Bumi Bola Salju

Revisi sejak 24 Juli 2019 08.58 oleh Danu Widjajanto (bicara | kontrib) (seperti terjemahan mesin)

Hipotesis Bumi Bola Salju merupakan hipotesis yang memperkirakan bahwa permukaan Bumi pernah beku sepenuhnya sekitar 650 juta tahun yang lalu. Pendukung hipotesis ini menyatakan bahwa penjelasan yang ditawarkan hipotesis Bumi Bola Salju mampu menjawab pertanyaan mengenai keberadaan endapan sedimen yang sifatnya glasial di lintang purba, sementara penentang hipotesis ini menolak simpulan yang ditarik dari bukti tersebut dan mempertanyakan kemungkinan terjadinya peristiwa ini.[1][2] Ada beberapa pertanyaan yang belum dijawab, seperti apakah Bumi sepenuhnya terlapisi oleh salju, atau hanya sebagian dan ada bagian kecil yang tetap cair (atau cair musiman).

Palaeomagnetisme

Mengingat plat tektonik bergerak setiap saat, penentuan posisinya pada suatu waktu dalam sejarah tidaklah mudah. Selain pertimbangan bagaimana daratan dapat cocok merapat, latitude deposit batu-batuan dapat dibatasi oleh palaeomagnetisme. Ketika batuan sedimentari terbentuk, mineral bermagnet di dalamnya cenderung menyesuaikan diri dengan medan magnet bumi. Melalui pengukuran cermat palaeomagnetisme, dimungkinkan untuk memperkirakan latitude (tapi longitude tidak) di mana matriks batuan itu didepositkan. Pengukuran paleomagnet mengindikasikan bahwa sejumlah sedimen glasial pada catatan batuan era Neoproterozoic didepositkan di dalam jangkauan 10 derajat dari kathulistiwa,[3] meskipun keakurasian rekonstruksi ini masih dipertanyakan.[4] Lokasi palaeomagnet sedimen glasial ini (misalnya dropstone) menunjukkan bahwa glasier menyebar sampai permukaan laut pada latitude tropis. Tidak jelas apakah dapat disiratkan adanya glasiasi global, atau keberadaan wilayah glasial yang terlokalisasi atau terkurung daratan.[5] Ada satu deposit, Elatina di Australia, yang jelas didepositkan pada latitude rendah; tarikhnya sungguh terbataas, dan signalnya benar-benar asli.[6]

Deposit glasial latitude rendah

Diamictite dari Neoproterozoic Pocatello Formation, suatu deposit berjenis 'snowball Earth'
Elatina Fm diamictite di bawah situs Ediacaran GSSP pada Flinders Ranges NP, South Australia. Koin A$1 untuk skala.

Batuan sedimentari yang didepositkan oleh glasier mempunyai ciri khas sehingga dapat diidentifikasi. Jauh sebelum munculnya hipotesis snowball Earth banyak sedimen Neoproterozoic telah ditafsirkan mempunyai suatu asal mula glasial, termasuk beberapa yang berada pada latitude tropis pada waktu deposisinya. Namun, perlu diingat bahwa banyak ciri sedimentari yang secara tradisional dikaitkan dengan glasier dapat pula dibentuk dengan cara lain.[7]

Rasio isotop karbon

Ada dua isotop karbon stabil di air laut: karbon-12 (12C) dan karbon-13 (13C) yang jarang ada, keseluruhan membentuk 1.109 persen atom karbon. Proses biokimia, di antaranya fotosintesis, cenderung memilih melibatkan isotop 12C yang lebih ringan. Jadi pelaku fotosintesis di lautan, baik protista dan algae, cenderung kekurangan 13C, relatif terhadap yang banyak ditemukan di sumber vulkanik primer untuk karbon di bumi. Maka, suatu lautan dengan kehidupan fotosintesis akan mengandung rasio 13C/12C yang lebih kecil dalam bekas-bekas organik, terutama dibandingkan dengan air laut. Komponen organik sedimen membatu (lithified sediment) akan selamanya sedikit, tetapi terukur, kekurangan 13C.

