Ritus Suriah Timur

konsep peribadatan kekristenan
Revisi sejak 29 April 2019 08.13 oleh AABot (bicara | kontrib) (Bot: Perubahan kosmetika)

Ritus Suriah Timur atau Ritus Suryani Timur (disebut pula Ritus Asiria, Ritus Persia, Ritus Kaldea, atau Ritus Suriah Oriental) adalah ritus peribadatan Kristen Timur yang menggunakan dialek Suryani Timur sebagai bahasa liturgi, dan merupakan salah satu dari dua ritus peribadatan Kristen Suryani.[1] Menurut sejarah, ritus yang berasal dari kota Edessa di Mesopotamia ini adalah ritus peribadatan Gereja dari Timur yang berpusat di Kekaisaran Sasani (Persia), dan sampai sekarang masih digunakan dalam Gereja-Gereja turunannya, yakni Gereja Asiria dari Timur (sudah termasuk Gereja Suriah Kaldea di India), Gereja Kuno dari Timur, Gereja Katolik Kaldea, dan Gereja Katolik Suriah Malabar. Dua Gereja yang disebut paling akhir adalah Gereja-Gereja Katolik Timur, yakni Gereja-Gereja Timur yang berada dalam lingkup persekutuan paripurna dengan Uskup Roma.

Sebutan dan makna

 
Gambar Mar Elias, seorang uskup Gereja Timur, dari abad XVIII-XIX

Umat Katolik Timur di Suriah dan Mesopotamia (Irak) kini lazim disebut umat Kaldea (atau umat Asiria Kaldea). Istilah Kaldea, yang dalam bahasa Suryani umumnya berarti tukang sihir atau ahli nujum, dalam bahasa Latin dan bahasa-bahasa Eropa lainnya dimaknai sebagai kebangsaan Suriah, dan bahasa Suryani atau Aram. Sedangkan istilah bahasa Aram, secara khusus diartikan sebagai bentuk bahasa Aram yang digunakan dalam beberapa pasal Kitab Daniel. Istilah-istilah beserta makna-maknanya tersebut terus digunakan sampai para misionaris Latin di Mosul pada abad ke-17 mengadopsinya untuk membedakan umat Katolik pengguna Ritus Suriah Timur dari umat Katolik pengguna Ritus Suriah Barat, yang mereka sebut sebagai "umat Suriah". Selain itu juga untuk membedakan umat Katolik pengguna Ritus Suriah Timur dari umat Nestorian, yang sebagian dari mereka menyebut diri sebagai "umat Suriah" (Surayi), bahkan "umat Kristen" saja, meskipun mereka tidak menampik sebutan "Nestorayi". Umat Nestorian pada masa kini membedakan diri mereka dari umat Kristiani lainnya dengan nama "Gereja Timur" atau "umat Timur", sebagai lawan dari "umat Barat", yang menurut mereka mencakup umat Katolik Latin, Ortodoks, Monofisit, dan Protestan.

Belakangan mereka disebut pula "Gereja Asiria" khususnya oleh umat Anglikan, sebuah nama yang dapat diterima atas dasar arkeologi. Brightman, dalam "Liturgies Eastern and Western", menggolongkan umat Katolik Kaldea dan Malabar serta umat Nestorian ke dalam "Ritus Persia", dan Uskup Arthur Maclean dari Moray dan Ross (Anglikan) yang adalah seorang pakar di bidang yang berkaitan dengan umat Nestorian, secara lebih tepat menyebut mereka "umat Suriah Timur".

Katalog liturgii di British Museum telah mengadopsi nomenklatur yang digunakan Gereja Katolik:

  • Ritus Kaldea: ritus yang digunakan umat Katolik Suriah Timur dan umat Nestorian
  • Ritus Malabar: ritus yang digunakan umat Katolik dan kaum skismatik Suriah India Selatan
  • Ritus Suriah: ritus yang digunakan umat Katolik dan Monofisit Suriah Barat

Kebanyakan dari cetakan liturgi-liturgi tersebut berasal dari Gereja Katolik Timur.

