Sarekat Islam
Sarekat Islam (SI) adalah sebuah organisasi perdagangan berlandaskan hukum Islam. SI adalah organisasi kebangsaan pertama di Indonesia. Hadir pertama kali sebagai gabungan pedagang pribumi beragama islam yang melawan dominasi dagang keturunan China dengan nama Sarekat Dagang Islam. Karena keadaan politik dan sosial mendukung SI menjadi organisasi yang tampil di perpolitikan, maka SDI berubah nama menjadi SI atau Sarekat Islam. Beberapa sejarawan menganggap hari kelahiran SI pantas dijadikan tolak ukur awal pergerakan Indonesia.
Sejarah
Artikel ini menggunakan kata-kata yang berlebihan dan hiperbolis tanpa memberikan informasi yang jelas. |
Artikel ini perlu diwikifikasi agar memenuhi standar kualitas Wikipedia. Anda dapat memberikan bantuan berupa penambahan pranala dalam, atau dengan merapikan tata letak dari artikel ini.
Untuk keterangan lebih lanjut, klik [tampil] di bagian kanan.
|
Sarekat Dagang Islam berdiri pada 16 Oktober 1905 sebagai wadah persatuan pada pedagang pribumi Muslim. Awal gerakan ini dimulai di Solo dan dimotori oleh seorang saudagar Muslim di Surakarta, H Samanhudi. SDI pada awalnya diarahkan untuk melawan dominasi Cina yang menguasai dunia perdagangan dan mengancam eksistensi para pedagang pribumi.
Anggaran Dasar SDI, sebagaimana tercatat dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia, bertujuan untuk berikhtiar meingkatkan persaudaraan di antara anggota dan tolong menolong di kalangan kaum Muslimin, berusaha meningkatkan derajat kemakmuran dan kebebasan negeri. Pusat perhatian organisasi ini adalah menyelamatkan ekonomi pribumi dari dominasi pedagang-pedagang China. Organisasi ini meluas sampai ke lapisan masyarakat bawah. Alasan masuknya kaum bawah ke SDI adalah agar mereka dapat mendapatkan harga murah di pasaran ataut dapat memuat barangnya ke pasar karena orang-orang non anggota SI sering ditolak masuk menggunakan kereta api yang disewa oleh SDI. Oleh karena anggotanya membangkak dan dianggap mengancam kekuasaan koloni, kemudian oleh pemerintah Hindia Belanda menganggapnya sebagai organisasi yang mengancam stabilitas sehingga dibekukan pada Agustus 1912.
Pada akhir Agustus 1912 pembekuan SDI dicabut karena tidak cukupnya bukti. Setelah itu dilakukan perubahan pada tubuh SDI sebagai aset umat dalam rangka menyikapi perkembangan yang terjadi di tanah air. Perkembangan tersebut tak jauh dari munculnya pemikiran-pemikiran baru seperti Sosialisme, Pan Islamisme dan Komunismeyang hadir baik dari Mahasiswa yang baru datang dari Belanda atau jebolan pesantren di Mekkah, Arab Saudi. Penyebar ideologi "impor" tersebut juga berasal dari kaum Eropa sendiri yang datang ke Hindia Belanda. Muncullnya pemimpin baru, Haji Oemar Said Tjokroaminoto membuat SDI berubah menjadi SI atau Serikat Indonesia.Hal ini menjadikan SI sebagai salah satu organisasi yang bisa masuk ke kancah politik di Hindia Belanda. Tercatat H Samanhudi sebagai ketua dan HOS Tjokroaminoto sebagai komisaris. Anggaran Dasar disahkan dengan akta notaris di Surabaya pada 10 September 1912. Sayang sekali, para pemimpin ini terkadang masih menggunakan gaya-gaya feodal seperti yang di ceritakan oleh Pramoedya Ananta Toer.
Sejak berdirinya, tercatat sejumlah advokasi yang dilakukan oleh SI. Organisasi ini kemudian menjadi salah satu tolak ukur kekuatan pergerakan di Indonesia. Pemerintah yang tak ingin direpotkan membuat cabang SI yang muncul bagai jamur memiliki kekuatan otonomi sehingga pusat SI tidak bisa mengintimidasi cabang guna melakukan protes secara nasional.
Konflik pusat SI dengan cabangnya yang paling parah adalah dengan SI cabang Semarang yang lebih dikenal sebagai SI Merah atau SI Semarang. Saat itu SI Semarang diindikasikan menjadi basis para komunis di Indonesia. Hal ini tidak salah karena dalam pergerakan era pre 1920, orang dapat membuat lebih dari satu kartu keanggotaan partai dan di Semarang adalah pusat dari ISDV yang pro-komunis. Selain itu banyak anggota ISDV yang masuk ke dalam SI sebagai sarana juang mereka. Dianggap oleh mereka bahwa SI-lah yang akan menggerakan seluruh warga Indonesia menuju kemerdekaan. SI Semarang juga melakukan gerakan-gerakan anti-kapitalisasi seperti membantu mogok bahkan memprovokasikanya. Awalnya kedua SI ini bersatu dan berjuang bersama. Namun, karena konflik yang panjang keduanya saling tuduh dan akhirnya Haji Agoes Salim (salah satu tokoh SI) memutuskan untuk melakukan disiplin partai. Peraturan baru ini mengultimatum para anggota SI agar tidak memilih partai lain, isinya adalah anggota SI tidak boleh ikut partai lain. Hasil dari keputusan ini sangat disayangkan oleh SI Semarang dan sebagian besar anggotanya keluar dari SI.
Perkembangan SI begitu pesat. Pada waktu itu SI menjadi kekuatan politik yang amat terasa pengaruhnya. Tahun 1916 tercatat 181 cabang di seluruh Indonesia dengan tak kurang dari 700 ribu anggota. Sebuah angka yang fantastis kala itu, Budi Utomo di masa keemasannya saja hanya beranggotakan tak lebih dari 10 ribu orang.
Catatan kelam SI adalah saat dipertanyakan loyalitas HOS Cokroaminoto terhadap organisasi. Dia dituduh korupsi saat mengadakan acara pertemuan atau kongres di Kudus, Jawa Tengah. Sejak saat itu, SI menjadi kurang punya kekuatan di kalangan bawah yang mencoba partai baru seperti PKI atau gerakan politik lainya.
Kongres SI
Kongres pertama diadakan pada bulan Januari 1913. Dalam kongres ini Cokroaminoto menyatakan bahwa SI bukan merupakan organisasi politik, dan bertujuan untuk meningkatkan perdagangan antar bangsa Indonesia, membantu anggotanya yang mengalami kesulitan ekonomi serta mengembangkan kehidupan relijius dalam masyarakat Indonesia.
Kongres kedua diadakan pada bulan Oktober 1917.
Kongres ketiga diadakan pada tanggal 29 September hingga 6 Oktober 1918 di Surabaya. Dalam kongres ini Cokroaminoto menyatakan jika Belanda tidak melakukan reformasi sosial berskala besar, SI akan melakukannya sendiri di luar parlemen.
Bacaan rujukan
- George McTurnan Kahin, Nationalism and Revolution in Indonesia, Cornell University Press, 1952.
Pranala luar
- (Inggris) The Sarekat Islam