Selama peristiwa bumi bola salju, ditemukan ekskursi cepat dan sangat negatif pada rasio 13C to 12C.[8] Ini konsisten dengan kebekuan dalam yang membunuh semua atau hampir semua kehidupan fotosintesis – meskipun mekanisme lain, misalnya pelepasan clathrate, dapat pula menyebabkan gangguan semacam itu. Analisis cermat mengenai waktu lonjakan 13C pada deposit di seluruh dunia menunjukkan adanya empat, mungkin lima, peristiwa glasial pada akhir zaman Neoproterozoic.[9]

Formasi besi berbalut

2.1 billion year old rock with black-band ironstone

Formasi besi berbalut (Banded iron formations; BIF) adalah batuan sedimentari yang terdiri dari lembaran besi oksida dan chert yang kekurangan zat besi. Dengan adanya oksigen, besi secara alamiah mengalami perkaratan dan menjadi tidak larut dalam air. Formasi besi berbalut umumnya sangat tua dan deposisi yang sering dikaitkan dengan oksidasi atmosfer bumi pada era Paleoproterozoic, ketika besi yang larut di dalam lautan berkontak dengan oksigen yang dihasilkan dari fotosintesis dan mengendap sebagai besi oksida.

Balutan-balutan ini dihasilkan pada tipping point antara anoxic dan lautan yang beroksigen. Karena atmosfer saat ini kaya akan oksigen (hampir 21 persen volume) dan berkontak dengan lautan, tidak mungkin untuk mengakumulasi cukup besi oksida untuk dideposisi dalam formasi berbalut. Satu-satunya pembentukan ekstensif besi yang didepositkan setelah era Paleoproterozoic (setelah 1,8 miliar tahun lalu) dikatikan dengan deposit glasial Cryogenian.

Untuk mendepositkan batuan kaya zat besi semacam itu harus ada keadaan anoxia di lautan, sehingga besi yang larut (sebagai ferrous oxide) dapat terakumulasi sebelum berkontak dengan oksidan yang akan mengendapkannya sebagai ferric oxide. Supaya lautan menjadi anoxik maka harus terjadi pembatasan pertukaran gas dengan atmosfer yang mengandung oksigen. Pendukung hipotesis ini berargumen bahwa kemunculan kembali BIF pada batuan sedimentari adalah hasil dari terbatasnya kadar oksigen di dalam laut yang tertutup oleh es di laut,[10] sementara para penentang berpendapat bahwa jarangnya deposit BIF mengindikasikan pembentukan di laut yang ada di daratan. -->

Referensi

  1. ^ Kirschvink, J.L. (1992). "Late Proterozoic low-latitude global glaciation: The snowball Earth". Dalam Schopf, JW, and Klein, C. The Proterozoic Biosphere: A Multidisciplinary Study (PDF). Cambridge University Press. hlm. 51–2. 
  2. ^ Allen, Philip A.; Etienne, James L. (2008). "Sedimentary challenge to Snowball Earth". Nature Geoscience. 1 (12): 817. doi:10.1038/ngeo355. 
  3. ^ D.A.D. Evans (2000). "Stratigraphic, geochronological, and palaeomagnetic constraints upon the Neoproterozoic climatic paradox". American Journal of Science. 300 (5): 347–433. doi:10.2475/ajs.300.5.347. 
  4. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Eyles2004
  5. ^ Young, G.M. (1 February 1995). "Are Neoproterozoic glacial deposits preserved on the margins of Laurentia related to the fragmentation of two supercontinents?". Geology. 23 (2): 153–6. Bibcode:1995Geo....23..153Y. doi:10.1130/0091-7613(1995)023<0153:ANGDPO>2.3.CO;2. Diakses tanggal 27 April 2007. 
  6. ^ Sohl, L.E. (1999). "Paleomagnetic polarity reversals in Marinoan (ca. 600 Ma) glacial deposits of Australia; implications for the duration of low-latitude glaciation in Neoproterozoic time". Bulletin of the Geological Society of America. 111 (8): 1120–39. Bibcode:1999GSAB..111.1120S. doi:10.1130/0016-7606(1999)111<1120:PPRIMC>2.3.CO;2. Diakses tanggal 11 March 2008. 
  7. ^ Arnaud, E. (2002). "Glacial influence on Neoproterozoic sedimentation: the Smalfjord Formation, northern Norway". Sedimentology. 49 (4): 765–88. doi:10.1046/j.1365-3091.2002.00466.x. 
  8. ^ D.H. Rothman; J.M. Hayes; R.E. Summons (2003). "Dynamics of the Neoproterozoic carbon cycle". Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A. 100 (14): 124–9. Bibcode:2003PNAS..100.8124R. doi:10.1073/pnas.0832439100. PMC 166193 . PMID 12824461. 
  9. ^ Kaufman, Alan J. (24 June 1997). "Isotopes, ice ages, and terminal Proterozoic earth history". Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A. 94 (13): 6600–5. Bibcode:1997PNAS...94.6600K. doi:10.1073/pnas.94.13.6600. PMC 21204 . PMID 11038552. Diakses tanggal 6 May 2007. 
  10. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Kirschvink