Gundala (film)
Gundala adalah sebuah film pahlawan super neo-noir Indonesia tahun 2019 yang disutradarai dan ditulis oleh Joko Anwar. Film ini adalah produksi bersama Screenplay Films, Legacy Pictures, Ideosource Entertainment, dengan pemilik hak cipta Gundala yaitu Bumilangit Studios. Film ini berdasarkan pada cerita karakter pahlawan super Indonesia tahun 1969 Gundala yang dibuat oleh Harya Suraminata. Karakter utamanya sendiri diperankan oleh Abimana Aryasatya. Film ini akan menjadi awal dari Jagat Sinema Bumilangit (JSB).
Gundala | |
---|---|
Sutradara | Joko Anwar |
Produser | Sukhdev Singh Wicky V. Olindo Bismarka Kurniawan |
Ditulis oleh | Joko Anwar |
Berdasarkan | Gundala Serial komik karya Hasmi |
Pemeran | Abimana Aryasatya Tara Basro Bront Palarae Ario Bayu Rio Dewanto Marissa Anita |
Penata musik | Aghi Narottama Bemby Gusti Tony Merle |
Sinematografer | Ical Tanjung |
Penyunting | Dinda Amanda |
Perusahaan produksi | |
Distributor | Screenplay Films |
Tanggal rilis | 29 Agustus 2019 |
Durasi | 123 menit 119 menit (Toronto) |
Negara | Indonesia |
Bahasa | Indonesia Jawa Kawi |
Anggaran | Rp30 miliar |
Pendapatan kotor | Rp68 miliar (perkiraan) |
Penghargaan |
---|
Festival Film Indonesia 2019 |
Sinematografi Terbaik: Ical Tanjung |
Alur
Sancaka (Muzakki Ramdhan) adalah putra seorang pekerja pabrik miskin yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sancaka yang masih muda itu menunjukkan tanda-tanda kecemerlangan dalam mengutak-atik produk listrik, tetapi takut dengan petir dan badai yang seakan selalu mengincarnya. Ayah Sancaka (Rio Dewanto) memimpin rekan-rekan buruh pabriknya dalam sebuah protes terhadap pemilik pabrik, menuntut kenaikan gaji. Kelompok itu bertemu dengan penjaga bersenjata yang disewa oleh pemilik pabrik, lalu protes itu berubah menjadi anarkis. Pada protes kedua, ayah Sancaka dikhianati dan ditikam oleh rekan-rekannya yang telah disuap oleh pemilik pabrik dan meninggal di lengan Sancaka. Setahun kemudian, ibu Sancaka (Marissa Anita) pergi ke kota lain untuk mencari pekerjaan. Dia berjanji untuk kembali keesokan harinya, tetapi tidak pernah kembali.
Peristiwa ini membuat Sancaka berkeliaran sendirian di jalan-jalan Jakarta, hidup dari mengamen. Suatu ketika ia dikejar dan dipukuli oleh sekelompok anak jalanan, sampai akhirnya ia diselamatkan oleh Awang (Faris Fadjar Munggaran), seorang anak jalanan yang lebih tua darinya. Sancaka tinggal bersama Awang selama beberapa waktu, dan Awang melatihnya agar menguasai ilmu bela diri. Awang juga memberi pesan kepada Sancaka untuk tidak ikut campur dengan urusan orang lain jika dia ingin tetap hidup aman di jalanan. Suatu malam, Sancaka dan Awang berencana untuk berangkat ke Tenggara dengan menaiki kereta yang lewat. Ketika akhirnya ada kereta lewat, Awang melompat ke atasnya, tetapi Sancaka tidak dapat mengejar kereta, dan berakhir ditinggal sendirian lagi.
