Gelombang Korea
Templat:Korean membutuhkan parameter
Hallyu atau Korean Wave [2] (Hangul: 한류; Hanja: 韓流; RR: Hallyu; MR: Hallyu, ⓘ, bahasa Indonesia: "Gelombang Korea") adalah istilah yang diberikan untuk tersebarnya budaya pop Korea secara global di berbagai negara di dunia sejak tahun 1990-an.[3][4][5] Umumnya Hallyu memicu banyak orang-orang di negara tersebut untuk mempelajari Bahasa Korea dan kebudayaan Korea.[6][7][8][9][10]
|hangul=
.
Korean Wave | |||||||
Bahasa Tionghoa | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Hanzi Tradisional | 韓流 | ||||||
Hanzi Sederhana | 韩流 | ||||||
| |||||||
Bahasa Jepang | |||||||
Kanji | 韓流 | ||||||
Bahasa Korea | |||||||
Hangul | 한류 | ||||||
Hanja | 韓流 | ||||||
|
Awal mula
Kegemaran akan budaya pop Korea dimulai di Republik Rakyat Tiongkok dan Asia Tenggara mulai akhir 1990-an.[5] Istilah Hán liú (韓流, Bahasa Korea:한류;Hallyu) diadopsi oleh media Tiongkok setelah album musik pop Korea, H.O.T, dirilis di Tiongkok.[5] Serial drama televisi Korea mulai diputar di Tiongkok dan menyebar ke negara-negara lain seperti Hongkong, Vietnam, Thailand, Indonesia, Filipina, Amerika Serikat, Amerika Latin dan Timur Tengah.[5] Pada saat ini, Hallyu diikuti dengan banyaknya perhatian akan produk Korea Selatan, seperti masakan, barang elektronik, musik dan film.[5] Fenomena ini turut mempromosikan Bahasa Korea dan budaya Korea ke berbagai negara.[5]
Gelombang Korea meliputi kesadaran global akan berbagai aspek kebudayaan Korea Selatan termasuk film dan televisi (khususnya "K-dramas"), K-pop, manhwa, Bahasa Korea, dan masakan Korea. Beberapa komentator juga mempertimbangkan kebudayaan tradisional Korea secara keseluruhan menjadi bagian dari Gelombang Korea.[11] Ilmuwan politik Amerika Joseph Nye menginterpretasikan Gelombang Korea sebagai "semakin populernya segala hal mengenai Korea, mulai dari fesyen dan film hingga musik dan masakan."[12]
Pemerintah Korea sendiri sangat mendukung dan memiliki peran dalam mewabahnya hallyu. Dukungan tersebut diwujudkan dengan menghindarkan diri dari gempuran industri hiburan dari barat. Hal ini menjadikan orang korea sendirilah yang harus menciptakan produk-produk media massanya sendiri. Selain itu dukungan dari pemerintah juga diwujudkan melalui berbagai acara kesenian seperti festival-festival film dan musik bertaraf internasional.
Drama Korea
Drama Korea merupakan penyebab dari mulainya Hallyu di berbagai negara.[5] Warga Korea Selatan suka menonton drama dan film dan mendengar musik.[5] Perusahaan TV Korea mengeluarkan biaya besar untuk memproduksi drama dan beberapa di antaranya yang mencetak kesuksesan, diekspor ke luar negeri.[5] Drama televisi yang memicu Hallyu antara lain, Winter Sonata, Dae Jang Geum, Stairway to Heaven, Beautiful Days dan Hotelier.[5]
Alur ceritanya yang kuat, genre yang bervariasi dan juga akting dari para pemeran yang dapat dengan mudah menangis secara natural menyebabkan banyak penduduk Asia yang melihat drama Korea menjadi terenyuh hatinya. Selain itu, cerita yang ditanmpilkan sesuai dengan budaya masyarakat Asia pada umumnya, konsep mengenai cinta sejati, pengorbanan, dan konsep kehidupan lain yang tergambar dalam drama Korea tidak bertentangan terlalu jauh dengan konsep kehidupan yang ada pada masyarakat Asia pada umumnya. Faktor-faktor tersebut menjadikan drama Korea lebih mengena bagi masyarakat Asia dibandingkan dengan drama dari Barat.
