Bencana alam

peristiwa alam yang bersifat merugikan

Bencana alam (bahasa Inggris: Natural disaster), adalah suatu peristiwa yang sangat merugikan terhadap masyarakat. Bencana alam dapat mengakibatkan hilangnya nyawa atau kerusakan harta benda, dan biasanya mengakibatkan kerugian ekonomi. Contoh kejadian bencana alam meliputi banjir, letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, badai salju, kekeringan, hujan es, gelombang panas, hurikan, badai tropis, taifun, tornado, kebakaran liar dan wabah penyakit.[1] Beberapa bencana alam terjadi tidak secara alami.[1] Contohnya adalah kelaparan, yaitu kekurangan bahan pangan dalam jumlah besar yang disebabkan oleh kombinasi faktor manusia dan alam.[1] Dua jenis bencana alam yang diakibatkan oleh peristiwa di luar angkasa jarang mempengaruhi manusia, seperti asteroid dan badai matahari dapat merusak sistem komunikasi dan jaringan listrik. .[1]

Di zaman modern, sulit untuk membedakan antara bencana alam atau bencana akibat ulah manusia. Perubahan iklim juga berdampak pada frekuensi bencana yang disebabkan oleh bahaya cuaca ekstrem (atau “bahaya iklim”), seperti banjir, gelombang panas, kebakaran hutan, dan siklon tropis.

Bencana alam dapat diperparah misalnya dengan tidak memadainya standar bangunan, kurangnya persiapan masyarakat dan pendidikan menghadapi bencana alam, dan pilihan yang buruk dalam perencanaan penggunaan lahan bangunan.

Banyak negara berkembang tidak memiliki sistem pengurangan risiko bencana yang efektif. Hal ini membuat negara-negara tersebut lebih rentan terhadap bencana alam dibandingkan negara-negara berpendapatan tinggi. Suatu kejadian buruk hanya akan menjadi bencana jika terjadi di wilayah yang penduduknya rentan.

Terminologi

sunting
 
Risiko kerugian ekonomi akibat bencana alam: badai tropis, kekeringan, gempa bumi, banjir, tanah longsor, dan letusan gunung berapi
 
Pemanasan Global karena suhu yang meningkat drastis selama tahun 2000-2009.

Pada abad ke-20, beberapa bencana alam yang paling umum adalah kelaparan dan wabah.[1] Sejak awal abad ke-20, lebih dari 70 juta orang tewas akibat kelaparan, dengan korban 30 juta orang tewas selama masa kelaparan di Cina pada periode tahun 1958-1961.[1] Di Uni Soviet, beberapa kali terjadi kelaparan yang diakibatkan kebijakan kolektif Stalin yang membunuh jutaan orang.[1] Dalam sejarah, kelaparan telah mengakibatkan munculnya sifat buruk manusia seperti kekejaman dan kanibalisme.[1] Bencana alam terburuk lainnya pada abad ke-20 adalah wabah.[1] Pandemi terburuk terutama adalah menularnya Flu Spanyol di seluruh dunia pada periode tahun 1918-1919 yang membunuh 50 juta orang, lebih banyak daripada korban Perang Dunia I yang terjadi sebelumnya.[1]

Pada abad ke-21, bencana alam yang semakin banyak terjadi adalah bencana terkait iklim yang disebabkan meningkatnya suhu bumi (pemanasan global).[2] Pemanasan global menimbulkan dampak banjir, kekeringan, cuaca ekstrem dan musim yang tak bisa diramal.[2] Perubahan iklim berpotensi meningkatkan kemiskinan dan kerentanan dalam jumlah besar.[2] Pada saat yang sama bencana iklim semakin meningkat, lebih banyak manusia yang terkena dampaknya dikarenakan kemiskinan, kurangnya sumber daya, pertumbuhan populasi, pergerakan dan penempatan manusia ke daerah yang tidak menguntungkan.[2]

Jenis bencana alam

sunting
 
Hurikan Katrina, 2005.

Bencana alam dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu bencana alam yang bersifat meteorologis, bencana alam yang bersifat geologis, wabah dan bencana dari ruang angkasa.[1]

Bencana alam klimatologi

sunting

Gelombang panas

sunting

Gelombang panas adalah periode cuaca panas yang luar biasa dan berlebihan. Gelombang panas jarang terjadi dan memerlukan kombinasi peristiwa cuaca tertentu, dan mungkin termasuk inversi suhu, angin katabatic, atau fenomena lainnya.

Gelombang panas terburuk dalam sejarah baru-baru ini adalah Gelombang panas Eropa 2003 membunuh sekitar 50.000 jiwa. Musim panas di Belahan Bumi Utara tahun 2010 mengakibatkan gelombang panas parah yang menewaskan lebih dari 2.000 orang. Panasnya menyebabkan ratusan kebakaran hutan yang menyebabkan polusi udara meluas dan membakar ribuan kilometer persegi hutan.

Kekeringan

sunting
 
Dampak kekeringan di Texas

Kekeringan adalah periode kondisi tanah yang lebih kering dari biasanya. Kekeringan dapat berlangsung selama berhari-hari, berbulan-bulan, atau bertahun-tahun. Kekeringan sering kali berdampak besar pada ekosistem dan pertanian di wilayah yang terkena dampak, dan merugikan perekonomian lokal.