Bahasa yang digunakan dalam ketiga format Ritus Suriah Timur adalah bahasa Suryani dialek timur. Bentuk modern dari bahasa ini masih dipertuturkan oleh umat Gereja Asiria dari Timur, Gereja Kuno dari Timur (pecahan dari Gereja Asiria dari Timur akibat permasalahan perubahan penanggalan liturgi pada era 1960-an, sekarang dalam proses bersatu kembali), dan Gereja Katolik Kaldea.

Sejarah

Asal usul ritus ini tidak diketahui. Menurut tradisi (berdasarkan legenda Raja Abgar yang bersurat-suratan dengan Kristus, yang telah terbukti apokrif) bahwasanya St. Tomas Rasul, dalam perjalanannya ke India, menegakkan agama Kristen di Mesopotamia, Asiria, dan Persia, kemudian mempercayakannya kepada Adaeus (atau Tadeus), "salah satu dari tujuh puluh murid", dan Maris. Pada tradisi inilah asal usul liturgi Suriah Timur didasarkan, namun konon telah direvisi oleh Patriark Yeshuyab III kira-kira pada 650. Sekalipun demikian, sebagian pihak menganggap liturgi ini dikembangkan dari liturgi Antiokhia.

Sesudah Konsili Efesus I (431), Gereja Seleukia-Ktesifon, yang selama ini dipimpin oleh seorang katolikos di bawah Patriark Antiokhia, menolak pengutukan atas Nestorius. Sebagai bagian dari Skisma Nestorian, Gereja Seleukia-Ktesifon memutuskan hubungan dengan Gereja Katolik. Pada 498 katolikos digelari "Patriark Timur", dan selama berabad-abad Gereja misioner tersukses ini terus menyebar ke seluruh penjuru Persia, Tartar, Mongolia, China, dan India, berkembang secara mandiri, dan jarang sekali bersentuhan dengan dunia Kristen lainnya.

Di akhir abad ke-14, penaklukan Timur Leng menghancurleburkan Gereja ini dalam sekali serangan, hanya menyisakan sedikit komunitas kecil di Persia, Turki Asia, Siprus, India Selatan, dan Sokotra. Umat Nestorian Siprus bergabung dengan Roma pada 1445; pada abad ke-16 terjadi skisma dalam patriarkat antara Mar Shimun dan Mar Elia; Agama Kristen di Sokotra menghilang sekitar abad ke-17. Gereja Malabar terpecah menjadi golongan Katolik Timur dan golongan skismatik pada 1599; golongan yang pertama beralih dari Ritus Suriah Timur mereka yang murni ke sebuah versi Katolik Roma yang sudah terlatinisasi, sementara golongan kedua beralih dari Nestorianisme ke Miafisitisme dan mengadopsi Ritus Suriah Barat kira-kira 50 tahun kemudian. Pada 1681 Unia Kaldea, yang berjuang mewujudkan keberadaanya sejak 1552, akhirnya terbentuk, dan pada 1778 menerima tambahan kekuatan dengan bergabungnya patriarkat Mar Elia, dan yang tersisa dari Gereja Nestorian hanyalah penduduk sebuah distrik yang terletak antara danau Van, danau Urmia dan sungai Tigris, serta koloni di Palestina. Populasi inipun makin mengecil setelah pembantaian besar-besaran oleh bangsa Kurdi pada 1843, dan bergabungnya sejumlah besar penganutnya dengan Gereja Rusia beberapa tahun terakhir.

Di penghujung abad ke-19 timbul upaya untuk membentuk sebuah "Gereja Kaldea Katolik Independen", mengikuti contoh "Kaum Katolik Lama". Upaya ini mengakibatkan terpisahnya segolongan umat dari Gereja-Gereja Katolik Timur.

Ibadat Ekaristi

 
Sebuah Qurbana Gereja Katolik Siro-Malabar. Uskup menggenggam Salib Mar Toma, lambang warisan dan identitas Gereja Suriah dari Umat Kristiani Santo Tomas di India

Ada tiga Anafora dalam ritus ini; yang pertama berasal dari para rasul (St. Adeus dan St. Maris), yang kedua berasal dari Nestorius, dan yang ketiga berasal dari Teodorus Sang Penerjemah. Anafora pertama adalah yang biasa dipakai, dan dari anafora inilah diturunkan revisi tata perayaan Ekaristi Malabar. Anafora kedua digunakan umat Kaldea dan Nestorian pada perayaan Epifani, hari peringatan St. Yohanes Pembaptis dan hari peringatan Para Doktor Yunani (keduanya dirayakan dalam Masa-Epifani pada hari Rabu peringatan kaum Niniwe), serta pada hari Kamis Putih. Anafora ketiga digunakan umat Kaldea dan Nestorian mulai hari Minggu Adven sampai hari Minggu Palma (kecuali bila diharuskan menggunakan anafora kedua). Bagian pro-anafora yang sama digunakan untuk ketiganya.