Tahun demi tahun berlalu, dan Sancaka (Abimana Aryasatya) yang sekarang sudah dewasa bekerja sebagai penjaga keamanan dan mekanik paruh waktu di sebuah pabrik percetakan. Mayoritas anggota legislatif negara yang korup dikendalikan oleh seorang mafia kejam dengan cacat fisik yang dikenal sebagai Pengkor (Bront Palarae). Pengkor memimpin pasukan anak yatim yang dibesarkan sebagai pembunuh dan memanggilnya sebagai "Bapak". Pengkor mendapat perlawanan dari anggota legislatif Ridwan Bahri (Lukman Sardi). Pengkor dan anak buahnya melakukan rencana jahat dengan cara meracuni persediaan beras nasional dengan serum yang menargetkan wanita hamil, dan dikabarkan bisa mempengaruhi otak janin, membuat anak yang lahir tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, serta mengacaukan moral mereka. Pengkor mengatur agar tindakan memberi racun tersebut terekam oleh kamera video dan dirilis melalui media. Hal ini menyebabkan histeria massal di masyarakat, yang kemudian menuntut anggota legislatif untuk melepaskan penawar racun yang sebenarnya belum teruji dan diformulasikan oleh perusahaan farmasi kepada publik. Perdebatan ini membagi dewan legislatif menjadi dua kubu: satu dipimpin oleh Ridwan dan rekan-rekan 'Rumah Perdamaian' yang ingin mengeluarkan undang-undang untuk mendistribusikan penawar racun tersebut, sedangkan kubu lain yang dikendalikan oleh Pengkor menentang pendistribusian penawar racun.
Suatu hari, Sancaka membantu tetangganya, Wulan (Tara Basro) melawan beberapa preman yang mengganggunya. Para preman membalas dengan menyerangnya di malam hari saat ia tengah bekerja di pabrik dan berusaha untuk membunuhnya dengan cara melemparkan Sancaka dari atap pabrik. Setelah tubuh Sancaka jatuh ke tanah, sambaran petir menyambar tubuhnya dan menghidupkannya kembali, serta memberinya kekuatan manusia super.
Wulan memimpin sekelompok pedagang pasar untuk memberontak melawan para preman yang mengganggu mereka. Suatu saat, Sancaka kebetulan berada di sekitar pasar tersebut dan akhirnya bertarung dan mengalahkan 30 orang preman dengan kekuatannya. Wulan meminta Sancaka untuk bergabung dengan kelompoknya agar bisa mempertahankan pasar. Tetapi Sancaka menolak, dengan alasan bahwa ia belum yakin bahwa dia adalah pahlawan yang mereka butuhkan.
Para preman membalas dengan cara membakar pasar. Kesengsaraan dan keputusasaan para pedagang pasar meyakinkan Sancaka untuk bangkit membela mereka. Dengan bantuan Wulan, Tedy—adik lelaki Wulan—, dan Pak Agung (Pritt Timothy)—teman Sancaka sesama penjaga keamanan—, Sancaka belajar mengendalikan kekuatannya dan menciptakan kostum darurat untuk memanfaatkan kekuatan petir di dalam dirinya. Dengan itu, Sancaka mulai bertarung dan mengalahkan para penjahat, menginspirasi orang-orang sebagai simbol harapan untuk bangkit dan berdiri bersama untuk mempertahankan diri dari serangan para penjahat.
Salah satu preman membelot dan memberi tahu Sancaka dan Wulan bahwa mereka menyaksikan seorang pemain biola terkenal, Adi Sulaiman (Rendra Bagus Pamungkas) ada di pasar pada saat kebakaran terjadi. Ia mencurigai Adi sebagai dalang dibalik pembakaran itu. Sancaka menemui Adi untuk meminta alasan mengapa ia membakar pasar, tetapi Adi yang tampaknya lemah ternyata adalah seorang yang beringas dan menyerang Sancaka dengan busur biolanya. Adi mengungkapkan bahwa dirinya adalah salah satu "anak" yatim piatu Pengkor yang berjuluk Sang Penggubah. Saat menghindari serangan Sancaka, Adi tertabrak oleh bus yang kebetulan lewat.
Kepahlawanan Sancaka dan kematian Adi membuat Pengkor dan rekannya (Ario Bayu) marah. Pengkor melepaskan para "anak" yatim piatunya yang ternyata menjadi agen mata-mata di banyak posisi di seluruh negara, diantaranya adalah Sang Pelajar, Desti Nikita (Asmara Abigail); Sang Peraga, Mutiara Jenar (Kelly Tandiono); Sang Perawat, Cantika (Hannah Al Rashid); Sang Penempa, Tanto Ginanjar (Daniel Adnan); Sang Peracik, Jack Mandagi (Andrew Suleiman); Sang Pembisik, Kamal Atmaja (Ari Tulang); Sang Pemahat, Sam Buadi (Aming); Sang Pelukis, Kanigara (Cornelio Sunny); dan Sang Penari, Swarabatin (Cecep Arif Rahman). Para "anak" Pengkor tersebut berhasil membunuh sejumlah anggota Rumah Perdamaian. Namun saat Swarabatin hendak membunuh Ridwan, Sancaka muncul dan mengalahkannya.
