Munir Said Thalib

aktivis Indonesia (1965-2004)

Munir Said Thalib (8 Desember 1965 – 7 September 2004) adalah seorang aktivis HAM Indonesia keturunan Arab-Indonesia. Jabatan terakhirnya adalah Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Imparsial. Saat menjabat Dewan Kontras, namanya melambung sebagai seorang pejuang bagi orang-orang hilang yang diculik pada masa itu. Saat itu dia membela para aktivis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dari Kopassus. [1].

Munir Said Thalib
Berkas:Munir di Kontras.jpeg
Lahir(1965-12-08)8 Desember 1965
Indonesia Malang, Jawa Timur
Meninggal7 September 2004(2004-09-07) (umur 38)
Jakarta-Amsterdam
KebangsaanIndonesia
PekerjaanAktivis HAM

Munir lahir di Malang, 8 Desember 1965, seorang aktivis muslim ekstrem yang kemudian beralih menjadi seorang Munir yang menjunjung tinggi toleransi, menghormati nilai-nilai kemanusiaan, anti kekerasan dan berjuang tanpa kenal lelah dalam melawan praktik-praktik otoritarian serta militeristik. Ia adalah seorang aktivis yang sangat aktif memperjuangkan hak-hak orang tertindas. Selama hidupnya, ia selalu berkomitmen untuk selalu membela siapa saja yang haknya terzalimi. Tidak gila harta, pangkat, jabatan, dan juga fasilitas. Ia membuktikannya dengan perbuatan. Ketika ia mendapatkan hadiah ratusan juta rupiah sebagai penerima "The Right Livelihood Award". Ia tidak menikmatinya sendiri, melainkan membagi dua dengan Kontras, dan sebagian lagi diserahkan kepada ibunda tercintanya. Di tengah maraknya pejabat berebut fasilitas, Munir malah tidak tergoda. Ia tetap menggunakan sepeda motor sebagai teman kerjanya. Seorang tokoh kelas dunia yang sangat bersahaja.[2]

Masa muda

Munir Said Thalib lahir di Malang, 8 Desember 1965. Ia merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara Said Thalib dan Jamilah.[3] Munir sempat berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya dan mendapat gelar sarjananya. Selama menjadi mahasiswa, Munir dikenal sebagai aktivis kampus yang sangat gesit. Ia pernah menjadi Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya pada tahun 1998, Koordinator Wilayah IV Asosiasi Mahasiswa Hukum Indonesia pada tahun 1989, anggota Forum Studi Mahasiswa untuk Pengembangan Berpikir Universitas Brawijaya pada tahun 1988, Sekretaris Dewan Perwakilan Mahasiswa Hukum Universitas Brawijaya pada tahun 1988, Sekretaris Al-Irsyad cabang Malang pada 1988, dan menjadi anggota Himpunan Mahsiswa Islam (HMI).

Aktivitas

Munir mewujudkan keseriusannya dalam bidang hukum dengan cara melakukan pembelaan-pembelaan terhadap sejumlah kasus, terutama pembelaannya terhadap kaum tertindas. Ia juga mendirikan dan bergabung dengan berbagai organisasi, bahkan juga membantu pemerintah dalam tim investigasi dan tim penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU).[1]