Musim kemarau tahunan di daerah tropis secara signifikan meningkatkan kemungkinan terjadinya kekeringan, yang selanjutnya meningkatkan risiko kebakaran hutan. Gelombang panas dapat memperburuk kondisi kekeringan secara signifikan dengan meningkatkan evapotranspirasi.[m Hal ini mengeringkan hutan dan vegetasi lainnya, serta meningkatkan jumlah bahan bakar kebakaran hutan.

Badai api

sunting
 
Badai api di California pada tahun 2018

Badai api adalah kebakaran besar yang mencapai intensitas sedemikian rupa sehingga menciptakan dan menopang sistem anginnya sendiri. Hal ini umumnya merupakan fenomena alam, yang terjadi pada saat terjadi kebakaran hutan dan kebakaran hutan terbesar. Meskipun istilah ini telah digunakan untuk menggambarkan kebakaran besar tertentu, karakteristik yang menentukan dari fenomena ini adalah kebakaran dengan kekuatan badai anginnya sendiri dari setiap titik kompas menuju pusat badai, di mana udara memanas dan kemudian naik.

Kebakaran hutan

sunting
 
Kebakaran hutan di Ambon pada tahun 2016

Kebakaran hutan adalah kebakaran besar yang sering terjadi di kawasan hutan belantara. Penyebab umumnya adalah petir dan kekeringan, namun kebakaran hutan juga bisa disebabkan oleh kelalaian manusia atau pembakaran. Mereka dapat menyebar ke wilayah berpenduduk dan dengan demikian menjadi ancaman bagi manusia dan harta benda, serta satwa liar. Salah satu contoh kebakaran hutan yang mematikan adalah Kebakaran Peshtigo tahun 1871 di Amerika Serikat, yang menewaskan sedikitnya 1.700 orang. Bencana lainnya adalah kebakaran hutan di Australia pada tahun 2009 di Victoria (yang secara kolektif dikenal sebagai "kebakaran hutan Sabtu Hitam").

Bencana alam meteorologi

sunting

Banjir

sunting
 
Banjir Thailand 2011 menewaskan setidaknya 800 jiwa

Banjir adalah luapan air yang 'merendam' daratan. Petunjuk Banjir Uni Eropa mendefinisikan banjir sebagai penimbunan sementara tanah yang biasanya kering karena air. Dalam arti 'air yang mengalir', kata tersebut juga dapat diterapkan pada masuknya air pasang. Banjir bisa terjadi karena volume air, misalnya sungai atau danau, menjadi lebih tinggi dari biasanya, sehingga menyebabkan sebagian air keluar dari batas normalnya. Meskipun ukuran danau atau perairan lainnya akan bervariasi seiring dengan perubahan musiman curah hujan dan pencairan salju, banjir tidak dianggap signifikan kecuali air tersebut menutupi lahan yang digunakan oleh manusia, seperti desa, kota atau kawasan berpenghuni lainnya, jalan atau hamparan lahan pertanian.

Badai pasir

sunting
 
Badai pasir di Irak, pada tahun 2005

Badai pasir, adalah fenomena meteorologi yang umum terjadi di wilayah kering dan semi-kering. Badai pasir muncul ketika hembusan angin kencang atau angin kencang lainnya meniupkan pasir dan kotoran dari permukaan yang kering. Partikel halus diangkut melalui garam dan suspensi, suatu proses yang memindahkan tanah dari satu tempat dan menyimpannya di tempat lain.

Badai petir

sunting
 
Badai petir pada Awan cumulonimbus

Badai, awan debu, dan letusan gunung berapi dapat menimbulkan sebuah petir. Selain kerusakan yang biasanya disebabkan oleh badai, seperti angin, hujan es, dan banjir, petir itu sendiri dapat merusak bangunan, memicu kebakaran, dan membunuh jika terjadi kontak langsung. Sebagian besar kematian akibat sambaran petir terjadi di negara-negara miskin di Amerika dan Asia, dimana sambaran petir merupakan hal biasa dan perumahan yang terbuat dari batu bata lumpur hanya memberikan sedikit perlindungan.

Siklon tropis

sunting
 
Jalur Badai Siklon tropis dari tahun 1900-2016
 
Topan Haiyan di Filipina pada tahun 2013, membunuh sekitar 6.300 jiwa

Topan, badai, atau siklon tropis terbentuk di atas lautan. Hal ini disebabkan oleh penguapan air yang keluar dari laut dan menjadi badai. Hal ini ditandai dengan angin kencang, hujan deras, dan badai petir. Faktor penentu istilah yang digunakan didasarkan pada dari mana badai itu berasal. Di Atlantik dan Pasifik Timur Laut, istilah "badai" digunakan; di Pasifik Barat Laut, hal ini disebut sebagai "topan"; sebuah "siklon" terjadi di Pasifik Selatan dan Samudera Hindia.