Ada pula tiga anafora lain yang dicatat oleh Ebedyeshu (Metropolitan Nisibis, 1298) dalam katalognya, yakni yang berasal dari Barsuma, Narses, dan Diodorus dari Tarsus; namun ketiganya kini tidak diketahui lagi, kecuali jika Dr. Wright benar dalam menyebut fragmen Brit. Mus. Add. 14669 sebagai anafora yang berasal dari "Diodorus dari Tarsus".

Liturgi Ekaristi didahului persiapan, atau "Ibadat Protesis", yang mencakup menguleni dan memanggang roti. Di kalangan Nestorian roti ini beragi, tepungnya dicampur dengan sedikit minyak dan ragi suci (malka), yang menurut legenda "diwariskan turun-temurun kepada kami oleh Bapa-Bapa Suci kami Mar Addai dan Mar Mari dan Mar Toma", dengan kisah yang sangat aneh seputar minyak dan ragi suci itu. Meskipun demikian, peragian yang sebenarnya terjadi karena sisa adonan terfermentasi (khmira) dari persiapan Liturgi Ekaristi sebelumnya. Umat Katolik Kaldea kini menggunakan roti yang tidak beragi.

Liturgi itu sendiri dimulai dengan ayat pertama Gloria in Excelsis dan doa Bapa Kami, dengan tambahan-tambahan (giyura), terdiri atas suatu bentuk Sanctus. Kemudian menyusul:

  • Mazmur Pengantar atau Marmitha (berubah-ubah), didahului doa, bervariasi untuk hari-hari Minggu dan perayaan-perayaan yang lebih besar dan untuk hari-hari peringatan para kudus serta hari-hari biasa. Dalam Ritus Malabar, ayat-ayat Mazmur 14, 150, dan 116 didaraskan bergantian oleh para imam dan diakon.
  • "Antifon Tempat Kudus" atau Unitha d' qanki (berubah-ubah), dengan doa bervariasi yang sama.
  • Lakhumara, sebuah antifon yang dimulai dengan kalimat "Kepada-Mu, Tuhan", yang juga terdapat dalam ibadat-ibadat lain, juga didahului doa bervariasi yang sama.
  • Trisagion. Dupa digunakan sebelumnya. Dalam Ritus Timur pada Misa biasa, roti dan anggur diletakkan di atas altar sebelum didupai.

Ada empat atau lima bacaan Kitab Suci. Dua bacaan diambil dari Perjanjian Lama, yakni bacaan dari Hukum-Hukum Musa dan dari Nubuat-Nubuat Para nabi. Tiga bacaan diambil dari Perjanjian Baru, yaitu dari Kisah Para Rasul, dari Epistola (selalu dari surat-surat St. Paulus), dan dari Injil. Pada hari-hari tertentu terdapat lima bacaan, ada pula yang empat bacaan, bahkan ada yang hanya tiga bacaan. Semua susunan bacaan Kitab Suci itu mencakup bacaan dari Epistola dan Injil. Umumnya jika sudah ada bacaan dari Hukum-Hukum Musa, maka tidak ada bacaan dari Kisah Para Rasul, demikian pula sebaliknya. Kadang-kadang tidak ada baik bacaan Hukum maupun Kisah Para Rasul. Tiga bacaan pertama disebut Qiryani (bacaan-bacaan), bacaan dari Kisah Para Rasul disebut Shlikha (Rasul). Sebelum Epistola dan Injil, didaraskan kidung-kidung yang disebut Turgama (interpretasi). Turgama sebelum pembacaan Epistola selalu sama, sementara turgama sebelum pembacaan Injil setiap hari berubah-ubah. Kidung-kidung ini sama dengan prokeimena dalam peribadatan Yunani. Turgama sebelum Epistola didahului ayat-ayat Mazmur tertentu yang disebut Shuraya (permulaan), dan turgama sebelum pembacaan Injil didahului ayat-ayat Mazmur tertentu yang disebut Zumara (kidung). Untuk yang terakhir, diselipkan Alleluia di antara ayat-ayatnya. Litani Diakon atau Eklene, disebut Karazutha (pengumuman), sama dengan "Sinapte Agung" Ritus Yunani. Dalam Karazutha umat menyanyikan "Antifon (Unitha) Injil".

