhammad Baqi Billah, dan menjadi Mursyid Tarekat ini. Para deputinya melintasi panjang dan luasnya Kekaisaran Mughal untuk mempopulerkan Tarekat Naqsyabandi dan akhirnya memenangkan beberapa dukungan dengan perlindungan hukum dari Kesultanan Mughal.


Pandangan

Ajaran Ahmad Sirhindi menekankan penggabungan jalan sufi dan syariah, dengan menyatakan bahwa "apa yang berada di luar jalan yang ditunjukkan oleh nabi itu dilarang." Arthur Buehler menjelaskan bahwa konsep syariah Sirhindi adalah istilah multivalen dan inklusif yang mencakup tindakan lahiriah ibadah, keyakinan, dan jalan sufi. Sirhindi menekankan inisiasi dan praktik sufi sebagai bagian penting dari syariah, dan mengkritik para ahli hukum yang hanya mengikuti aspek lahiriah dari syariah. Dalam kritiknya terhadap ahli hukum yang dangkal, ia menyatakan: "Untuk cacing yang tersembunyi di bawah batu, langit adalah bagian bawah batu."

Pentingnya Ajaran Sufi dalam Tatanan Syariat

Menurut Simon Digby, "literatur hagiografis modern menekankan pengakuan Sirhindi tentang pengulangan ajaran Islam yang ketat, peninggiannya terhadap syariat dan nasihatnya untuk ketaatannya." berkomentar: "Patut dicatat bahwa sementara Syekh Ahmad Sirhindi tidak pernah bosan menggambarkan detail terkecil dari pengalaman Sufi, nasihatnya untuk mematuhi syariat tetap umum sampai ekstrem." Friedmann juga mengklaim "Syekh Ahmad Sirhindi terutama seorang sufi yang tertarik pertama dan terutama dalam pertanyaan mistisisme. "Ahmad Sirhindi menulis surat kepada kaisar mughal Jehangir yang menekankan bahwa dia sekarang memperbaiki jalan yang salah yang diambil oleh ayahnya, kaisar Akbar."

Keesaan penampilan dan keesaan makhluk Syekh Ahmad Sirhindi mengembangkan gagasan wahdat ash-shuhūd (kesatuan penyaksian). Menurut doktrin ini, pengalaman persatuan antara Tuhan dan ciptaan adalah murni subyektif dan hanya terjadi dalam pikiran Sufi yang telah mencapai keadaan fana 'fi Allah (untuk melupakan segalanya kecuali Allah SWT). Sirhindi menganggap wahdat ash-shuhūd lebih unggul daripada wahdat al-wujūd (kesatuan makhluk), yang ia pahami sebagai langkah awal dalam perjalanan menuju Kebenaran Mutlak.

Meskipun demikian, Syekh Ahmad Sirhindi masih menggunakan kosakata Ibn al-'Arabi tanpa ragu-ragu.

Syekh Ahmad Sirhindi menulis:

Saya bertanya-tanya bahwa Syaikh Muhyin 'l-Din muncul dalam visi untuk menjadi salah satu dari mereka yang berkenan kepada Tuhan, sementara sebagian besar gagasannya yang berbeda dari doktrin Umat Kebenaran tampaknya salah dan keliru. Tampaknya karena mereka disebabkan oleh kesalahan dalam kasyaf, ia telah dimaafkan ... Saya menganggapnya sebagai salah satu dari mereka yang senang dengan Allah; di sisi lain, saya percaya bahwa semua gagasannya yang ia lawan salah dan berbahaya.

Realitas Al-Quran dan Kabah melawan realitas Muhammad

Syekh Ahmad Sirhindi pada awalnya menyatakan realitas Alquran (haqiqat-i quran) dan realitas Ka'bah (haqiqat-i ka'ba-yi rabbani) berada di atas realitas Muhammad (haqiqat-i Muhammadi). Hal ini menyebabkan kemarahan dari lawanya, khususnya di kalangan Sufi dan ulama Hijaz tertentu yang keberatan dengan Kabah yang telah ditinggikan "pangkat" spiritual daripada Nabi. Sirhindi berargumen sebagai tanggapan bahwa realitas Nabi lebih unggul daripada makhluk apa pun. Ka'bah yang asli layak untuk dijadikan tempat sujud karena tidak dibuat dan ditutupi dengan tabir ketiadaan. Ka'bah inilah dalam esensi Tuhan yang oleh Sirhindi disebut sebagai realitas Ka'bah, bukan penampilan Ka'bah (surat-i ka'ba), yang hanya berupa batu. Pada akhir abad ke-19, konsensus komunitas Naqsyabandi telah menempatkan realitas kenabian lebih dekat kepada Tuhan daripada realitas ilahi. Alasan untuk pengembangan ini mungkin adalah untuk menetralisir perselisihan yang tidak perlu dengan komunitas Muslim besar yang ikatan emosionalnya dengan Muhammad lebih besar daripada pemahaman tentang poin-poin yang mengandung filosofis.

Karya Buku

1. Maktubat

Akhir hidup

Beliau meninggal pada tanggal 28 Safar 1034 H/ 1624 M, pada usia 63 tahun. Beliau dikuburkan di desa Sirhindi. Beliau adalah Syekh dari emapt jalan sufi, Naqsybandi, Qadiri, Chishti dan Suhrawardi. Beliau lebih memilih Naqsyabandi, karena beliau berkata Naqsyabandi adalah ibu dari semua jalan sufi, beliau memberikan rahasia dari mata rantai emas (golden chain) kepada putranya Syekh Muhammad Ma'shum q.s

Pranara Luar