Badai paling mematikan yang pernah terjadi adalah Siklon Bhola 1970; membunuh sekitar 500.000 jiwa. Badai mematikan lainnya adalah Badai Katrina, yang melanda Pantai Teluk Amerika Serikat pada tahun 2005, membunuh 1.500 jiwa. Badai dapat menjadi lebih hebat dan menghasilkan curah hujan yang lebih deras sebagai akibat dari perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia.

Siklon tropis sendiri jarang terjadi di Indonesia, karena letak Indonesia berada di garis khatulistiwa, dimana badai tropis menjauhi Indonesia. Badai tropis satu satunya yang melanda Indonesia adalah Siklon Flores 1973 membunuh sekitar 1.600 jiwa, dan Siklon Seroja yang melanda Nusa Tenggara Timur.

Angin puting beliung

sunting
 
Angin puting beliung di Oklahoma pada tanggal 30 Mei, 1971

Tornado atau Angin puting beliung adalah kolom udara berputar yang dahsyat dan berbahaya yang bersentuhan dengan permukaan bumi dan awan kumulonimbus, atau, dalam kasus yang jarang terjadi, dasar awan kumulus. Hal ini juga disebut sebagai angin puting beliung atau siklon, meskipun kata siklon digunakan dalam meteorologi dalam arti yang lebih luas untuk merujuk pada sirkulasi tertutup bertekanan rendah. Tornado datang dalam berbagai bentuk dan ukuran tetapi biasanya berbentuk corong kondensasi yang terlihat, ujung sempitnya menyentuh bumi dan sering kali dikelilingi oleh awan puing dan debu. Tornado dapat terjadi satu per satu, atau dapat terjadi dalam wabah tornado besar yang terkait dengan supercell atau di wilayah luas lainnya yang mengalami badai petir.

Kebanyakan tornado memiliki kecepatan angin kurang dari 180 km/jam (110 mph), lebarnya kira-kira 75 m (250 kaki), dan bergerak beberapa kilometer sebelum menghilang. Tornado yang paling ekstrem dapat mencapai kecepatan angin lebih dari 480 km/jam (300 mph), membentang lebih dari 3 km (2 mil), dan bertahan di tanah mungkin lebih dari 100 km (60 mil).

Badai salju

sunting
 
Badai salju di Maryland, Amerika Serikat

Badai salju adalah badai musim dingin yang parah yang ditandai dengan salju lebat dan angin kencang. Ketika angin kencang menimbulkan salju yang sudah turun, hal ini dikenal sebagai badai salju tanah. Badai salju dapat berdampak pada aktivitas ekonomi lokal, terutama di wilayah yang jarang turun salju.

Badai Salju Besar tahun 1888 melanda Amerika Serikat, ketika banyak ton tanaman gandum hancur. Di Asia, badai salju di Iran tahun 1972 dan badai salju di Afghanistan tahun 2008, merupakan badai salju yang paling mematikan dalam sejarah; di wilayah pertama, wilayah seluas Wisconsin seluruhnya terkubur salju. Superstorm tahun 1993 berasal dari Teluk Meksiko dan bergerak ke utara, menyebabkan kerusakan di 26 negara bagian Amerika serta Kanada dan menyebabkan lebih dari 300 korban jiwa.

Hujan es

sunting
 
Hujan es besar berukuran 6 cm

Hujan es merupakan presipitasi berupa es yang tidak mencair sebelum menyentuh tanah. Hujan es dihasilkan oleh badai petir. Hujan es biasanya berukuran diameter antara 5 dan 150 mm (1⁄4 dan 6 inci). Ini dapat merusak lokasi jatuhnya. Hujan es bisa sangat merusak lahan pertanian, merusak tanaman, dan merusak perabotan. Badai es yang sangat merusak melanda Munich, Jerman, pada tanggal 12 Juli 1984, menyebabkan kerusakan sekitar $2 miliar USD.

Bencana alam geofisika

sunting

Tanah longsor

sunting
 
Tanah longsor di Nganjuk (15 Februari 2021), menewaskan 23 orang

Tanah longsor, adalah beberapa bentuk pemborosan massal yang dapat mencakup berbagai pergerakan tanah, seperti longsoran batu, aliran lumpur, keruntuhan lereng yang dangkal atau dalam, dan aliran puing. Tanah longsor terjadi di berbagai lingkungan, ditandai dengan kemiringan lereng yang curam atau landai, mulai dari pegunungan hingga tebing pantai atau bahkan di bawah air, yang dalam hal ini disebut tanah longsor bawah laut.

Gravitasi adalah kekuatan pendorong utama terjadinya tanah longsor, namun ada faktor lain yang mempengaruhi stabilitas lereng yang menghasilkan kondisi tertentu yang membuat lereng rentan terhadap keruntuhan. Dalam banyak kasus, tanah longsor dipicu oleh peristiwa tertentu (misalnya hujan deras, gempa bumi, kemiringan lereng untuk membangun jalan, dan banyak lagi), meskipun hal ini tidak selalu dapat diidentifikasi.