Beberapa kasus yang pernah ia tangani yaitu pada kasus Araujo yang dituduh sebagai pemberontak melawan pemerintahan Indonesia untuk memerdekakan Timor timur dari Indonesia pada 1992, kasus Marsinah (seorang aktivis buruh) yang dibunuh oleh militer pada tahun 1994, menjadi penasehat hukum warga Nipah, Madura, dalam kasus pembunuhan petani-petani oleh militer pada tahun 1993, menjadi penasehat hukum mahasiswa dan petani di Pasuruan, dalam kasus kerusuhan di PT.Chief Samsung, dengan tuduhan sebagai otak kerusuhan pada tahun 1995, Penasehat hukum Muhadi (sopir) yang dituduh melakukan penembakan terhadap seorang polisi di Madura, Jawa Timur pada 1994, penasehat hukum para korban dan keluarga Korban Penghilangan Orang secara paksa 24 aktivis politik dan mahasiswa di Jakarta pada tahun 1997 hingga 1998, penasehat hukum korban dan keluarga korban pembantaian dalam tragedi Tanjung Priok 1984 hingga 1998, penasehat hukum korban dan keluarga korban penembakan mahasiswa di Semanggi I (1998) dan Semanggi II (1999), penasehat hukum dan koordinator advokasi kasus- kasus pelanggaran berat HAM di Aceh, Papua, melalui Kontras. Termasuk beberapa kasus di wilayah Aceh dan Papua yang dihasilkan dari kebijakan operasi Militer. Munir juga aktif di beberapa kegiatan advokasi dalam bidang perburuhan, pertanahan, Lingkungan, Gender dan sejumlah kasus pelanggaran hak sipil dan politik.Pada Tahun 2003, Munir bersikeras untuk ikut dengan sejumlah aktivis senior dan aktivis pro demokrasi mendatangi DPR paska penyerangan dan kekerasan yang terjadi di kantor Tempo, padahal ia masih diharuskan beristirahat oleh dokter. [4]

Pada tahun 2004, Munir juga bergabung dengan Tim advokasi SMPN 56 yang digusur oleh Pemda. Selain itu, ia juga seorang yang aktif menulis di berbagai media cetak dan elektronik yang berkaitan dengan tema-tema HAM, Hukum, Reformasi Militer dan kepolisian, Politik dan perburuhan. Munir adalah sosok pemberani dan tangguh dalam meneriakkan kebenaran. Ia adalah seorang pengabdi yang teladan, jujur, dan konsisten. Berkat pengabdiannya itulah, ia mendapatkan pengakuan yang berupa penghargaan dari dalam negeri dan luar negeri. Di dalam negeri, ia dinobatkan sebagai Man Of The Year 1998 versi majalah UMMAT, penghargaan Pin Emas sebagai Lulusan UNIBRAW yang sukses, sebagai salah seorang tokoh terkenal Indonesia pada abad XX, Majalah Forum Keadilan. Semenatara di luar negeri, ia dinobatkan menjadi As Leader for the Millennium dari Asia Week pada tahun 2000, The Right Livelihood Award (Alternative Nobel Prizes) untuk promosi HAM dan kontrol sipil atas militer, Stockholm pada Desember 2000, dan An Honourable Mention of the 2000 UNESCO Madanjeet Singh Prize atas usaha- usahanya dalam mempromosikan toleransi dan Anti Kekerasan, Paris, November 2000.[5]

Kematian

Kronologi Pembunuhan Munir

Tiga jam setelah pesawat GA-974 take off dari Singapura, awak kabin melaporkan kepada pilot Pantun Matondang bahwa seorang penumpang bernama Munir yang duduk di kursi nomor 40 G menderita sakit. Munir bolak balik ke toilet. Pilot meminta awak kabin untuk terus memonitor kondisi Munir. Munir pun dipindahkan duduk di sebelah seorang penumpang yang kebetulan berprofesi dokter yang juga berusaha menolongnya pada saat itu. Penerbangan menuju Amsterdam menempuh waktu 12 jam. Namun dua jam sebelum mendarat 7 September 2004, pukul 08.10 waktu Amsterdam di bandara Schipol Amsterdam, saat diperiksa, Munir telah meninggal dunia.[2]

Pada tanggal 12 November 2004 dikeluarkan kabar bahwa polisi Belanda (Institut Forensik Belanda) menemukan jejak-jejak senyawa arsenikum setelah otopsi. Hal ini juga dikonfirmasi oleh polisi Indonesia. Belum diketahui siapa yang telah meracuni Munir, meskipun ada yang menduga bahwa oknum-oknum tertentu memang ingin menyingkirkannya.