Film Korea
Film Korea, bersama drama TV dan musik pop, merupakan produk utama Hallyu yang dinikmati tidak hanya di dalam negeri, namun juga di berbagai negara. Pada awalnya, film Jepang dan film Hongkong serta film-film Taiwan mendominasi bioskop di Asia, namun dengan kehadiran Hallyu, mulai tersaingi oleh film Korea.[5] Film produksi Korea Selatan dikenal karena alur ceritanya yang kuat dan genre yang bervariasi sehingga menarik banyak penonton.[5]
Pengaruh Hallyu di Indonesia
Seiring dengan drama Korea yang semakin diterima publik Indonesia, muncul pula kegemaran akan grup musik pria (boyband) seperti grup musik dari SM Entertainment, seperti TVXQ dan Super Junior.[13] Penyanyi Rain mulai dikenal lewat serial drama Full House yang ditayangkan di stasiun televisi Indonesia.[13] Sejak itu, penggemar K-pop dan drama Korea mulai umum dijumpai.[13]
Pengaruh drama Korea
Populernya drama Korea di stasiun televisi Indonesia terjadi setelah drama negara Asia lain seperti Taiwan dan Jepang diputar.[14]
Berbagai stasiun televisi Indonesia mulai menayangkan drama produksi Korea Selatan setelah RCTI yang mempelopori pemutaran drama Endless Love (Autumn in My Heart).[14] Para sineas drama di Korea mulai menyadari daya jual drama Korea sangat tinggi di negara-negara tetangganya sehingga produksi serial mereka menjadi komoditas ekspor.[14] Puncaknya terjadi saat serial Winter Sonata diputar di Jepang, Tiongkok, Taiwan dan Asia Tenggara.[14] Sejak saat itu istilah "Hallyu" atau "demam Korea" muncul.[14]
Dari tahun 2002-2005 drama-drama Korea yang populer di Asia termasuk Indonesia antara lain Endless Love, Winter Sonata, Love Story in Harvard, Glass Slippers, Stairway to Heaven, All In, Hotelier, Something Happened in Bali, dan I'm Sorry, I Love You yang merupakan serial drama melankolis.[14] Drama komedi romantis muncul berikutnya, antara lain Full House, Sassy Girl Chun Hyang, Lovers in Paris, Princess Hours, My Lovely Sam Soon, My Girl, Hello! Miss, dan Coffee House.[14] Genre drama berlatar belakang sejarah ikut mencetak rating tinggi, antara lain drama Dae Jang Geum, Queen Seon Deok, Hwang Jini, hingga Jumong.[14] Tahun 2008-2009, drama Korea yang banyak mendapatkan perhatian adalah Boys Before Flowers (BBF).[14]
Rupanya wabah dari hallyu atau gelombang Korea ini kemudian berdampak pada pariwisata. Lokasi syuting drama Korea yang terkenal menjadi objek pariwisata yang digemari para turis untuk dikunjungi. Tentu dengan semakin banyak turis yang mendatangi Korea selain berimplikasi terhadap bertambahnya devisa negara juga dapat sekaligus lebih mendekatkan secara emosional antara Korea dengan turis. Akan lebih banyak orang yang merasa dekat dengan negara Korea dan pelan-pelan akan memunculkan rasa sense of belonging.
Lihat pula
Referensi
- ^ "Romanization of Korean". The National Institute of the Korean Language. Diakses tanggal 14 Februari 2013.
- ^ Farrar, Lara (31 Desember 2010). "'Korean Wave' of pop culture sweeps across Asia". CNN. Turner Broadcasting System, Inc. Diakses tanggal 16 Maret 2010.
- ^ Ravina, Mark (2009). "Introduction: Conceptualizing the Korean Wave". Southeast Review of Asian Studies.
- ^ Kim, Ju Young (2007). "Rethinking media flow under globalisation: rising Korean wave and Korean TV and film policy since 1980s". University of Warwick Publications.
- ^ a b c d e f g h i j k l Passport to Korean Culture. Korean Culture and Information Service - Ministry of Culture, Sports and Tourism
, Seoul, Republic of Korea. 2010. hlm. 46–53. ISBN 978-89-7375-153-2 03910. line feed character di
|publisher=
pada posisi 81 (bantuan) - ^ Yong Jin, Dal (2011). "Hallyu 2.0: The New Korean Wave in the Creative Industry". International Institute Journal. 2 (1).
- ^ CNN, By Lara Farrar for. "'Korean Wave' of pop culture sweeps across Asia" (dalam bahasa Inggris).
- ^ "The Global Impact of South Korean Popular Culture: Hallyu Unbound ed. by Valentina Marinescu". ResearchGate (dalam bahasa Inggris).
- ^ Kim, Harry (2 Februari 2016). "Surfing the Korean Wave: How K-pop is taking over the world | The McGill Tribune". The McGill Tribune.
- ^ (PDF) https://openaccess.leidenuniv.nl/bitstream/handle/1887/37300/Phuong_thesis_1.docx.pdf?sequence=1. Tidak memiliki atau tanpa
|title=
(bantuan) - ^ Parc, Jimmyn and Moon, Hwy-Chang (2013) "Korean Dramas and Films: Key Factors for Their International Competitiveness", Asian Journal of Social Science 41(2): 126-149.
- ^ Nye, Joseph. "South Korea's Growing Soft Power". Harvard University. Diakses tanggal 4 March 2013.
Indeed, the late 1990s saw the rise of "Hallyu", or "the Korean Wave" — the growing popularity of all things Korean, from fashion and film to music and cuisine.
- ^ a b c (Indonesia) Riz (2010). "Grup penyanyi idola ikut populer". Bintang Indonesia. hlm. 78.
- ^ a b c d e f g h i (Indonesia) Riz (2010). "Tren Serial Asia di Indonesia, mulai dari serial klasik Mandarin, dorama Jepang, hingga Demam Korea". Bintang Indonesia. hlm. 77.
Pranala luar
- Critical article by Roald Maliangkay on the recent development of the Wave
- "'Korean Wave' Piracy Hits Music Industry", BBC, 9 November 2001.
- "A rising Korean wave: If Seoul sells it, China craves it", The International Herald Tribune, 10 Januari 2006.
- Korean Culture & Content Agency
- Shim Doo Bo, Hybridity and the rise of Korean pop culture in Asia, Media, Culture and Society, Januari 2006, Vol. 28, no. 1, pp. 25–44.