Agustinus Adisoetjipto

Pahlawan Revolusi Kemerdekaan

Marsekal Muda (Anumerta) Agustinus Adisoetjipto,[1] (3 Juli 1916 – 29 Juli 1947) (Hanacaraka: ꦄꦒꦸꦱ꧀ꦠꦶꦤꦸꦱ꧀​ꦄꦢꦶꦱꦸꦠ꧀ꦗꦶꦥ꧀ꦠꦺꦴ) adalah seorang pahlawan nasional dan seorang komodor udara Indonesia. Ia adalah seorang penganut agama Katolik.

Agustinus Adisutjipto
Berkas:Adisutjipto.jpg
Lahir(1916-07-03)3 Juli 1916
Salatiga, Jawa Tengah, Hindia Belanda
Meninggal29 Juli 1947(1947-07-29) (umur 31)
Bantul, Yogyakarta, Indonesia
DikebumikanMonumen Perjuangan TNI AU
PenghargaanPahlawan Nasional Indonesia

Pendidikan

Berkas:Adisucipto+soedjono.jpg
Adisutjipto bersama HM Soedjono.

Adisoetjipto mengenyam pendidikan GHS (Geneeskundige Hoge School) (Sekolah Tinggi Kedokteran) dan lulusan Sekolah Penerbang Militaire Luchtvaart di Kalijati.

Aktivitas

Pada tanggal 15 November 1945, Adisoetjipto mendirikan Sekolah Penerbang di Yogyakarta, tepatnya di Lapangan Udara Maguwo, yang kemudian diganti namanya menjadi Bandara Adisutjipto, untuk mengenang jasanya sebagai pahlawan nasional.

Kematian

Pada saat Agresi Militer Belanda I, Adisujipto dan Abdulrahman Saleh diperintahkan terbang ke India menggunakan pesawat Dakota VT-CLA. Penerobosan blokade udara Belanda menuju India dan Pakistan berhasil dilakukan. Sebelum pulang ke Indonesia, mereka singgah di Singapura untuk mengangkut bantuan obat-obatan Palang Merah Malaya. Sehingga pesawat baru berangkat kembali pada pukul 13.00, pesawat ini mengangkut total 9 orang, yakni:

  1. Komodor Muda Udara Agustinus Adisutjipto
  2. Komodor Muda Udara Prof. Dr. Abdulrahman Saleh
  3. Pilot, A.N Constantine , berkebangsaan Australia
  4. Co-pilot,R.L. Hazelhurst, berkebangsaan Inggris
  5. Juru Radio, Opsir Udara Adisumarmo Wiryokusumo
  6. Juru Teknik, Bhida RAM , berkebangsaan India
  7. Ny. A.N. Constantine
  8. Zainal Arifin , Atase Perdagangan RI di Singapura
  9. A. Gani Handonocokro

Sementara itu, di Lanud Maguwo, KSAU Soerjadi Surjadarma telah menunggu kedatangan pesawat ini dan memerintahkan agar pesawat tidak perlu berputar-putar sebelum mendarat, untuk menghindari kemungkinan serangan udara terhadap pesawat tersebut. Ini mengingat bahwa di dalam pesawat, ada dua tokoh penting AURI, yakni Adisutjipto dan Abdul Rahman Saleh.

Saat telah mendekati Lanud Maguwo pada pukul 16.30, pesawat ini pun tetap berputar-putar untuk bersiap mendarat. Tiba-tiba dari arah Utara, muncul dua pesawat Kittyhawk[2] milik Belanda yang diawaki oleh Lettu B.J. Ruesink dan Serma W.E. Erkelens, yang langsung menembaki pesawat tersebut. Akibatnya pesawat hilang kendali dan akhirnya pesawat jatuh di perbatasan Desa Ngoto dan Wojo dan langsung terbakar. Semua orang di pesawat meninggal dunia, hanya pesawatnya yang berhasil selamat.

Ia dimakamkan di pemakaman umum Kuncen I dan II, dan kemudian pada tanggal 14 Juli 2000[1] dipindahkan ke Monumen Perjuangan TNI AU di Ngoto, Bangunharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta.

Referensi

  1. ^ a b Koran Kompas Cyber Media, Sabtu 15 Juli 2000, Dipindah, Kerangka Jenazah Adisutjipto dan Abdulrachman Saleh
  2. ^ Angkasa Online No 1 Oktober 2006 Tahun XVIIPara Sahabat AURI yang Terlupakan Kittyhawk Belanda di Dusun Ngoto pada tanggal 29 Juli 1947.