Buddhisme di Sri Lanka
Agama Buddha di Sri Lanka, sekitar 70% dari penduduknya, didominasi oleh tradisi Theravada.[1] Menurut sejarah tradisional Sri Lanka (seperti Dipavamsa), Buddhisme diperkenalkan ke Sri Lanka pada abad ke-3 SM oleh YM Mahinda, putra Raja Ashoka, pada masa pemerintahan Raja Devanampiya Tissa.
Sejarah
Kolonialisme
Terhitung mulai abad ke-16, di Sri Lanka para Theravadin sedang melihat budaya barat guna menemukan cara untuk merevitalisasi tradisi mereka sendiri. Misionaris Kristen mengancam budaya asli.[2] Sebagai reaksi atas hal ini, para Theravadin mulai menyebarkan Buddhisme Theravada. Mereka dibantu oleh para teosof, yang didedikasikan untuk mencari kearifan dalam sumber-sumber kuno, termasuk Buddhisme dan Kanon Pali. Anagarika Dharmapala adalah salah satu pemimpin Theravāda yang dengannya para Theosof tersebut bersisian. Dharmapala mencoba untuk mengembalikan vipassana, dengan menggunakan Visuddhimagga dan Kanon Pali sebagai landasan. Dharmapala mengulurkan tangan untuk kelas menengah, menawari mereka praktik keagamaan dan identitas keagamaan, yang digunakan untuk menahan imperialis Inggris. Sebagai hasil dari upaya Dharmapala ini adalah praktisi awam mulai berlatih meditasi, yang telah disediakan untuk para bhikkhu.
Terjemahan dan publikasi terhadap Kanon Pali oleh Lembaga Kitab Pali (Pali Text Society) menjadikan Kanon Pali tersebut tersedia bagi khalayak awam untuk pertama kalinya dalam sejarah, tidak hanya di barat, tetapi juga di timur. Orang-awam Barat yang tertarik pada Buddhisme Theravāda dipromosikan oleh Perhimpunan Teosofi, dan bertahan sampai awal abad ke-20. Selama tahun 1970-an ketertarikan naik lagi, menyebabkan lonjakan orang-orang Barat yang mencari pencerahan, dan penerbitan kembali Kanon Pali, pertama kalinya dalam bentuk cetakan, dan kemudian diedarkan di internet.