Huma Talun adalah sistem pengelolaan pertanian yang masih diterapkan di masyarakat adat Suku Sunda Jawa Barat. Beberapa yang masih menggunakan sistem Huma Talun ketika mengolah dan mengurus pertanian yaitu masyarakat adat Baduy dan masyarakat Desa Kemang, Cianjur. Kata Huma berasal dari bahasa Sunda yang mempunyai arti ladang. Ada beberapa sebutan bagi jenis huma, menurut masyarakat Baduy. Huma yang sudah lama ditinggalkan hingga tumbuh semak disebut reuma, sedangkan huma yang baru saja ditinggalkan disebut jami. Masyarakat adat percaya bahwa konsep mengurus ladang sangat erat kaitannya dengan sikap dan perilaku manusia. Masyarakat adat fokus menanam padi. Alasannya karena padi merupakan simbol tanaman yang mulia. Proses mengolah tanah dengan konsep huma, dipercaya bisa memberikan kesuburan bagi tanah dan menghindari erosi. Dari proses pengelolaan pertanian dengan cara huma, juga merupakan bagian dari mitigasi bencana. Orang Baduy sudah pandai memilih tanah agar tanah yang digunakan bukan lahan yang menyebabkan longsor. Selain memilih tanah, Orang Baduy juga membakar tanah untuk ladang dengan alasan agar menghindari kebakaran.

Jenis Huma

Masyarakat Baduy mengenal beberapa jenis huma, yaitu:

  • Huma Serang, yaitu lokasi ladang adat, sifatnya milik bersama dan terletak di Baduy Dalam. Daerah yang menjadi lokasi huma serang yaitu Cikeusik, Cikartawana, dan Cibeo.
  • Huma Puun, yaitu ladang khusus untuk puun yang sedang menjabat. Puun adalah ketua yang dipercayakan di daerah tersebut. Letak ladang puun, berada sangat dekat dengan rumah puun.
  • Huma Tuladan, yaitu yang dikhususkan untuk keperluan upacara adat.
  • Huma Panamping, yaitu ladang untuk masyarakat di daerah Baduy Panamping.

Pengelolaan Tanah

Ketika memilih lahan untuk dijadikan ladang, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Hal yang harus diperhatikan itu yaitu, jenis tanah, kandungan humus, dan kemiringan lereng. Pertama mengenai jenis tanah, hal ini bisa dilihat berdasarkan warna, kandungan air, dan udara. Kedua, mengenai warna tanah. Warna tanah dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu taneuh hideung (tanah hitam), taneuh bodas (tanah putih), dan taneuh beureum (tanah merah).

Tahapan

Dalam mengolah huma, ada beberapa tahapan yang harus secara rinci dilaksanakan secara turun-temurun. Sifatnya tidak boleh dihilangkan, harus secara urut dan tidak boleh diacak. Selalu ada upacara adat disetiap tahapannya. Hal dasar yang menjadi pantrangan ketika melaksanakan huma yaitu, merokok, kentut, meludah, berkata kasar, untuk laki=laki wajib menggunakan iket dan perempuan mengenakan kebaya. Tahapannya adalah sebagai berikut:

Narawas, adalah proses pembukaan dan suatu tanda bahwa huma akan dimulai. Narawas merupakan kegiatan pembukaan huma yang telah lama ditinggalkan. Kondisi huma pada tahapan narawas dipenuhi dengan rumput yang lebat ditambah pohon yang tumbuh sangat besar. Pelaksanaan Narawas dilaksanakan pada bulan Sapar atau hari pertama dalam penanggalan Baduy. Waktu pelaksanaan dari pagi hari hingga siang hari, atau sesuai arahan ketua adat ketika musyawarah. Tempat pelaksanaan dilakukan di huma serang. Tempat ini tidak bisa dipindahkan atau diganti. Ketua yang memipin pelaksanaan Narawas disebut girang seurat. Ketua ini ditetapkan langsung oleh puun. Pelaksanaan Narawas dimulai dengan pembacaan doa, acara kedua yaitu membersihkan huma yang sudah lama ditinggalkan dengan cara memotong rumput dan ranting pohon yang lebat.

Nyacar, merupakan kegiatan kedua yang dilaksanakan setelah Narawas. Nyacar berasal dari bahasa Sunda yang berarti memotong. Kegiatan memotong di sini kelanjutan dari kegiatan membersihkan ladang ditahap awal. Tujuannya agar dahan yang semula panjang, setelah dibersihkan pada tahap ini bisa bersih dan mengering. Sebelum melakukan kegiatan Nyacar, harus mempersiapkan kemenyan dan sesajen karena akan digunakan sebagai media dalam upacara ini.

Nukuh, merupakan kegiatan ketiga dari runtuyan kegiatan mengolah ladang. Nukuh berasal dari bahasa Sunda yang berarti menebang pohon. Tujuan dari kegiatan ini yaitu, menebang pohon agar sinar matahari bisa memberi asupan untuk tanaman yang akan ditanam. Ketua yag memimpin kegiatan ini adalah puun. Persiapan yang dilakukan yiatu menyiapkan golok dan sesajen. Sesajen yang harus disiapkan berupa telur ayam, pisau kecil, nasi congcot, kain kafan, dan kemenyan. Sesajen ini diletakan di sudut huma, lalu puun membacakan mantera. Setelah puun selesai membacakan mantera, masyarakat Baduy lalu memulai untuk menebang pohon dengan golok yang telah dipersiapkan.

Ngahuru berasal dari bahasa Sunda yang memiliki arti membakar. Sampah dari hasil memotong pohon dan rumput dibakar. Pelaksanaan pembakaran dilaksanakan apabila pohon dan ranting sudah kering. Bila dihitung dari kegiatan Nukuh sekitar 15 hari setelah itu. Kegiatan ini dipimpin oleh puun. Proses awal Ngahuru yaitu pembacaan mantera oleh di sudut huma oleh puun. Setelah pembacaan mantera, ranting dan pohon dibakar.

Mitos Padi

Penghargaan kepada tanaman padi erat kaitannya dengan mitos padi. Masyarakat Jawa Barat percaya bahwa tanaman padi merupakan perwujudan dari Nyi Sri atau Nyi Pohaci Sanghyang Asri atau Dewi Padi. Jenis penghormatan itu dimulai dari tahap mengurus ladang, panen, hingga padi bisa menjadi nasi. Sosok Nyi Pohaci Sanghyang Asri atau Dewi Padi sudah ada dan didokumentasikan dalam naskah Wawacan Sulanjana. Naskah itu bercerita, bahwa asal-usul padi berasal dari seorang Dewi yang sangat mulia bagi tokoh-tokoh yang dianggap mulia pula. Tokoh-tokoh yang dianggap mulia itu di antaranya, Batara Guru, Prabu Siliwangi, dan Semar. Hingga kini, mitos mengenai Dewi Padi telah menjadi kearifan lokal dan harus tetap dilestarikan