Pada 20 Desember 2005 Pollycarpus Budihari Priyanto dijatuhi vonis 14 tahun hukuman penjara atas pembunuhan terhadap Munir. Hakim menyatakan bahwa Pollycarpus, seorang pilot Garuda yang sedang cuti, menaruh arsenik di makanan Munir, karena dia ingin mendiamkan pengkritik pemerintah tersebut. Hakim Cicut Sutiarso menyatakan bahwa sebelum pembunuhan Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon dari sebuah telepon yang terdaftar oleh agen intelijen senior, tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut. Selain itu Presiden SBY juga membentuk tim investigasi independen,[6] namun hasil penyelidikan tim tersebut tidak pernah diterbitkan ke publik.[1][5]

Jenazahnya dimakamkan di taman makam umum kota Batu. Ia meninggalkan seorang istri bernama Suciwati dan dua orang anak, yaitu Sultan Alif Allende dan Diva. Sejak tahun 2005, tanggal kematian Munir, 7 September, oleh para aktivis HAM dicanangkan sebagai Hari Pembela HAM Indonesia.[2][7]

Proses pengadilan bagi pihak terlibat

Pada 20 Desember 2005 Pollycarpus Budihari Priyanto dijatuhi vonis 14 tahun hukuman penjara atas pembunuhan terhadap Munir. Hakim menyatakan bahwa Pollycarpus, seorang pilot Garuda yang sedang cuti, menaruh arsenik di makanan Munir, karena dia ingin mendiamkan pengkritik pemerintah tersebut. Hakim Cicut Sutiarso menyatakan bahwa sebelum pembunuhan Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon dari sebuah telepon yang terdaftar oleh agen intelijen senior, tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut. Selain itu Presiden SBY juga membentuk tim investigasi independen, namun hasil penyelidikan tim tersebut tidak pernah diterbitkan ke publik.

Pada 19 Juni 2008, Mayjen (purn) Muchdi Purwoprandjono, ditangkap dengan dugaan kuat bahwa dia adalah otak pembunuhan Munir[8]. Beragam bukti kuat dan kesaksian mengarah padanya[9].Namun, pada 31 Desember 2008, Muchdi divonis bebas. Vonis ini sangat kontroversial dan kasus ini tengah ditinjau ulang, serta 3 hakim yang memvonisnya bebas kini tengah diperiksa.[4][7][10].

Film dokumenter

Untuk memperingati satu tahun kepergian Munir, diluncurkan film dokumenter karya Ratrikala Bhre Aditya dengan judul Bunga Dibakar di Goethe-Institut, Jakarta Pusat, 8 September 2005. Film ini menceritakan perjalanan hidup Munir sebagai seorang suami, ayah, dan teman. Munir digambarkan sosok yang suka bercanda dan sangat mencintai istri dan kedua anaknya. Masa kecil Munir yang suka berkelahi layaknya anak-anak lain dan tidak pernah menjadi juara kelas juga ditampilkan. Munir dibunuh di era demokrasi dan keterbukaan serta harapan akan hadirnya sebuah Indonesia yang dia cita-citakan mulai berkembang. Semangat inilah yang ingin diungkapkan lewat film ini.[4]

Sebuah film dokumenter lain juga telah dibuat, berjudul Garuda's Deadly Upgrade hasil kerja sama antara Dateline (SBS TV Australia) dan Off Stream Productions.

Pada peringatan tahun kedua, 7 September 2006, di Tugu Proklamasi diluncurkan film dokumenter berjudul "His Strory". Film ini bercerita tentang proses persidangan Pollycarpus dan fakta-fakta yang terungkap di pengadilan.[2][5]

