Busung lapar atau honger oedema disebabkan cara bersama atau salah satu oleh simtoma marasmus dan kwashiorkor adalah sebuah fenomena penyakit di Indonesia bisa diakibatkan karena kekurangan protein kronis pada anak-anak yang sering disebabkan beberapa hal, antara lain anak tidak cukup mendapat makanan bergizi, anak tidak mendapat asuhan gizi yang memadai dan anak mungkin menderita infeksi penyakit.

Berkas:Hungerbanner.png
Poster anti kelaparan[1]

Penyebab langsung tersebut bisa dikarenakan adanya bencana alam, daya beli masyarakat, tingkat pendidikan, kondisi lingkungan dan pelayanan kesehatan.

Cara mendeteksi penderita busung lapar pada anak yaitu dengan cara menimbang berat badan secara teratur bila perbandingan berat badan dengan umurnya dibawah 60% (standar WHO-NCHS) maka anak tersebut dapat dikatakan terindikasi busung lapar atau dengan cara mengukur tinggi badan dan LIngkar Lengan Atas (LILA) bila tidak sesuai dengan standar anak yang normal kurang dari 14 cm (standar WHO-NCHS) waspadai akan terjadi busung lapar.

Dampak runtutan dari adanya busung lapar berakibatkan pada penurunan tingkat kecerdasan anak, rabun senja serta rentan terhadap penyakit terutama penyakit infeksi. Menurut ketentuan WHO bila angka telah mencapai 30 % dinyatakan tinggi dan perlu tindakan lebih lanjut.

Kekurangan gizi di Indonesia[2]

  • Tahun 1995: gizi kurang 31,6%; gizi buruk 11,6%
  • Tahun 2001: gizi kurang 26,1%; gizi buruk 6,3%
  • Tahun 2003: gizi kurang 27,5%; gizi buruk 8,3%
  • Tahun 2004: gizi kurang 25,4%; gizi buruk 7,2%

Rujukan

Pranala luar