Persembahan.

Para diakon mempersilahkan orang-orang yang belum dibaptis untuk keluar dari ruangan, dan menempatkan "para pendengar" untuk mengawasi pintu-pintu. Imam menaruh roti dan anggur di atas altar sambil mengucapkan kata-kata (dalam ritus Gereja Nestorian, tapi tidak dalam ritus Gereja Katolik Kaldea) yang kedengarannya seakan-akan roti dan anggur tersebut sudah dikonsekrasi. Imam juga mengucapkan kalimat mengenang "Perawan Maria, Bunda Kristus" ("Bunda Allah" dalam Gereja Kaldea dan Malabar; namun menurut Raulin dalam "Latin of the Malabar Rite", "Bunda Allah dan Bunda Tuhan Yesus Kristus"), dan mengenang pelindung Gereja ("St. Tomas" dalam Ritus Malabar). Kemudian menyusul "Antifon Misteri" (Unitha d' razi), sebagai tanggapan atas persembahan.

Kredo.

Kredo dalam ritus ini adalah sebuah varian dari Kredo Nicea. Sangatlah mungkin bahwa kalimat "dan menjelma oleh Roh Kudus, dikandung dan lahir dari Perawan Maria" menyelubungi sebuah gagasan Nestorianisme, akan tetapi umat Katolik Kaldea tampak tidak menyadarinya, satu-satunya perbedaan dalam kredo mereka adalah tambahan Filioque. Kredo dalam Tata Perayaan Ekaristi Malabar adalah terjemahan dari Kredo Nicea Latin. Dalam ritus Malabar terjemahan Neale, persembahan dan dipersilahkankeluarnya orang-orang yang belum dibaptis berlangsung sebelum pembacaan Kitab Suci, dan Kredo langsung menyusul sesudah pembacaan Injil, tetapi dalam edisi 1774 dari Propaganda Fide persembahan dilangsungkan sesudah Kredo, Kredo langsung menyusul sesudah pembacaan Injil.

Ibadat harian

Inti dari ibadat harian ritus Suriah Timur, sebagaimana ibadat harian lazimnya, adalah pendarasan Mazmur. Hanya ada tiga ibadat yang biasanya ditunaikan dalam sehari (petang, tengah malam, dan pagi hari). Ada juga ibadat penutup (completorium), namun ibadat ini jarang sekali dilaksanakan. Meskipun pada kenyataannya hanya ibadat pagi dan ibadat sore yang umum dipakai, namun setiap hari baik jamaah maupun rohaniwan memadati tempat-tempat ibadat untuk menunaikan dua ibadat ini. Biara-biara Nestorian (yang kini sudah tidak ada lagi) pada masa lampau memiliki kebiasaan beribadat tujuh kali sehari, dan dalam tiap ibadat didaraskan tiga hulali Mazmur. Ini berarti seluruh ayat Mazmur didaraskan setiap hari. Tata ibadat harian ritus Suriah Timur saat ini memiliki tujuh hulali Mazmur dalam ibadat malam pada hari-hari biasa, sepuluh pada hari Minggu, tiga pada hari-hari peringatan para kudus, dan keseluruhan Mazmur pada hari-hari peringatan Yesus Kristus.

Dalam ibadat sore, terdapat empat sampai tujuh Mazmur pilihan, jumlahnya berbeda-beda setiap hari, dan juga Syuraya (Mazmur singkat), biasanya berisi ayat-ayat dari Mazmur 118, berbeda-beda setiap dwipekan (dua minggu).

