D.I. Pandjaitan

Pahlawan Revolusi Indonesia
Revisi sejak 21 September 2019 20.51 oleh AABot (bicara | kontrib) (Bot: Perubahan kosmetika)

Mayor Jenderal TNI Anumerta Donald Isaac Panjaitan (9 Juni 1925 – 1 Oktober 1965) adalah salah satu pahlawan revolusi Indonesia. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta

D.I. Pandjaitan
Informasi pribadi
Lahir
Donald Izacus Panjaitan

(1925-06-09)9 Juni 1925
Belanda Balige, Sumatra Utara
Meninggal1 Oktober 1965(1965-10-01) (umur 40)
Indonesia Lubang Buaya, Jakarta
Suami/istriMarieke Pandjaitan br Tambunan
Anak1. Catherine Pandjaitan
2. Masa Arestina
3. Ir (Ing) Salomo Pandjaitan
4. Letnan Jenderal (Purn) Hotmangaraja Panjaitan
5. Tuthy Kamarati Pandjaitan
6. Riri Budiasri Pandjaitan
PekerjaanTNI-AD
Penghargaan sipilPahlawan Revolusi
Karier militer
Pihak Indonesia
Dinas/cabang TNI Angkatan Darat
Masa dinas1945 - 1965
Pangkat Mayor Jenderal TNI (Anumerta)
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Panjaitan lahir di Balige, Tapanuli, 19 Juni 1925. Pendidikan formal diawali dari Sekolah Dasar, kemudian masuk Sekolah Menengah Pertama, dan terakhir di Sekolah Menengah Atas. Ketika ia tamat Sekolah Menengah Atas, Indonesia sedang dalam pendudukan Jepang. Sehingga ketika masuk menjadi anggota militer ia harus mengikuti latihan Gyugun. Selesai latihan, ia ditugaskan sebagai anggota Gyugun di Pekanbaru, Riau hingga Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.

Ketika Indonesia sudah meraih kemerdekaan, ia bersama para pemuda lainnya membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang kemudian menjadi TNI. Di TKR, ia pertama kali ditugaskan menjadi komandan batalyon, kemudian menjadi Komandan Pendidikan Divisi IX/Banteng di Bukittinggi pada tahun 1948. Seterusnya menjadi Kepala Staf Umum IV (Supplay) Komandemen Tentara Sumatra. Dan ketika Pasukan Belanda melakukan Agresi Militernya yang Ke II, ia diangkat menjadi Pimpinan Perbekalan Perjuangan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).

Seiring dengan berakhirnya Agresi Militer Belanda ke II, Indonesia pun memperoleh pengakuan kedaulatan. Panjaitan sendiri kemudian diangkat menjadi Kepala Staf Operasi Tentara dan Teritorium (T&T) I Bukit Barisan di Medan. Selanjutnya dipindahkan lagi ke Palembang menjadi Kepala Staf T & T II/Sriwijaya.

Setelah mengikuti kursus Militer Atase (Milat) tahun 1956, ia ditugaskan sebagai Atase Militer RI di Bonn, Jerman Barat. Ketika masa tugasnya telah berakhir sebagai Atase Militer, ia pun pulang ke Indonesia. Namun tidak lama setelah itu yakni pada tahun 1962, perwira yang pernah menimba ilmu pada Associated Command and General Staff College, Amerika Serikat ini, ditunjuk menjadi Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad). Jabatan inilah terakhir yang diembannya saat peristiwa G 30/S PKI terjadi.

Ketika menjabat Asisten IV Men/Pangad, ia mencatat prestasi tersendiri atas keberhasilannya membongkar rahasia pengiriman senjata dari Republik Rakyat Tiongkok (RRT) untuk PKI. Dari situ diketahui bahwa senjata-senjata tersebut dimasukkan ke dalam peti-peti bahan bangunan yang akan dipakai dalam pembangunan gedung Conefo (Conference of the New Emerging Forces). Senjata-senjata itu diperlukan PKI yang sedang giatnya mengadakan persiapan untuk mempersenjatai angkatan kelima.

Karier Militer

D.I Pandjaitan memulai karir militernya saat ia mengikuti pendidikan Giyugun di Bukitinggi, Sumatera Barat dan lulus dengan pangkat Shoi (Letnan Dua), kemudian ia ditugaskan di Pekanbaru sampai indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Pasca proklamasi kemerdekaan, Pandjaitan bergabung dengan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) yang nantinya menjadi TNI (Tentara Nasional Indonesia) dan menjabat sebagai Komandan Batalyon I merangkap Kepala Latihan Resimen IV Divisi III / Banteng hingga panda puncaknya menjabat sebagai Asisten IV Menteri / Panglima Angkatan Darat.