Berkas:Museum Omah Munir - Batu.JPG
Museum Omah Munir di Batu

Karier

  • Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau HAM Indonesia Imparsial
  • Ketua Dewan Pengurus KONTRAS (2001)
  • Koordinator Badan Pekerja KONTRAS (16 April 1998-2001)[11]
  • Wakil Ketua Dewan Pengurus YLBHI (1998)
  • Wakil Ketua Bidang Operasional YLBHI (1997)
  • Sekretaris Bidang Operasional YLBHI (1996)
  • Direktur LBH Semarang (1996)
  • Kepala Bidang Operasional LBH Surabaya (1993-1995)
  • Koordinator Divisi Perburuhan dan Divisi Hak Sipil Politik LBH Surabaya (1992-1993)
  • Ketua LBH Surabaya Pos Malang
  • Relawan LBH Surabaya (1989)
  • Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang 1988.
  • Koordinator IV Asosiasi Mahasiswa Hukum Indonesia 1989.
  • Anggota Forum Studi Mahasiswa untuk pengembangan berpikir, Unbraw 1988.
  • Sekretaris Dewan Perwakilan Mahasiswa Hukum Unbraw 1988.
  • Sekretaris Al Irsyad cabang Malang 1988.
  • Anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
  • Penasihat hukum warga Nipah, Madura dalam kasus pembunuhan petani oleh militer 1993.
  • Penasihat hukum sebelas buruh PT Catur Putra Surya (CPS) Sidoarjo teman Marsinah yang diberhentikan secara paksa kepada perusahaan dan pihak Kodim melalui hukum perdata.
  • Penasihat hukum keluarga Marsinah yang dianiaya terlebih dahulu sebelum dibunuh.
  • Penasihat hukum Sri Bintang Pamungkas (Ketua Umum PUDI) dalam kasus kriminalisasi dengan tuduhan subversi dan gugatan tata usaha negara atas perkara pemecatan Sri Bintang Pamungkas sebagai dosen di Universita Indonesia (1997).
  • Penasihat hukum mahasiswa dan petani di Pasuruan dalam kasus PT Chief Samsung, dengan tuduhan sebagai otak kerusuhan (1995).
  • Penasihat hukum Muhadi supir yang dituduh melakukan penembakan terhadap petugas polisi di Madura, Jawa Timur (1994).
  • Kasus penghilangan secara paksa 24 korban aktivis korban dan mahasiswa 1997 dan 1998.
  • Penasihat korban dan keluarga korban kasus Tanjung Priok 1984, hingga 1998.
  • Penasihat hukum korban dan keluarga korban penembakan mahasiswa di Semanggi I (1998) dan Semanggi II (1999).
  • Penasihat hukum dan koordinator advokasi kasus-kasus pelanggaran HAM berat di Aceh, Lampung, dan Papua (ribuan kasus yang terrjadi akibat operasi militer).
  • Anggota Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM Timor timur tahun 1999.
  • Membongkar kasus penculikan yang dilakukan oleh Tim Mawar yang berujung diadilinya personel Tim Mawar.
  • Suardi Tasrif Award tahun 1998 dari Aliansi Jurnalistik Independen (AJI) untuk kategori organisasi yang mengembangkan hak-hak informasi kepada masyarakat atas pelanggaran HAM.
  • Serdadu Award (1998) dari organisasi para seniman dan pemusik jalanan Jakarata, atas upayanya dalam mempromosikan penegakan HAM.
  • Yap Thiam Hien Award tahun 1998 sebuah penganugrahan paling bergengsi di bidang HAM di Indonesia.
  • KontraS menjadi anggota dan partisipan AFAD, sebuah jaringan kerja organisasi yang mengadvokasi kasus orang hilang se Asia – Pacific
  • Sebagai Leaders for the Millenium pilihan Asia Week tahun 2000
  • Man of The Year dari Majalah Ummat tahun 1998.
  • Seratus tokoh Indonesia Abad XX dari majalah Forum Keadilan.
  • Penganugerahan peniti emas sebagai alumni berprestasi dari Universitas Brawijaya tahun 1999.
  • The Right Livelihood Award (alternative nobel prizes) dari Swedia untuk pengembangan kontrol sipil atas militer dan promosi HAM.
  • An Honourable Mention of the 2000 Unesco Madanjeet Singh Prize atas usahanya mempromosikan toleransi dan anti kekerasan, Paris, November 2000

Organisasi

  • Sekretaris BPM FH Unibraw (1988)
  • Ketua Senat Mahasiswa FH Unibraw (1989)
  • Anggota HMI Komisariat Hukum Unibraw
  • Ketua Umum Komisariat Hkukum Unibraw HMI Cabang Malang
  • Sekretaris Al Irsyad Kabupaten Malang (1988)
  • Divisi Legal Komite Solidaritas untuk Marsinah
  • Sekretarsi Tim Pencari Fakta Forum Indonesia Damai.