Dalam ibadat pagi, Mazmur-Mazmur yang tetap adalah Mazmur 109, 90, 103 (ayat 1 sampai 6), 112, 92, 148, 150, dan 116. Pada hari-hari biasa dan hari-hari peringatan para kudus, Mazmur 146 didaraskan sesudah Mazmur 148, dan pada hari-hari biasa Mazmur 1 ayat 1 sampai 18 didaraskan paling akhir. Selain Mazmur, ibadat harian juga terdiri atas doa-doa, antifon-antifon, litani-litani, dan selipan tambahan-tambahan (giyura) di antara ayat-ayat Mazmur, seperti stikera dalam Gereja Yunani, hanya saja lebih panjang. Pada hari-hari Minggu, didaraskan Gloria in Excelsis dan Benedicte sebagai ganti Mazmur 146.

Baik ibadat pagi maupun petang diakhiri dengan beberapa doa, pemberkatan, (Khuthama, "Pemeteraian" ), salam damai, dan kredo. Selain Mazmur, bagian-bagian tersebut juga berubah-ubah pada hari-hari raya (hanya sedikit yang berubah), dan pada hari-hari dwipekan. Dwipekan terdiri atas dua pekan yang masing-masing disebut "sebelum" (Qdham) dan "sesudah" (Wathar), menurut kelompok yang mengawali ibadat (ada dua kelompok dalam tiap ibadat). Oleh karena itu buku tata ibadat harian ritus ini disebut Qdham u wathar, atau selengkapnya Kthawa daqdham wadhwathar, "Kitab Sebelum dan Sesudah".

Kalender liturgi

 
Kata "amin" dalam abjad Suryani

Satu tahun dibagi atas sembilan masa yang rata-rata terdiri atas tujuh pekan. Masa-masa yang disebut Shawu'a itu adalah Adven (disebut Subara, "Anunsiasi"), Epifani, Puasa, Paskah, Para Rasul, Musim Panas, Elia dan Salib, Musa, dan Dedikasi (Qudash idta). Musa dan Dedikasi masing-masing hanya berlangsung selama empat pekan. Hari-hari Minggu biasanya dinamakan menurut Shawu'a di mana hari tersebut jatuh, misalnya "Hari Minggu Keempat Epifani", "Hari Minggu Kedua Anunsiasi", dan seterusnya, namun kadang-kadang namanya berubah di pertengahan Shawu'a. Kebanyakan hari-hari peringatan (dukhrani) atau hari-hari para kudus, yang memiliki bacaan-bacaan khusus, jatuh pada hari-hari Jumat antara Natal dan Puasa, dan karena itu dapat diundur atau dimajukan, namun beberapa perayaan seperti Natal, Epifani, Kenaikan, dan sekitar tiga belas hari-hari peringatan kecil tanpa bacaan-bacaan khusus jatuh pada tanggal yang sama setiap tahun. Ada empat kali puasa yang lebih pendek selain Puasa Besar (Prapaskah), yakni:

  • Puasa Mar Zaya, tiga hari sesudah hari Minggu kedua Natal;
  • Puasa Para Perawan, sesudah hari Minggu pertama Epifani;
  • Puasa Permohonan Rakyat Niniwe, tujuh puluh hari sebelum Paskah;
  • Puasa Mart Mariam (Bunda Maria), dari hari pertama sampai hari keempat belas bulan Agustus.

Puasa Permohonan Rakyat Niniwe ditunaikan untuk memperingati pertobatan penduduk kota Niniwe setelah mendengar dakwah Nabi Yunus, dan dijalankan dengan sangat telaten. Puasa Mar Zaya dan Puasa Para Perawan kini hampir tidak lagi dijalankan. Dibandingkan dengan kalender Ritus Latin atau Yunani, kalender liturgi umat Kaldea, baik yang Katolik maupun Nestorian, sangatlah sederhana. Ritus Malabar telah mengadopsi secara besar-besaran kalender Ritus Romawi, dan beberapa hari-hari raya dalam Ritus Romawi telah ditambahkan ke dalam kalender umat Katolik Kaldea. Paskah Kaldea diperingati pada hari yang sama dengan Paskah Gereja Katolik Ritus Romawi.

