Jembatan Selat Sunda

jembatan di Indonesia

Jembatan Selat Sunda (JSS) adalah salah satu proyek besar pembangunan jembatan yang melintasi Selat Sunda sebagai penghubung antara Pulau Jawa dengan Pulau Sumatra. Proyek ini dicetuskan pada tahun 1960 dan sekarang akan merupakan bagian dari proyek Asian Highway Network (Trans Asia Highway dan Trans Asia Railway) [1]. Dana proyek pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS) direncanakan berasal dari pembiayaan konsorsium diperkirakan menelan biaya sekitar 10 miliar dolar AS atau 100 triliun rupiah [2]yang akan dipimpin oleh perusahaan PT Bangungraha Sejahtera Mulia (BSM). Menurut rencana panjang JSS ini mencapai panjang keseluruhan 31 kilometer dengan lebar 60 meter, masing-masing sisi mempunyai 3 lajur untuk kendaraan roda empat dan lajur ganda untuk kereta api akan mempunyai ketinggian maksimum 70 meter dari permukaan air. JSS telah diluncurkan dalam soft launching pada tahun 2007 dan akan dimulai pembangunannya pada tahun 2010 [3]dan diperkirakan dapat mulai dioperasikan pada tahun 2020[4].

Struktur Jembatan Selat Sunda
Rencana Bentuk Jembatan Selat Sunda

Sejarah

Berkas:Penampang melintang jembatanselat sunda.jpg
penampang melintang Jembatan Selat Sunda

Jembatan ini berawal dari gagasan Prof. Sedyatmo (alm), seorang guru besar di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 1960 disebut dengan nama Tri Nusa Bima­sakti yang berarti penghubung antara tiga pulau; yaitu Pulau Sumatra, Pulau Jawa, dan Pulau Bali. Kemudian, pada tahun 1965 Soekarno sebagai presiden RI memerintahkan kepada ITB agar melakukan uji coba desain penghubung di mana hasil dari percobaan tersebut berupa sebuah tero­wong­an tunel, yang pada awal Juni 1989 terselesaikan dan diserahkan kepada Soeharto selaku presiden RI pada saat itu. Pada tahun 1997, Soeharto memerintahkan kepada BJ Habibie selaku Menristek agar mengerjakan proyek yang diberi nama Tri Nusa Bima­sakti. Pada tahun 1990-an Prof. Wiratman Wangsadinata dan Dr.Ir. Jodi Firmansyah melakukan pengkajian uji coba desain kembali terhadap perencanaan peng­hu­bungan antara Pulau Jawa dengan Pulau Sumatra, pada hasil pengkajian menyatakan bahwa penghubung dengan melalui sebuah jembatan ternyata lebih layak bila dibandingkan dengan penghubung dengan melalui sebuah tero­wong­an di bawah dasar laut.[5] Sedangkan, untuk Jembatan Selat Bali yang menghubungkan antara Pulau Jawa dengan Pulau Bali belum terlaksana karena pemerintahan daerah Provinsi Bali belum bersedia.[6]

Prastudi Kelayakan

Prastudi kelayakan Jembatan Selat Sunda ini telah diserahkan pada Gubernur Banten, Lampung dan pemerintah pusat dalam suatu acara khusus bertempat di Hotel Borobudur Jakarta, pada tanggal 13 Agustus 2009.[7] Selanjutnya, pra-studi ini akan melibatkan 10 provinsi yang berada pada Pulau Sumatra.

Dengan dilakukan revisi Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2005, maka dibentuk kembali kelompok studi kelayakan (feasibility study) yang terdiri dari soal teknis, tata ruang, dan keekonomian, serta sosial.[8] Namun, realisasi proyek Jembatan Selat Sunda masih perlu waktu kaji satu hingga satu setengah tahun lagi.[9]

Data Teknik

Berkas:Selat Sunda Bride.jpg
Teknologi Delta Qualstone SK 125 Jembatan Selat Sunda

Teknologi terapan Delta Qualstone S.K.125 telah memiliki sertifikat hak paten di Indonesia dan telah diuji di Balai Besar Pengujian Barang dan Bahan Teknik (B4T) Bandung, terdaftar pada Business Technology Center - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BTC-BPPT), serta Teknologi Delta Qualstone SK 125 ini memberikan toleransi terhadap gempa hingga 9 skala Richter. (Data teknik: sementara dapat dilihat disini)

Rute

Perencanaan awal

Berkas:Zonastabil.png
Lokasi rencana tero­wong­an di bawah dasar laut di Selat Sunda

Sebuah gagasan untuk membangun sebuah terowongan tunel di bawah tanah dan 40 meter di bawah dasar laut sebagai penghubung antara Pulau Jawa dengan Pulau Sumatra [11]

Progress hingga saat ini

Meskipun sudah terdapat hasil uji FS, ditambah lagi dengan kebutuhan transportasi yang sangat besar antara Pulau Jawa dengan Pulau Sumatra, hingga tahun ini belum ditemukan titik terang pelaksanaan pembangunan, karena Presiden Indonesia ke-7, Joko Widodo, "menolak" pembangunan jembatan ini dengan alasan karena jika jembatan ini dibangun, kesejahteraan rakyat sekitar Merak dan Bakauheni akan menjadi sulit tercapai (misalnya harga tanah akan naik berkali-kali lipat dari harga semula dan masyarakat sekitar pelabuhan tidak bisa lagi membuka usaha di pelabuhan karena lalu lintas yang semula masih melalui kapal laut di pelabuhan (Merak dan Bakauheni) akan beralih menggunakan Jembatan Selat Sunda, karena pasti lebih cepat dan biaya transportasi antarpulau menjadi lebih murah, terutama jika Jalan Tol Trans-Sumatra dan Jalan Tol Trans-Jawa tersambung seluruhnya). Ditambah lagi, jika memang tetap dibangun, perkembangan ekonomi Indonesia seolah-olah terpusat hanya pada Pulau Sumatra, Jawa, dan Bali .

Lihat pula

Referensi

Pranala luar

Ruas yang sebelumnya:
Jalan Tol Jakarta-Merak
Jalan Tol Trans Jawa
Jalan Tol Trans Sumatra
Ruas yang berikutnya:
Jalan Tol Bakauheni-Bandar Lampung-Terbanggi Besar
Stasiun sebelumnya     Lintas Kereta Api Indonesia   Stasiun berikutnya
Templat:KAI lines
segmen Jembatan Kereta api Selat Sunda