3: Alif Lam Mim

film Indonesia tahun 2015
Revisi sejak 26 September 2019 02.52 oleh Ah madsufi (bicara | kontrib)

3 (juga dikenal sebagai 3: Alif Lam Mim) adalah film laga futuristik pertama di Indonesia yang dirilis pada 1 Oktober 2015, menceritakan tentang persahabatan, persaudaraan, dan drama keluarga.

3[1]
Berkas:144135105365944 300x430.jpg
Poster film
SutradaraAnggy Umbara
ProduserArie Untung
Ditulis olehAnggy, Bounty, & Fajar Umbara
PemeranCornelio Sunny
Abimana Aryasatya
Agus Kuncoro
Prisia Nasution
Tika Bravani
Cecep Arif Rahman
Donny Alamsyah
Verdi Solaiman
Tanta Ginting
SinematograferDicky R. Maland
PenyuntingBounty Umbara
Perusahaan
produksi
DistributorMultivision Plus
Tanggal rilis
1 Oktober 2015 (2015-10-01)
NegaraIndonesia Indonesia
BahasaIndonesia

Pada ajang Festival Film Indonesia 2015 film ini mendapatkan lima nominasi; yaitu Skenario Terbaik (Umbara bersaudara), Pemeran Pendukung Pria Terbaik (Tanta Ginting), Pemeran Anak Terbaik (Bima Azriel), Tata Suara Terbaik (Khikmawan Santosa & Novi DRN), dan Efek Visual Terbaik (Sinergy Animation).

Sinopsis

3: Alif Lam Mim adalah film laga futuristik pertama di Indonesia yang menceritakan tentang persahabatan, persaudaraan dan drama keluarga. Jakarta 2036, begitu banyak terjadi perubahan. Negara sudah kembali damai dan sejahtera sejak perang saudara dan pembantaian kaum radikal berakhir di Revolusi tahun 2026.

Hak asasi manusia menjadi segalanya. Penggunaan peluru tajam sebagai senjata sudah menjadi ilegal. Aparat menggunakan peluru karet untuk menangkap penjahat dan teroris yang masih tersisa. Satu dilema yang sangat menyulitkan bagi aparat mengingat beberapa kelompok radikal kembali bangkit dan berjuang untuk menganti wajah demokrasi sehingga aparat mengandalkan kemampuan bela diri yang tinggi untuk menumpas para penjahat.

Alif, Lam dan Mim adalah tiga sahabat dari satu perguruan silat yang dibesarkan bersama di padepokan Al-Ikhlas.

Alif yang lurus dan keras dalam bersikap memilih menjadi aparat negara. Ia bertekad membasmi semua bentuk kejahatan dan mencari para pembunuh kedua orangtuanya. Lam yang sikapnya lebih tenang menjadi seorang jurnalis. Bertujuan untuk menyebarkan kebenaran dan menjadikan dirinya mata dari rakyat. Sementara Mim yang bijak memilih mengabdi menjadi pengajar dan menetap di padepokan. Ketiganya dipertemukan kembali setelah terjadi kekacauan pasca ledakan bom di sebuah cafe.

Bukti-bukti versi kepolisian dan investigasi mengarah pada keterlibatan Mim beserta anak-anak padepokan. Namun lam sebagai jurnalis mendapat informasi dari agen misterius yang berisi rekaman CCTV kejadian sebelum ledakan yang terjadi disebuah cafe. Rekaman tersebut menunjukkan bahwa ledakan yang terjadi adalah scenario dari agen profesional yang bertujuan melakukan framing dan mendiscreditkan ummat islam. dengan kondisis Alif yang menerima bukti bukti prematur dari atasannya sehingga ia harus menghadapi sahabatnya sendiri dan menghancurkan padepokan yang telah membesarkannya. Lam yang terjepit di antara kedua sahabat berusaha mencari titik temu demi menghindari kehancuran yang lebih parah. Mim memilih mengahadapi para aparat dan rela mengorbankan jiwanya tanpa kompromi.

Alif, Lam dan Mim dipaksa bertempur satu sama lain dalam mempertahankan dan memperjuangkan kebenarannya masing-masing, seraya harus terus menjaga keluarga dan orang-orang yang mereka hormati dan cintai.

Film ini merupakan suatu bentuk visualisasi dari pergulatan politik yang membutuhkan kambing hitam demi tercapainya kepentingan suatu pihak, sehingga apapun dan siapapun akan dikorbankan demi tercapainya kepentingan tersebut, termasuk orang-orang yang tidak bersalah, hingga agama dan ummatnya.[2] .

Referensi

  1. ^ "3". 21 Cineplex. 
  2. ^ "3". 21 Cineplex. 

Pranala luar