Ibadat sakramen dan ibadat-ibadat lainnya

Selain Ekaristi, sakramen-sakramen yang diakui umat Nestorian adalah Sakramen Pembaptisan, yang selalu disertai pengurapan (pengurapan semacam ini dalam ritus-ritus Timur lainnya setara dengan Sakramen Krisma), Sakramen Imamat, dan Sakramen Pernikahan. Umat Nestorian tidak mengakui adanya sakramen Sakramen Tobat dan Sakramen Minyak Suci. Sakramen Minyak Suci tampaknya tidak dikenal oleh umat Nestorian, meskipun Assemani ("Bibliotheca Orientalis", poin 51, halaman 272) berpendapat bahwa berdasarkan buku-buku liturgi Nestorian tampaknya dihilangkannya sakramen tersebut adalah sebuah kesalahan modern. Umat Katolik Kaldea saat ini memiliki tata ibadat Sakramen Minyak Suci yang mirip dengan yang dimiliki ritus Bizantium dan ritus Suriah Barat. Ibadat yang paling mendekati Sakramen Tobat dalam Gereja Nestorian adalah semacam upacara (dianggap sakramen) rekonsiliasi bagi para murtadin dan orang-orang yang terekskomunikasi. Doa-doa upacara ini kadang-kadang digunakan untuk penitensi lainnya. Argumen Assemani ("Bibliotheca Orientalis", poin 8, halaman 286) bahwa keyakinan akan penitensi sebagai sebuah sakramen pernah dianut umat Nestorian kuno tidaklah konklusif. Umat Kaldea memiliki tata ibadat Sakramen Tobat yang mirip dengan yang dimiliki ritus Latin. Gereja Nestorian menghapus Pernikahan dari daftar sakramen mereka, dan menurut Ebedyeshu melengkapi jumlah misteri (sakramen) menjadi tujuh dengan memasukkan Ragi Suci dan Tanda Salib, namun kini mereka tidak terlalu pasti sehubungan dengan defenisi dan jumlahnya.

Upacara lain yang cukup menarik adalah konsekrasi gedung Gereja (pemberkatan gedung Gereja baru). Minyak (bukan minyak Krisma) berperan penting dalam ibadat-ibadat ritus ini. Minyak digunakan dalam upacara Pembaptisan (mungkin sekali untuk Penguatan), dalam upacara rekonsiliasi para murtadin dan lain-lain, dalam upacara konsekrasi gedung Gereja, dan dalam pembuatan roti untuk Ekaristi. Minyak tidak digunakan untuk pentahbisan maupun untuk mengurapi orang sakit. Ada dua jenis minyak; yang pertama adalah minyak zaitun biasa, diberkati atau tidak diberkati sesuai kebutuhan, yang kedua adalah minyak Tanduk Suci. Minyak Tanduk Suci, meskipun hanya minyak biasa, setara dengan minyak Krisma (myron) dalam ritus-ritus lain, dan diyakini telah diwarisi turun-temurun dari para Rasul bersama-sama dengan Ragi Suci. Menurut legenda, konon Yohanes Pembaptis menampung air yang menetes dari tubuh Kristus ketika dibaptis lalu menyimpannya. Dia kemudian memberikannya kepada St. Yohanes Penginjil, yang mencampurnya dengan sebagian dari air yang keluar dari lambung Kristus ketika ditusuk lembing. Pada malam perjamuan terakhir, Yesus memberikan dua roti kepada St. Yohanes dan berpesan agar menyimpan salah satunya sebagai Ragi Suci. St. Yohanes kemudian mengusap roti yang disimpannya sebagai Ragi Suci dengan sebagian darah yang mengalir dari lambung Kristus. Seusai pentakosta, para Rasul mencampur minyak dengan air suci tadi, dan masing-masing menyimpan setanduk penuh dari campuran itu. Rotinya mereka haluskan, dicampur dengan tepung dan garam, lalu disimpan sebagai Ragi Suci. Minyak Tanduk suci terus-menerus ditambahkan dengan minyak yang diberkati oleh uskup pada malam Kamis Putih.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Johnson, Maxwell E. (26 September 2018). "The Rites of Christian Initiation: Their Evolution and Interpretation". Liturgical Press – via Google Books. 

Sumber