Longsor salju

sunting
 
Longsor salju di Gunung Everest

Longsor salju adalah aliran salju yang deras menuruni lereng, seperti bukit atau gunung. Longsor salju dapat dipicu secara spontan, oleh faktor-faktor seperti peningkatan curah hujan atau melemahnya tumpukan salju, atau oleh faktor eksternal seperti manusia, hewan lain, dan gempa bumi. Terutama terdiri dari aliran salju dan udara, longsoran besar memiliki kemampuan untuk menangkap dan memindahkan es, batu, dan pepohonan.

Longsor salju terjadi dalam dua bentuk umum, atau kombinasi keduanya: longsoran lempengan yang terbuat dari salju yang padat, dipicu oleh runtuhnya lapisan salju lemah di bawahnya, dan longsoran salju lepas yang terbuat dari salju yang lebih lepas. Setelah terjadi, longsoran salju biasanya berakselerasi dengan cepat dan bertambah massa serta volumenya seiring dengan semakin banyaknya salju yang ditangkap. Jika longsoran salju bergerak cukup cepat, sebagian salju mungkin bercampur dengan udara, membentuk butiran salju longsoran.

Gempa bumi

sunting
 
Kerusakan setelah Gempa bumi Cianjur 2022
 
Jumlah korban jiwa akibat gempa bumi global (1960–2017)

Gempa bumi merupakan akibat pelepasan energi secara tiba-tiba di kerak bumi sehingga menimbulkan gelombang seismik. Di permukaan bumi, gempa bumi memanifestasikan dirinya melalui getaran, guncangan, dan terkadang perpindahan tanah. Gempa bumi disebabkan oleh selip di dalam sesar geologi. Titik asal gempa di bawah tanah disebut fokus seismik. Titik yang berada tepat di atas fokus permukaan disebut episentrum.

Gempa bumi sendiri jarang membunuh manusia atau satwa liar – biasanya peristiwa sekunder yang memicunya, seperti runtuhnya bangunan, kebakaran, tsunami, dan letusan gunung berapi, adalah penyebab kematian. Banyak diantaranya yang mungkin bisa dihindari dengan membuat konstruksi bangunan yang lebih baik, sistem keselamatan, peringatan dini dan perencanaan.

Gempa bumi adalah jenis bencana alam yang sering terjadi di Indonesia, dan memakan banyak korban setiap tahunnya, beberapa peristiwa gempa bumi mematikan diantaranya: gempa bumi Yogyakarta 2006 membunuh sekitar 5.700 jiwa, dan peristiwa baru-baru ini yaitu gempa bumi Cianjur 2022, membunuh sekitar 300 jiwa.

Erosi pantai

sunting

Erosi pantai adalah proses fisik yang menyebabkan garis pantai di wilayah pesisir di seluruh dunia bergeser dan berubah, terutama sebagai respons terhadap gelombang dan arus yang dapat dipengaruhi oleh pasang surut dan gelombang badai. Erosi pantai dapat diakibatkan oleh proses jangka panjang (lihat juga evolusi pantai) serta peristiwa episodik seperti siklon tropis atau peristiwa badai hebat lainnya. Erosi pantai merupakan salah satu bahaya pesisir yang paling signifikan. Hal ini merupakan ancaman terhadap infrastruktur, aset modal dan properti.

Letusan gunung berapi

sunting
 
Letusan Semeru tahun 2004

Letusan gunung berapi dapat menyebabkan kerusakan yang meluas dan menimbulkan bencana dalam beberapa cara. Salah satu bahayanya adalah letusan gunung berapi itu sendiri, dengan kekuatan ledakan dan jatuhnya bebatuan yang dapat menimbulkan kerugian. Lava juga dapat dilepaskan selama letusan gunung berapi; ketika meninggalkan gunung berapi, ia dapat menghancurkan bangunan, tumbuhan dan hewan karena panasnya yang ekstrim. Selain itu, abu vulkanik dapat membentuk awan (umumnya setelah pendinginan) dan mengendap dengan tebal di lokasi terdekat. Ketika dicampur dengan air, bahan ini membentuk bahan seperti beton. Dalam jumlah yang cukup, abu dapat menyebabkan atap runtuh karena beratnya. Bahkan dalam jumlah kecil sekalipun akan membahayakan manusia jika terhirup – ia memiliki konsistensi seperti kaca tanah sehingga menyebabkan luka pada tenggorokan dan paru-paru. Abu vulkanik juga dapat menyebabkan kerusakan abrasi pada mesin yang bergerak seperti mesin. Pembunuh utama manusia di sekitar letusan gunung berapi adalah aliran piroklastik, yang terdiri dari awan abu panas yang menumpuk di udara di atas gunung berapi dan mengalir menuruni lereng ketika letusan tidak lagi mendukung pengangkatan gas.

Peristiwa letusan gunung berapi yang paling terkenal adalah, letusan Krakatau 1883, yang mengakibatkan gelombang tsunami, dan membunuh sekitar 34.000 penduduk.

Tsunami

sunting
 
Tsunami di Ao Nang, Thailand tahun 2004

Tsunami (bahasa Jepang: 津波, "gelombang di pelabuhan"; adalah rangkaian gelombang di badan air yang disebabkan oleh perpindahan sejumlah besar air, umumnya di lautan atau danau besar.

