Peksi Moi

kesenian dari Yogyakarta, Indonesia

Merupakan tarian yang dikenalkan oleh seorang ulama yang bernama KH. Nahrowi pada tahun 1954. Beliau berasal dari Ploso Kuning, Minomartani, Ngangglik Sleman. Ia juga merupakan salah satu ulama yang ikut serta dalam membangun Masjid Pathok Negoro di Ploso Kuning, dan mendapatkan tugas menyiarkan agama islam di wilayah utara, yaitu daerah Tempel dan Dusun Soka Wetan.

Peksimoi atau Peksi Moi merupakan singkatan dari Persatuan Kesenian Islam Main Olahraga Bela Diri (Peksimoi), berasal dari Dusun Soka Wetan, Kelurahan Merdikorejo Kecamatan Tempel, Kabupaten Sleman, yang digunakan untuk menunjukkan bahwa tarian merupakan kumpulan gerakan bela diri yang diiringi dengan instrumen. Setiap instrumen dan lagu yang dimainkan memiliki gerkaan yang berbeda-beda. Berupa tari latar, sehingga dapat dimainkan di mana saja berdurasi pendek, kurang lebih 2-3 menit, atau bahkan ada yang sampai satu jam. Syair atau lagu yang mengiringimeupkana syair tentang ajakan beribadah kepada Allah SWT dan menunjukkan persatuan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).

Peksimoi terdiri dari penari, pemusik, dan penyanyi. Penari terdiri dari 12-16 orang , empat orang pemusik yang memainkan alat musik berupa tiga terbang (rebana) dan satu gendang, serta dua orang penyanyi. Pementasan tari terdiri dari laki-laki dan perempuan dnengan 35 lagu yang mengiringi, lagu hanya berupa syair-syairu ajakan, dan tidak memiliki alur cerita. Terdapat tiga jenis bahasa dan satu rangkaian nada yang digunakan dalam syair Peksimoi, yaitu Bahasa Arab (8bait). Jenis-jenis syair yang dilagukan antara lain : Ya Rasululloh, Lekas Main, Baru datang, Negara, Manusia, Ya Mauhaimin ya salam, Sunguh kami sekalian, Thalat naba, lasol, Tidak jadi apa, Minta berhenti, marhaban, Rupa jalma, Selamat sempurna, Atur sembah aken, Do mi sol, Hormat kami, Minala, Shalatulloh, Ini mana, Kalau ada, Kinclong, Memberitahu, Naik sepeda, Salendang, Mintalah ampun, Tabik encik, Kami anak pengajian, Ayam kate, Jangan sampaii lama, Assalamu’alaikum, dan Sumur dalam (Rubito, 1997). Kostum  yang digunakan baju berwarna putih dibalut rompi berwarna biru, jingga dan ungu. Di bagian perut memakai stagen; ikat kepala dengan variasi bulu, celana berwarna hitam dibalut dengan jarik motif parang. Kostum dimodifikasi secara berkala dan mengalami perubahan dari dulu sampai sekarang, kostum didesain menarik dan menyesuaikan perkembangan zaman.

Peksimoi menjadi bagian penting dari masyarakat Dusun Soka Wetan, karena merupakan seni tradisi Islam yang menjadi sendi dan nilai-nilai keislaman yang dipegang oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Peksimoi menjadi identitas masyarakat dalam menyalurkan ekspresi keberagaman, juga menjadi ajang silaturahmi warga masyarakat, bahkan mampu menghasilkan pendapatan ekonomi bagi para pemainnya. Karena Peksimoi ini tidak memiliki gerakan yang rumit, maka dapat dipelajari oleh berbagai kalangan usia. Sering dimainkan oleh anak SMP dan SMA di lingkungan desa dan tampil saat diadakan festival desa atau festival Peksimoi.