Khutbatul Hajah, Khutbah Hajat atau Khutbah Ibnu Masud adalah khotbah yang disunnahkan untuk dibaca pada beberapa keadaan (hajat)[1] tertentu seperti acara pesta pernikahan, memulai ceramah umum, khotbah pada salat Ied dan salat Jumat, juga di awal (mukadimah) karya tulis.[2]

Lafal haditsnya

Lafal hadisnya:

إنا الحمد لله نحمده و نستعينه و نستغفره و نتوب اليه و نعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهد الله فلا مضل له و من يضلل فلا هادي له و أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له و أشهد أن محمدا عبده ورسوله

يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُونَ

يٰٓأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِى خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وٰحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَآءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِى تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا ، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمٰلَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

أما بعد فإن أصدق الحديث كتاب الله و خير الهدي هدي محمد صلى الله عليه وسلم و شرو العمور مهدثاتها و كل مهدثة بدعة و كل بدعة ضلاله و كل ضلالة في النار.

ARTINYA :

Segala puji hanya bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menye-satkannya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwasanya Nabi Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali ‘Imran: 102)

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakanmu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya, dan dari-pada keduanya Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (menggunakan) Nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan menga-wasimu.” (QS. An-Nisaa’: 1)

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (QS. Al-Ahzaab: 70-71)

Amma ba’du:

Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah (al-Qur’an) dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad (as-Sunnah). Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan (dalam agama), setiap yang diada-adakan (dalam agama) adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di Neraka.

— Khutbatul Hajah

Kandungannya

Khotbah ini memiliki isi kandungan yang tinggi dan penting, faidah yang terkandung di dalam khotbah ini adalah:

  1. Pujian kepada Dzat pencipta alam.
  2. Ibadah seorang hamba dan kebutuhannya kepada Allah serta permintaannya kepada Allah dalam segala urusannya.
  3. Persaksian bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah saja dan tidak ada rasul yang diikuti kecuali Rasulullah.
  4. Agungnya kedudukan al-Qur’an dan Sunnah[3]
  5. Bahaya perkara bidah dalam agama.

Takhrij Hadits

Khotbah ini diriwayatkan dari enam orang shahabat, yaitu Abdullah bin Mas’ud, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah bin Abbas, Jabir bin Abdullah, Nubaith bin Syarith dan Aisyah, serta seorang tabi’in yaitu Az-Zuhri.[4]

Waktu pelaksanaan

Khotbah ini merupakan ajaran nabi (Sunnah) yang dibacakan dalam berbagai acara dan pertemuan berikut ini:

  • Untuk memulai pelajaran atau kelas terbuka.
  • Sebagai mukadimah buku, artikel atau risalah.
  • Untuk membuka khotbah secara umum.
  • Untuk membuka khotbah dalam upacara pernikahan.
  • Dalam khotbah salat Jum'at
  • Membuka pengajian tentang pengajaran Al-Qur'an dan Sunnah, fikih dll.

Juga dibaca berbagai pertemuan lain ketika berkumpulnya umat Islam dalam suatu kesempatan; rapat umum, kampung atau keluarga, dan acara-acara yang lain terkecuali dalam pertemuan yang bersifat bisnis dan transaksi perdagangan.

