Istana Merdeka

kediaman resmi dan kantor Presiden Indonesia
Revisi sejak 11 Juni 2019 09.19 oleh Sirihkuning (bicara | kontrib) (bagian sejarah)

Istana Merdeka merupakan tempat resmi kediaman dan kantor Presiden Indonesia yang letaknya menghadap ke Taman Monumen Nasional (Monas) Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta. Awalnya istana ini digunakan sebagai tempat kediaman resmi Gubernur Jenderal Hindia Belanda hingga pada masa pendudukan Jepang di Indonesia. Istana dengan luas sekitar 2.400 m² ini terletak satu kompleks dengan Istana Negara dan Bina Graha.

Istana Merdeka
Bagian depan Istana Merdeka
Peta
Informasi umum
Gaya arsitekturPalladian architecture
LokasiJalan Medan Merdeka Utara Gambir
Jakarta 10160, Indonesia
Mulai dibangun1873
Desain dan konstruksi
ArsitekJacobus Bartholomeus Drossaers

Sejarah

 
Litografi istana Koningsplein pada tahun 1880-an
 
Bagian dalam istana tahun 1936
 
Pergantian penjaga, Jakarta, Indonesia.

Istana Risjwijk yang dibangun lebih awal pada tahun 1796 dinilai sesak untuk kegiatan administratif kenegaraan sehingga Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada saat itu, Pieter Mijer memerintahkan untuk membangun sebuah bangunan baru sebagai pengganti Istana Risjwijk pada tahun 1869.

Pembangunan istana ini baru dilaksanakan 4 tahun kemudian ketika masa pemerintahan Gubernur Jenderal James Loudon pada tahun 1873. Istana baru ini dibangun di sebelah selatan Istana Risjwijk, menghadap ke arah Koningsplein (sekarang Medan Merdeka). Akhirnya istana ini diresmikan tahun 1879 pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Johan Wilhelm van Lansberge setelah menelan biaya 360.000 Gulden.

Istana ini lalu dinamakan Paleis te Koningsplein (Istana Koningsplein) atau masyarakat sering menyebutnya sebagai Istana Gambir karena banyak pohon gambir yang tumbuh di sekitar Lapangan Koningsplein.[1][2]

Pada masa pendudukan Jepang, Istana ini bersamaan dengan Istana Rijswijk dijadikan tempat kediaman resmi Saiko Shikikan.

Pada awal masa pemerintahan Republik Indonesia, Istana Merdeka sempat menjadi saksi sejarah penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) oleh Pemerintah Belanda pada 27 Desember 1949. Waktu itu RI diwakili oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX, sedangkan kerajaan Belanda diwakili A.H.J. Lovink, wakil tinggi mahkota Belanda di Indonesia.

Dalam upacara yang mengharukan itu bendera Belanda diturunkan dan bendera Indonesia dinaikkan ke langit biru. Ratusan ribu orang memenuhi tanah lapangan dan tangga-tangga gedung ini diam mematung dan meneteskan air mata ketika bendera Merah Putih dinaikkan. Tetapi, ketika Sang Merah Putih menjulang ke atas dan berkibar, meledaklah kegembiraan mereka dan terdengar teriakan: Merdeka! Merdeka! Sejak saat itu Istana Gambir dinamakan Istana Merdeka.[2]

Sehari setelah pengakuan kedaulatan oleh kerajaan Belanda, pada 28 Desember 1949 Presiden Soekarno beserta keluarganya tiba dari Yogyakarta dan untuk pertama kalinya mendiami Istana Merdeka. Peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus di Istana Merdeka pertama kali diadakan pada 1950. Tercatat selain Presiden Sukarno, yang mendiami istana ini adalah Presiden Abdurrahman Wahid, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan Presiden Joko Widodo.

 
Istana Merdeka dilihat dari atas
 
Russian-Indonesian talks in an extended format.

Kini Istana Merdeka digunakan untuk penyelenggaraan acara-acara kenegaraan, antara lain Peringatan Detik-detik Proklamasi, upacara penyambutan tamu negara, dan penyerahan surat-surat kepercayaan duta besar negara sahabat.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Istana-Istana Kepresidenan Republik Indonesia, setneg.go.id
  2. ^ a b "Merdeka, Istana". Jakarta. Diarsipkan dari versi asli tanggal January 13, 2010. 

Pranala luar