Tsunami dapat disebabkan oleh gempa bumi bawah laut seperti gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia 2004, dan gempa bumi dan tsunami Tōhoku 2011. Tsunami juga dapat disebabkan oleh Letusan gunung berapi, seperti pada peristiwa Tsunami Selat Sunda 2018.

 
Wabah Covid-19 di Kabupaten Bekasi, Indonesia

Wabah atau epidemi adalah penyakit menular yang menyebar melalui populasi manusia di dalam ruang lingkup yang besar, misalnya antarnegara atau seluruh dunia.[3] Contoh wabah terburuk yang memakan korban jiwa dalam jumlah besar adalah pandemi flu, cacar dan tuberkulosis.[3]

Bencana alam dari ruang angkasa

sunting

Bencana dari ruang angkasa adalah datangnya berbagai benda langit seperti asteroid atau gangguan badai matahari.[4] Meskipun dampak langsung asteroid yang berukuran kecil tidak berpengaruh besar, asteroid kecil tersebut berjumlah sangat banyak sehingga sangat berpotensi menabrak bumi.[4] Bencana ruang angkasa seperti asteroid dapat menjadi ancaman bagi negara-negara dengan penduduk yang banyak seperti Cina, India, Amerika Serikat, Jepang, dan Asia Tenggara.[4]

Dampak bencana alam

sunting
 
Kehancuran fasilitas akibat Gempa bumi Haiti 2010.
 
Banjir di Vietnam tahun 2020, membunuh sekitar 189 penduduk
 
Tanah longsor di Petrópolis, Brasil, menewaskan setidaknya 231 jiwa

Bencana alam dapat mengakibatkan dampak yang merusak pada bidang ekonomi, sosial dan lingkungan.[5] Kerusakan infrastruktur dapat mengganggu aktivitas sosial, dampak dalam bidang sosial mencakup kematian, luka-luka, sakit, hilangnya tempat tinggal dan kekacauan komunitas, sementara kerusakan lingkungan dapat mencakup hancurnya hutan yang melindungi daratan.[5] Salah satu bencana alam yang menimbulkan dampak paling besar, misalnya gempa bumi. Selama 5 abad terakhir, gempa bumi telah menyebabkan lebih dari 5 juta orang tewas, 20 kali lebih banyak daripada korban gunung meletus.[6] Dalam hitungan detik dan menit, sejumlah korbanluka-luka yang sebagian besar tidak menyebabkan kematian, membutuhkan pertolongan medis segera dari fasilitas kesehatan yang sering kali tidak siap, rusak, atau runtuh karena gempa.[6] Bencana seperti tanah longsor pun dapat memakan korban yang signifikan pada komunitas manusia karena mencakup suatu wilayah tanpa ada peringatan terlebih dahulu dan dapat dipicu oleh bencana alam lain terutama gempa bumi, letusan gunung berapi, hujan lebat atau topan.[7] Manusia dianggap tidak berdaya pada bencana alam, bahkan sejak awal peradabannya.[8] Ketidakberdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen darurat menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan, struktural dan korban jiwa.[9] Kerugian yang dihasilkan tergantung pada kemampuan manusia untuk mencegah dan menghindari bencana serta daya tahannya.[9] Menurut Bankoff (2003): "bencana muncul bila bertemu dengan ketidakberdayaan".[9] Artinya adalah aktivitas alam yang berbahaya dapat berubah menjadi bencana alam apabila manusia tidak memiliki daya tahan yang kuat.[9]

Negara dengan risiko bencana alam tertinggi

sunting
 
Peta indeks resiko bencana alam tahun 2022

Pada tahun 2022, TheWorldRiskIndeks (WRI) merilis 185 negara dengan risiko bencana alam tertinggi.[10]

Kawasan Asia-Pasifik merupakan kawasan yang paling rawan bencana di dunia. Seseorang yang tinggal di kawasan Asia-Pasifik lima kali lebih mungkin terkena bencana alam dibandingkan seseorang yang tinggal di daerah lain.[11] Indeks Risiko Dunia (WRI) 2022 menempatkan Filipina pada peringkat satu negara paling rawan bencana di dunia, disusul oleh India, dan Indonesia.

Dari tahun 1995 dan 2015, jumlah bencana alam terbesar terjadi di Amerika Serikat, Tiongkok, dan India. Pada tahun 2012, terdapat 905 bencana alam di seluruh dunia, 93% diantaranya merupakan bencana yang berhubungan dengan cuaca.[12] 45% bersifat meteorologis (badai), 36% bersifat hidrologis (banjir), 12% bersifat klimatologis (gelombang panas, gelombang dingin, kekeringan, kebakaran hutan) dan 7% merupakan peristiwa geofisika (gempa bumi dan letusan gunung berapi). Antara tahun 1980 dan 2011, kejadian geofisika menyumbang 14% dari seluruh bencana terburuk dengan korban jiwa terbanyak.[13]