Penghargaan

  • Right Livelihood Award 2000, Penghargaan pengabdian bidang kemajuan HAM dan kontrol sipil terhadap militer (Swedia, 8 Desember 2000)
  • Mandanjeet Singh Prize, UNESCO, untuk kiprahnya mempromosikan Toleransi dan Anti-Kekerasan (2000)
  • Salah satu Pemimpin Politik Muda Asia pada Milenium Baru (Majalah Asiaweek, Oktober 1999)
  • Man of The Year versi majalah Ummat (1998).
  • Suardi Tasrif Awards, dari Aliansi Jurnalis Independen, (1998) atas nama Kontras
  • Serdadu Awards, dari Organisasi Seniman dan Pengamen Jalanan Jakarta (1998)
  • Yap Thiam Hien Award (1998)
  • Satu dari seratus tokoh Indonesia abad XX, majalah Forum Keadilan

Kasus-kasus penting yang pernah ditangani

  • Penasihat Hukum dan anggota Tim Investigasi Kasus Fernando Araujo, dkk, di Denpasar yang dituduh merencanakan pemberontakan melawan pemerintah secara diam-diam untuk memisahkan Timor-Timur dari Indonesia; 1992
  • Penasihat Hukum Kasus Jose Antonio De Jesus Das Neves (Samalarua) di Malang, dengan tuduhan melawan pemerintah untuk memisahkan Timor Timur dari Indonesia; 1994
  • Penasihat Hukum Kasus Marsinah dan para buruh PT. CPS melawan KODAM V Brawijaya atas tindak kekerasan dan pembunuhan Marsinah, aktivis buruh; 1994
  • Penasihat Hukum masyarakat Nipah, Madura, dalam kasus permintaan pertanggungjawaban militer atas pembunuhan tiga petani Nipah Madura, Jawa Timur; 1993
  • Penasihat Hukum Sri Bintang Pamungkas (Ketua Umum PUDI) dalam kasus subversi dan perkara hukum Administrative Court (PTUN) untuk pemecatannya sebagai dosen, Jakarta; 1997
  • Penasihat Hukum Muchtar Pakpahan (Ketua Umum SBSI) dalam kasus subversi, Jakarta; 1997
  • Penasihat Hukum Dita Indah Sari, Coen Husen Pontoh, Sholeh (Ketua PPBI dan anggota PRD) dalam kasus subversi, Surabaya;1996
  • Penasihat Hukum mahasiswa dan petani di Pasuruan dalam kasus perburuhan PT. Chief Samsung; 1995
  • Penasihat Hukum bagi 22 pekerja PT. Maspion dalam kasus pemogokan di Sidoarjo, Jawa Timur; 1993
  • Penasihat Hukum DR. George Junus Aditjondro (Dosen Universitas Kristen Satyawacana, Salatiga) dalam kasus penghinaan terhadap pemerintah, Yogyakarta; 1994
  • Penasihat hukum Muhadi (seorang sopir yang dituduh telah menembak polisi ketika terjadi bentrokan antara polisi dengan anggota TNI AU) di Madura, Jawa Timur; 1994
  • Penasihat Hukum dalam kasus hilangnya 24 aktivis dan mahasiswa di Jakarta; 1997-1998
  • Penasihat Hukum dalam kasus pembunuhan besar-besaran terhadap masyarakat sipil di Tanjung Priok 1984; sejak 1998
  • Penasihat Hukum kasus penembakan mahasiswa di Semanggi, Tragedi Semanggi I dan II; 1998-1999
  • Anggota Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM di Timor Timur; 1999
  • Penggagas Komisi Perdamaian dan Rekonsiliasi di Maluku
  • Penasihat Hukum dan Koordinator Advokat HAM dalam kasus-kasus di Aceh dan Papua (bersama KontraS)

Pranala luar

Referensi