Dewan legislatif akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) penawar racun beras itu yang membuat masyarakat gembira. Namun, ketika hasil tes dari laboratorium Rumah Perdamaian sampai di tangan Ridwan, baru diketahui bahwa Pengkor telah menipunya selama ini. Beras yang telah terkena racun sebenarnya tidak mematikan, tetapi penawar racunnya justru mematikan. Hal ini diperkuat dengan bukti bahwa perusahaan farmasi yang memproduksi penawar racun tersebut ternyata dimiliki oleh Pengkor. Ridwan mencoba menghubungi Sancaka untuk memintanya menghentikan distribusi penawar racun, tetapi Pengkor dan "anak-anak"nya telah terlebih dahulu menyerang Sancaka di pabrik sebelum ia dapat pergi untuk menghentikan pendistribusian penawar racun.
Pertempuran Sencaka dengan para "anak" Pengkor berlanjut hingga di atap pabrik, tempat Pengkor menahan Pak Agung, Wulan, dan Tedy dengan tujuan membunuh mereka di depan Sancaka. Kamal sempat menghipnotis Sancaka, namun teriakan Wulan menyadarkannya. Sancaka akhirnya berhasil melepaskan kekuatan petirnya dari dalam dirinya dan mengalahkan sebagian besar "anak-anak" Pengkor. Ia berhasil menyelamatkan Wulan dan Tedy, tetapi Pak Agung dibunuh oleh salah satu "anak" Pengkor. Sancaka pun membunuh hampir semua "anak-anak" Pengkor, kecuali Kanigara yang berhasil kabur. Ketika Pengkor hendak menyerang Sancaka dari belakang, Ridwan datang dan menembak Pengkor dengan pistol. Ketika tengah sekarat, Pengkor sempat menyatakan bahwa dialah satu-satunya yang berhasil menyatukan rakyat dan dewan legislatif.
Sancaka bergegas menghentikan distribusi obat penawar itu. Sancaka menyusul sebuah mobil distribusi dan mencoba menghentikannya. Namun, ia justru ditembak oleh sang pengemudi. Untungnya, mobil tersebut secara supernatural dihentikan oleh seorang wanita misterius (Pevita Pearce). Sancaka pun memegang sebuah botol obat penawar, dan menggunakan kekuatan petirnya untuk memecahkan semua botol obat penawar racun yang ada di kota.
Sementara itu, rekan Pengkor membongkar sebuah makam kuno yang terkubur di dalam dinding museum kota sambil membawa sebuah wadah tersegel berisi kepala orang tua yang telah terpenggal dari tubuhnya. Menggunakan darah Sancaka yang ia ambil sebelumnya dari salah satu perkelahian, ia menggabungkan tubuh dan kepala tersebut dalam wadah tersegel itu. Proses tersebut membangkitkan Ki Wilawuk (Sujiwo Tejo), iblis yang kuat dari zaman kuno. Rekan Pengkor tersebut mengungkapkan dirinya sebagai Ghazul dan mengatakan kepada Ki Wilawuk bahwa musuh telah datang. Ghazul memanggil sang musuh tersebut sebagai "Gundala" ('Guntur' dalam bahasa Jawa kuno). Ki Wilawuk memerintahkan Ghazul untuk mengumpulkan tentaranya, karena perang besar akan datang.
Dalam adegan mid-credit, Gundala bertemu Ridwan di atap dan mengucapkan terima kasih atas kostum pemberiannya yang telah di-upgrade dan lebih canggih. Ridwan mengatakan bahwa kostum baru itu berasal "dari rakyat". Dari kejauhan, wanita misterius yang sebelumnya menghentikan mobil pembawa obat penawar racun tengah mengamati mereka. Ia disebut oleh rekannya sebagai pahlawan super Sri Asih.