Resiko

sunting
  Resiko bencana sangat tinggi
  Resiko bencana tinggi

Daftar negara

sunting
No. Negara Resiko (2022)[14]
1   Filipina 46.82%
2   India 45.17%
3   Indonesia 41.46%
4   Kolombia 38.37%
5   Meksiko 37.55%
6   Myanmar 35.49%
7   Mozambik 34.37%
8   Tiongkok 28.70%
9   Bangladesh 27.90%
10   Pakistan 26.75%
11   Rusia 26.54%
12   Vietnam 25.85%
13   Peru 25.41%
14   Somalia 25.07%
15   Yaman 24.26%
16   Papua Nugini 24.10%
17   Madagaskar 23.48%
18   Amerika Serikat 22.73%
19   Venezuela 22.45%
20   Ekuador 22.42%
21   Nikaragua 22.35%
22   Australia 21.36%
23   Thailand 20.91%
24   Mesir 20.65%
25   Kanada 18.99%
26   Iran 18.48%
27   Panama 18.38%
28   Jepang 17.03%
29   Tanzania 16.38%
30   Turki 16.23%
31   Honduras 16.00%
32   Argentina 15.61%
33   Kepulauan Solomon 14.62%
34   El Salvador 14.37%
35   Malaysia 14.36%
36   Libya 14.31%
37   Kosta Rika 14.20%
37   Kenya 13.92%
39   Chile 13.84%
40   Republik Dominika 13.23%
41   Selandia Baru 13.05%
42   Suriah 12.16%
43   Brasil 12.15%
44   Korea Utara 11.82%
45   Guatemala 11.18%
46   Kamerun 11.17%
47   Angola 11.02%
48   Djibouti 10.66%
49   Vanuatu 10.64%
50   Korea Selatan 10.51%
51   Maroko 10.29%
52   Sudan 10.12%
53   Haiti 9.99%
54   Tunisia 9.87%
55   Spanyol 9.68%
56   Republik Demokratik Kongo 9.65%
57   Arab Saudi 9.64%
58   Aljazair 9.58%
59   Afrika Selatan 9.42%
59   Italia 9.37%
61   Mauritania 9.34%
62   Nigeria 9.12%
63   Irak 8.65%
63   Yunani 8.65%
64   Kamboja 8.42%
65   Timor Leste 7.97%
66   Kuba 7.97%
67   Eritrea 7.70%
68   Belize 7.65%
69   Oman 7.27%
70   Guinea 6.84%
71   France 6.67%
72   Guyana 6.64%
73   Fiji 6.54%
74   Uni Emirat Arab 6.52%
75   Sri Lanka 5.93%
75   Namibia 5.93%

Penanggulangan

sunting
 
Konstruksi rumah yang menggunakan sistem pegas untuk persiapan terjadinya gempa bumi.

Penanggulangan bencana alam atau mitigasi adalah upaya berkelanjutan untuk mengurangi dampak bencana terhadap manusia dan harta benda.[15] Lebih sedikit orang dan komunitas yang akan terkena dampak bencana alam dengan menggerakan program ini.[15] Perbedaan tingkat bencana yang dapat merusak dapat diatasi dengan menggerakan program mitigasi yang berbeda-beda sesuai dengan sifat masing-masing bencana alam.[15]

Persiapan menghadapi bencana alam termasuk semua aktivitas yang dilakukan sebelum terdeteksinya tanda-tanda bencana agar bisa memfasilitasi pemakaian sumber daya alam yang tersedia, meminta bantuan dan serta rencana rehabilitasi dalam cara dan kemungkinan yang paling baik.[15] Kesiapan menghadapi bencana alam dimulai dari level komunitas lokal.[15] Jika sumber daya lokal kurang mencukupi, maka daerah tersebut dapat meminta bantuan ke tingkat nasional dan internasional.[15]

Pada wilayah-wilayah yang memiliki tingkat bahaya tinggi ("hazard"), memiliki kerentanan/kerawanan ("vulnerability'"), bencana alam tidak memberi dampak yang luas jika masyarakat setempat memiliki ketahanan terhadap bencana ("disaster resilience").[9] Konsep ketahanan bencana merupakan valuasi kemampuan sistem dan infrastruktur-infrastruktur untuk mendeteksi, mencegah dan menangani tantangan-tantangan serius dari bencana alam.[9] Sistem ini memperkuat daerah rawan bencana yang memiliki jumlah penduduk yang besar.[9]

Bencana alam di Indonesia dan penanggulangannya

sunting
 
Meulaboh, Aceh, pasca Gempa bumi Samudra Hindia 2004.

Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir dan angin puting beliung.[16] Sekitar 13 persen gunung berapi dunia yang berada di kepulauan Indonesia berpotensi menimbulkan bencana alam dengan intensitas dan kekuatan yang berbeda-beda.[16]

Gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia pada tahun 2004 yang memakan banyak korban jiwa di Provinsi Aceh (NAD) dan Sumatera Utara memaksa diadakannya upaya cepat untuk mendidik masyarakat agar dapat mempersiapkan diri dengan baik untuk menghadapi bencana alam.[16] Namun, upaya yang dilaksanakan tidak efektif karena persiapan menghadapi bencana alam belum menjadi mata pelajaran pokok dalam kurikulum di Indonesia.[16] Materi-materi pendidikan yang berhubungan dengan bencana alam juga tidak banyak.[16]

Laporan Bencana Asia Pasifik 2010 menyatakan bahwa masyarakat di kawasan Asia Pasifik 4 kali lebih rentan terkena dampak bencana alam dibanding masyarakat di wilayah Afrika dan 25 kali lebih rentan daripada di Amerika Utara dan Eropa.[17] Laporan PBB tersebut memperkirakan bahwa lebih dari 18 juta jiwa terkena dampak bencana alam di Indonesia dari tahun 1980 sampai 2009.[17] Dari laporan yang sama Indonesia mendapat peringkat 4 sebagai salah satu negara yang paling rentan terkena dampak bencana alam di Asia Pasifik pada periode tahun 1980-2009.[17] Laporan Penilaian Global Tahun 2009 pada Reduksi Risiko Bencana juga memberikan peringkat yang tinggi untuk Indonesia pada level pengaruh bencana terhadap manusia – peringkat 3 dari 153 untuk gempa bumi dan 1 dari 265 untuk tsunami.[17]

Walaupun perkembangan manajemen bencana di Indonesia meningkat pesat sejak bencana tsunami tahun 2004, berbagai bencana alam yang terjadi selanjutnya menunjukkan diperlukannya perbaikan yang lebih signifikan.[17] Daerah-daerah yang rentan bencana alam masih lemah dalam aplikasi sistem peringatan dini, kewaspadaan risiko bencana dan kecakapan manajemen bencana.[17] Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia yang dimulai tahun 2005, masih dalam tahap pengembangan.[17]

Menurut kebijakan pemerintah Indonesia, para pejabat daerah dan provinsi diharuskan berada di garis depan dalam manajemen bencana alam.[17] Sementara Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan tentara dapat membantu pada saat yang dibutuhkan.[17] Namun, kebijakan tersebut belum menciptakan perubahan sistematis di tingkat lokal.[17] Badan penanggulangan bencana daerah direncanakan di semua provinsi namun baru didirikan di 18 daerah.[17] Selain itu, kelemahan manajemen bencana di Indonesia salah satunya dikarenakan kurangnya sumber daya dan kecakapan pemerintah daerah yang masih bergantung kepada pemerintah pusat.[17]

Dalam budaya manusia dan agama

sunting
 
The Last Day of Pompeii (1833), lukisan karya Karl Briullov yang menceritakan letusan Gunung Vesuvius di Pompeii, tahun 79.

Sejak masa lalu manusia telah menghadapi bencana alam yang berulang kali melenyapkan populasi mereka.[8] Pada zaman dahulu, manusia sangat rentan akan dampak bencana alam dikarenakan keyakinan bahwa bencana alam adalah hukuman dan simbol kemarahan dewa-dewa.[7] Semua peradaban kuno menghubungkan lingkungan tempat tinggal mereka dengan dewa atau tuhan yang dianggap manusia dapat memberikan kemakmuran maupun kehancuran.[7] Kata bencana dalam Bahasa Inggris "disaster" berasal dari kata Bahasa Latin "dis" yang bermakna "buruk" atau "kemalangan" dan "aster" yang bermakna "dari bintang-bintang".[18] Kedua kata tersebut jika dikombinasikan akan menghasilkan arti "kemalangan yang terjadi di bawah bintang", yang berasal dari keyakinan bahwa bintang dapat memprediksi suatu kejadian termasuk peristiwa yang buruk.[18]

Bencana alam pada abad ke-21

sunting
 
Jumlah korban jiwa akibat bencana alam dari tahun 1900–2019. Bencana Meteorologi dan Geologi seperti gempa bumi, banjir, dan badai tropis paling banyak membunuh manusia

Bencana alam dengan korban jiwa tertinggi sejak 2001, adalah bencana gempa bumi Haiti 2010 dengan jumlah korban jiwa mencapai 316.000 (perkiraan). Dan disusul oleh bencana gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia 2004 melanda kawasan Indonesia, Sri Lanka, Thailand, Asia tenggara, dan Afrika. Lalu badai Siklon Nargis tahun 2008 menghantam dataran Myanmar, dengan jumlah korban jiwa mencapai 138.000. bencana mematikan lainnya melanda Tiongkok di tahun yang sama, yaitu gempa bumi Sichuan 2008, dengan jumlah korban 87.000 jiwa.