Perkataan ulama

Imam Ath-Thahawi berkata: “Saya memulainya dengan apa yang dianjurkan oleh Rasululullah dalam membuka segala hajat, sebagaimana telah diriwayatkan dari dia beberapa hadits yang akan saya paparkan setelah ini insya Allah”. Lalu dia membawakan khotbah hajat dan hadits-haditsnya.[5]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Oleh karena itu, khotbah ini dianjurkan dan dilakukan dalam pembicaraan dengan manusia baik secara umum maupun secara khusus, berupa mengajarkan al-Qur’an dan sunnah berseta penjelasannya, menasehati manusia, dan berdialog dengan mereka, hendaknya semua itu dibuka dengan khotbah syar’iyyah nabawiyyah ini. Kami mendapati para ulama pada zaman kami, mereka memulai pelajaran tafsir atau fiqih di masjid dan sekolah dengan khotbah selainnya, sebagaimana saya juga mendapati suatu kaum yang membuka akad pernikahan bukan dengan khotbah syar’iyyah ini, dan setiap kaum memiliki jenis sendiri yang berbeda-beda. Hal itu karena hadits Ibnu Mas’ud tidaklah khusus berkaiatan tentang nikah, namun khotbah untuk setiap hajat dalam berdialog antara sesama manusia. Dan nikah termasuk diantaranya, karena menjaga perkara sunnah dalam ucapan dan perbuatan pada semua ibadah dan adat merupakan jalan yang lurus. Adapun selainnya maka hal itu kurang, sebab sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad”.[6]

Al-Muhaqqiq as-Sindi berkata: “Dzahir hadits ini mencakup keumuman hajat, dalam pernikahan dan selainnya. Hal ini diperkuat dengan sebagian riwayat. Maka hendaknya seorang untuk mengamalkan khutbah ini dalam untuk kesempurnaan hajat/kebutuhannya…”.[7]

Trivia

  • Bahwa shahabat Dhimad al-Azdi memeluk agama Islam setelah mendengar Nabi ﷺ membacakan khotbah hajat kepadanya, lalu dia berkata: “Aku telah mendengar ucapan para dukun, para penyihir dan para penyair. Namun saya belum pernah mendengar kata-kata engkau tersebut. Sungguh, kata-kata itu telah sampai ke dasar lautan (karena kedalaman makna yang dikandungnya)”.[8]

Lihat pula

  • Khutbatul Wada, khotbah terakhir Nabi Muhammad ﷺ sebelum dia meninggal.

Rujukan

Catatan kaki
  1. ^ hajat disini artinya; /ha·jat/ (kata benda) 1 maksud; keinginan; kehendak 2 kebutuhan atau keperluan; http://kbbi.web.id/hajat
  2. ^ Imam Muslim mencantumkannya dalam Shahih Muslim kitab jum’at. Imam Baihaqi dalam Sunan Kubro mencantumkannya dalam kitab jum’at. Imam Nasa’i dalam Amalul Yaum wa Lailah membuat bab “Ucapan yang dianjurkan ketika hajat”, dalam sunannya dia mencantumkan dalam sholat i’edain dan jum’at. Imam Abu Dawud dalam sunannya dan al-Marasil mencantumkannya dalam kitab jum’at. Semua ini menunjukkan bahwa khotbah ini mencakup umum dalam nikah, khotbah jum’at, khotbah ied, pelajaran, pengajian, kitab dan selainnya.
  3. ^ Sikatakan oleh Nabi ﷺ: "Ketahuilah bahwa saya diberi wahyu al-Qur’an dan (hadits) semisalnya bersamanya". HR. Abu Dawud 4604, al-Khathib dalam al-Faqih wal Mutafaqqih 1/89, Ibnu Nashr dalam as-Sunnah 353, dll dengan sanad shohih.
  4. ^ Khuthbah Hajat Al-Lati Kaana Rasululullah Yu’allimuha Ashabahu” oleh Muhammad Nasiruddin al-Albani, cet Maktabah Ma’arif.
  5. ^ dalam mukadimah kitabnya “Syarh Musykil Atsar” 1/6-7:
  6. ^ Majmu’ Fatawa 18/287-288
  7. ^ dalam Hasyiyah Nasa’i 3/105 mengomentari hadits Ibnu Mas’ud
  8. ^ HR. Muslim no.868
Daftar pustaka
  • Khuthbah Hajat Al-Lati Kaana Rasululullah Yu’allimuha Ashabahu oleh Muhammad Nasiruddin al-Albani, cet Maktabah Ma’arif.

Pranala luar

Buku elektronik