Perjalanan karier [1]

  1. Shodancho (Komandan Pleton) Giyugun di Pekanbaru (1944-1945).
  2. Anggota BKR di Riau (1945).
  3. Komandan Batalyon I merangkap Kepala Latihan TKR Resimen IV Divisi IX / Banteng (1945-1947).
  4. Kepala Staf Resimen IV Riau Utara Divisi IX / Banteng (1947-1948).
  5. Kepala Bagian IV / Supply Komando Tentara Teritorium Sumatera merangkap Kepala Pusat Perbekalan PDRI (1948-1949).
  6. Kepala Bagian II / Operasi Komando Tentara Teritorium Sumatera Utara kemudian menjadi KO TT I / Bukit Barisan (1949-1952).
  7. Kepala Bagian III / Organisasi KO TT I / Bukit Barisan (1950-1952).
  8. Wakil Kepala Staf merangkap Pelaksana Kepala Staf TT II / Sriwijaya (1952-1956).
  9. Mendapat tugas mengikuti pendidikan di Kursus Militer Atase Gelombang I dan Senior Officer Courses of the Infantry School, India (1956).
  10. Asisten Atase Militer di Bonn, Jerman Barat (1956-1960).
  11. Atase Militer di Bonn, Jerman Barat (1960-1962).
  12. Asisten IV Menteri / Panglima Angkatan Darat (1962-1965).
  13. Perwira Siswa di Associate Courses pada U.S Army General and Command Staff College (1963-1964).
  14. Tewas dalam Peristiwa G30S/PKI dan kemudian dianugerahi kenaikan pangkat menjadi Mayor Jenderal TNI Anumerta (1965).

Kepangkatan

  1. Mayor (30 Oktober 1945- 30 Oktober 1948).
  2. Kapten (30 Oktober 1948-1 Oktober 1952), Pangkat diturunkan karena adanya Kebijakan Re-Ra (Reorganisasi dan Rasionalisasi) TNI.
  3. Mayor (1 Oktober 1952-1 Juni 1956).
  4. Letnan Kolonel (1 Juni 1956-1 Juli 1960).
  5. Kolonel (1 Juli 1960-1 Juli 1963)
  6. Brigadir Jenderal TNI (1 Juli 1963-5 Oktober 1965).
  7. Tewas dalam peristiwa G30S / PKI (30 September / 1 Oktober 1965).
  8. Mayor Jenderal TNI Anumerta (5 Oktober 1965).

Kematian

 
Perangko D.I. Pandjaitan keluaran tahun 1966

Pada jam-jam awal 1 Oktober 1965, sekelompok anggota Gerakan 30 September meninggalkan Lubang Buaya menuju pinggiran Jakarta. Mereka memaksa masuk pagar rumah Panjaitan di Jalan Hasanudin, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, lalu menembak dan menewaskan salah seorang pelayan yang sedang tidur di lantai dasar rumah dua lantai dan menyerukan Panjaitan untuk turun ke bawah. Dua orang pemuda yaitu Albert Naiborhu dan Viktor Naiborhu terluka berat saat mengadakan perlawanan ketika D.I. Panjaitan diculik, tidak lama kemudian Albert meninggal. Setelah penyerang mengancam keluarganya, Panjaitan turun dengan seragam yang lengkap berdoa, sambil menyerahkan diri kepada Yang Maha Esa untuk memenuhi panggilan tugas yang dimanupalasi oleh gerombolan PKI dan ditembak mati. mayatnya dimasukkan ke dalam truk dan dibawa kembali ke markas gerakan itu di Lubang Buaya. Kemudian, tubuh dan orang-orang dari rekan-rekannya dibunuh tersembunyi di sebuah sumur tua. Mayat ditemukan pada tanggal 4 Oktober, dan semua diberi pemakaman kenegaraan pada hari berikutnya. Panjaitan mendapat promosi anumerta sebagai Mayor Jenderal dan diberi gelar Pahlawan Revolusi.

Pranala luar


  1. ^ Br Tambunan, Marieke Pandjaitan (1997). K.H, Ramadhan; Sriwibawa, Sugiarta, ed. D.I Pandjaitan : Pahlawan Revolusi Gugur Dalam Seragam Kebesaran. Pustaka Sinar Harapan. ISBN 979-416-423-2.