Bencana alam paling mematikan 2001–sekarang

sunting
No Tanggal Lokasi Nama Korban jiwa Penyebab
1 02010-01-1212 Januari 2010 Haiti Gempa bumi Haiti 2010 220.000–316.000 Gempa bumi
2 02004-12-2626 Desember 2004 Indonesia, Sri Lanka, India, Thailand, Somalia, Myanmar, Malaysia Gempa bumi dan tsunami Samudra Hindia 2004 227.898 Gempa bumi, Tsunami
3 02008-05-011 Mei 2008 Myanmar Siklon Nargis 138.000 Siklon tropis
4 02008-05-1212 Mei 2008 Tiongkok Gempa bumi Sichuan 2008 87.587 Gempa bumi
5 02005-10-088 Oktober 2005 Pakistan, India Gempa bumi Asia Selatan 2005 87.351 Gempa bumi
6 Juni–Agustus 2003 Italia, Prancis, Spanyol, Jerman, Britania Raya, Portugal, Belanda Gelombang panas Eropa 2003 71.000 Gelombang panas
7 02023-02-066 Februari 2023 Turki, Suriah Gempa bumi Turki–Suriah 2023 62.013 Gempa bumi
8 02003-12-2626 Desember 2003 Iran Gempa bumi Bam 2003 34.000 Gempa bumi
9 Juni–Agustus 2022 Prancis, Spanyol, Italia Jerman, Britania Raya, Portugal, Belanda, Slovenia, Yunani Gelombang panas Eropa 2022 24.501 Gelombang panas
10 02001-01-2626 Januari 2001 India Gempa bumi Gujarat 2001 20.023 Gempa bumi
11 02011-03-1111 Maret 2011 Jepang Gempa bumi dan tsunami Tōhoku 2011 19.759 Gempa bumi, Tsunami
12 02023-09-1010 September 2023 Libya Badai Daniel 11.498 Badai, dan Bendungan jebol
13 02015-04-2525 April 2015 Nepal Gempa bumi Nepal April 2015 8.964 Gempa bumi
14 02013-10-2525 Oktober 2013 Filipina Topan Haiyan 6.340 Siklon tropis
15 02006-05-2727 Mei 2006 Indonesia Gempa bumi Yogyakarta 2006 5.778 Gempa bumi
16 02013-06-1717 Juni 2013 India Banjir India Utara 2013 5.748 Banjir
17 02018-09-2828 September 2018 Indonesia Gempa bumi dan tsunami Sulawesi 2018 4.340 Gempa bumi, Tsunami, Pencairan tanah
18 02010-05-2828 Mei 2010 Tiongkok Banjir Tiongkok 2010 3.189 Banjir
19 02017-09-2525 September 2017 Puerto Riko Badai Maria 3.059 Siklon tropis
20 02023-09-088 September 2023 Maroko Gempa bumi Maroko 2023 2.960 Gempa bumi

Lihat pula

sunting

Menurut jumlah korban jiwa

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f g h i j k (Inggris)What is a Natural Disaster?, wisegeek. Akses: 10-08-2011
  2. ^ a b c d (Inggris)Disasters increase as climate change bites[pranala nonaktif permanen], oxfam. Akses: 10-08-2011
  3. ^ a b (Inggris)What Is A Pandemic? What Is An Epidemic?, medicalnewstoday. Akses: 10-08-2011
  4. ^ a b c (Inggris)Bencana Terbesar dari Ruang Angkasa, kompas. Akses: 10-08-2011
  5. ^ a b (Inggris)Comparative Vulnerability to Natural Disasters in the Caribbean[pranala nonaktif permanen], mona.uwi.edu. Akses: 10-08-2011
  6. ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama bencana-migitasi
  7. ^ a b c (Inggris) "Natural Disasters Coping with Calamity harvard review of Latin america" (PDF). ReVista. VI (2). 2007. Diakses tanggal 10-8-2011.  [pranala nonaktif permanen]
  8. ^ a b (Inggris)Five Natural Disasters of Ancient Times, associatedcontent. Akses: 10-08-2011
  9. ^ a b c d e f g G. Bankoff, G. Frerks, D. Hilhorst (eds.) (2003). Mapping Vulnerability: Disasters, Development and People. ISBN ISBN 1-85383-964-7 Periksa nilai: invalid character |isbn= (bantuan). 
  10. ^ "World Risk Report: Where are natural disasters most common?" (dalam bahasa Inggris). DW. Diakses tanggal 31 Oktober 2024. 
  11. ^ "Asia-Pacific: the world's most disaster-prone region – World". ReliefWeb. 10 October 2017. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-10-04. Diakses tanggal 2018-10-04. 
  12. ^ "Weather-related disasters are increasing". The Economist. 29 Aug 2017. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 August 2017. Diakses tanggal 30 August 2017. 
  13. ^ Natural Catastrophes in 2012 Dominated by U.S. Weather Extremes Diarsipkan 2013-07-02 di Wayback Machine. Worldwatch Institute May 29, 2013
  14. ^ "2022 World Risk Index" (PDF). Diakses tanggal 11 February 2023. 
  15. ^ a b c d e f (Inggris)Natural Disasters: Prepare, Mitigate, Manage Diarsipkan 2011-08-14 di Wayback Machine., csa. Akses: 10-08-2011
  16. ^ a b c d e (Inggris)Natural Disaster Preparedness and Education for Sustainable Development[pranala nonaktif permanen], unescobkk. Akses: 10-08-2011
  17. ^ a b c d e f g h i j k l (Inggris)Natural disasters in Indonesia: Strengthening disaster preparedness, eastasiaforum. Akses: 10-08-2011
  18. ^ a b (Inggris)What are natural disasters?[pranala nonaktif permanen], clearlyexplained. Akses: 10-08-2011