Banua Lima
Keadipatian Banua Lima adalah sebuah provinsi Kesultanan Banjar. Provinsi ini meliputi sebagian besar wilayah Hulu Sungai[1] di Kalimantan Selatan. ( Banua Lima artinya lalawangan nang lima yaitu wilayahnya meliputi lima distrik dimulai dari Kota Negara sampai sungai-sungai yang berada di hulunya yang zaman dahulunya disebut juga Distrik-distrik Negara. Distrik dalam bahasa Banjar disebut lalawangan (Watek) yaitu:
- Sungai Banar (Amuntai Selatan)
- Amuntai
- Alabio
- Kelua
- Negara
Dalam perkembangannya pada masa Hindia Belanda ke lima distrik tersebut kemudian dimekarkan lagi menjadi lebih banyak yaitu Distrik Negara, Distrik Amandit, Distrik Alabio, Distrik Amuntai,Distrik Balangan, Distrik Batang Alai, Distrik Labuan Amas, Distrik Kelua, dan Distrik Tabalong.
Daerah-daerah yang tidak termasuk dalam wilayah Banua Lima adalah daerah Margasari dan Banua Ampat karena langsung di bawah kontrol pemerintah pusat Kesultanan Banjar atau di bawah kontrol regent van Martapoera.
Adipati
Setiap lalawangan (distrik) dipimpin kepala daerah yang bergelar Kiai Tumenggung (Temanggung). Gabungan kelima lalawangan ini dipimpin seorang kepala daerah yang bergelar Kiai Adipati. Pada masa pemerintahan Sultan Adam Alwazikubillah (1825-1857), gubernur (adipati) Banua Lima adalah Kiai Adipati Danu-Raja (Jenal) putera Kiai Ngabehi Jaya Negara (Pambakal Karim). Pambakal Karim adalah ipar dari Nyai Ratu Komala Sari. Kiai Adipati Danu Raja yang sebelumnya bergelar Kiai Tumenggung Dipa-Nata merupakan anak kemenakan dari permaisuri Sultan Adam, Nyai Ratu Komala Sari. Kiai Adipati Danu-Raja masih keturunan anak cucu orang sepuluh (kelompok Nanang). Tumenggung Jalil (Kiai Adipati Anom Dinding Raja) adalah ipar Kiai Adipati Danu-Raja. Sejak wilayah Kerajaan Banjar dikuasai kolonial Belanda, Kiai Adipati Danu Raja menjadi regent pertama Banua Lima dengan gelar Raden Adipati Danu Raja.
Adipati Banua Lima:
Banua Lima pada Masa Kerajaan Negara Daha
Banua Lima versi kuno (sebelum terbentuknya bangsa Banjar) pada masa Kerajaan Negara Daha meliputi 5 negeri besar[2]yaitu
- Kuripan (Amuntai)
- Daha (Nagara-Margasari)
- Gagelang (Alabio)
- Pudak Sategal (Kalua)
- Pandan Arum (Tanjung)
Kelima suku/negeri tersebut mendapat pengaruh Jawa (Majapahit), tetapi khususnya suku/negeri Daha mendapat pengaruh dari Keling.
Banua Lima pada Masa Kerajaan Negara Dipa
Ketika Ampu Jatmika, saudagar dari negeri Keling datang ke pulau Hujung Tanah (Borneo) untuk membuka negeri baru, ia memasuki sungai Bahan (sungai Negara) kemudian mendirikan candi Laras di tepi sungai Tapin, sebagai pusat kerajaan Negara Dipa yang pertama. Setelah mengangkat dirinya sebagai raja, ia mencari daerah baru di sebelah hulu sungai Bahan dan menaklukan penduduknya yaitu daerah lima aliran sungai (Banua Lima) yaitu sungai Batang Alai, sungai Tabalong, sungai Balangan, sungai Pitak (sungai Pitap), dan sungai Amandit serta wilayah perbukitan yang sejak semula dihuni oleh suku Dayak Bukit. Kelima daerah inilah yang disebut sebagai Banua Lima. Masing-masing Daerah Aliran Sungai (DAS) tersebut dipimpin seorang yang bergelar sakai. Ampu Jatmika kemudian mendirikan Candi Agung (Amuntai) sebagai pusat kerajaan yang kedua. Dalam perkembangannya kemudian pusat kerajaan berpindah lagi ke hilir daerah Negara disebut Kerajaan Negara Daha. Karena itulah semua daerah dari kota Negara sampai ke perhuluan sungai Bahan disebut Banua Lima, sedangkan daerah yang tidak termasuk Banua Lima adalah wilayah sekitar sungai Tapin (situs Candi Laras) (atau Banua Ampat dan Distrik Margasari).