Pemeran
- Abimana Aryasatya sebagai Sancaka / Gundala
- Bront Palarae sebagai Pengkor
- Muzakki Ramdhan sebagai Sancaka Kecil
- Tara Basro sebagai Wulan / Merpati
- Lukman Sardi sebagai Ridwan Bahri
- Ario Bayu sebagai Ghani Zulham / Ghazul
- Pritt Timothy sebagai Pak Agung
- Bimasena Susilo sebagai Teddy
- Rio Dewanto sebagai Ayah Sancaka
- Marissa Anita sebagai Ibu Sancaka
- Faris Fadjar sebagai Awang
- Donny Alamsyah sebagai Fadli Aziz
- Tanta Ginting sebagai Ito Marbun
- Kiki Narendra sebagai Nemo
- Ramadhan Al Rasyid sebagai Gunadi
- Arswendi Bening Swara sebagai Ferry Dani
- Aqi Singgih sebagai Ganda Hamdan
- Zidni Hakim sebagai Dirga Utama
- Putri Ayudya sebagai Indira Rahayu
- Cecep Arif Rahman sebagai Swara Batin (Penari)
- Hannah Al Rasyid sebagai Cantika (Dokter Bedah)
- Asmara Abigail sebagai Desti Nikita (Mahasiswa)
- Andrew Sulaiman sebagai Jack Mandagi (Chef)
- Daniel Adnan sebagai Tanto Ginanjar (Pandai Besi)
- Kelly Tandiono sebagai Mutiara Cempaka (Model)
- Rendra Bagus Pamungkas sebagai Adi Sulaiman (Pemain Biola)
- Ari Tulang sebagai Kamal Atmaja (Hipnoterapis)
- Aming Sugandhi sebagai Sam Buadi (Pemahat)
- Cornelio Sunny sebagai Kanigara (Pelukis)
- Pevita Pearce sebagai Sri Asih
- Sudjiwo Tedjo sebagai Ki Wilawuk
- Dimas Danang sebagai Hasbi
- Indra Brasco sebagai Rudi Santosa
- Willem Bevers sebagai Prakoso
Produksi
Pengembangan
Bumilangit Studios sebagai pemilik kekayaan intelektual Gundala telah mengembangkan ide membuat film Gundala sejak 2008. Bumilangit Studios yang saat itu bernama Bumi Langit Pictures bekerja sama dengan Graha Media Visi dalam produksi film ini. Direncanakan film ini akan disutradarai Alex J. Simal dan dibintangi Sandy Mahesa, Amelia Dinati, Dharma Suchdi, Chandra Gahli, dan Reina Abidin. Film ini direncanakan akan ditayangkan pada Juni 2009, tetapi rencana produksi tersebut menghilang ditelan angin.[1] Pada tahun 2010, terjadi kebohongan (hoax) yang dilakukan oleh Iskandar Salim, seorang fotografer dan desainer grafis yang menciptakan materi promosi untuk film yang tidak dibuat tentang Gundala. Salim memperhatikan bahwa belum pernah ada film yang menampilkan pahlawan super Indonesia dan ingin memulai debat publik tentang masalah ini. Dia membuat situs web resmi, halaman Facebook, poster, dan foto-foto ditampilkan yang diduga memperlihatkan film yang sedang dibuat. Sebagai hasil dari perhatian yang dihasilkan oleh tipuan, pencipta Gundala, Hasmi, terlibat dalam negosiasi untuk menghasilkan film nyata berdasarkan karakter ciptaannya itu. [2] Produksi film ini kemudian terdengar kembali tatkala Erick Thohir dari Mahaka Pictures memproduksi film ini dengan Hanung Bramantyo sebagai sutradara.[3] Rencananya, film ini dijadwalkan akan ditayangkan pada 2016.[4] Proses produksi tidak menemui kepastian sebelum akhirnya digantikan oleh Joko Anwar pada 2018. Keterlibatan Joko Anwar sebagai sutradara film ini bermula dari sebuah status yang diunggah Joko di Instagram pada 18 Januari 2018 yang menampilkan gambar sayap perak.[5] Kemudian pada 4 April 2018, Joko Anwar diumumkan sebagai penulis dan sutradara untuk film tersebut.
Joko Anwar mengakui bahwa proses penulisan naskah film Gundala adalah pekerjaan tersulit selama karirnya. Dia biasanya menghabiskan 1-2 bulan untuk proses penulisan naskah, tetapi akhirnya menghabiskan 7 bulan untuk proyek ini. Menafsirkan kembali asal mula dari komiknya tahun 1969, ia menyusun ulang cerita itu dengan cara yang dapat menarik kaum milenial dan centenial. Komik dan catatan Hasmi tentang Gundala membantunya menulis naskah.[6] Film ini menghabiskan dana sebesar Rp30 miliar.[7]
Praproduksi
Joko Anwar merasa bahwa Abimana Aryasatya adalah aktor yang sempurna untuk memerankan Sancaka alias Gundala karena auranya yang lemah lembut namun kuat. Setelah beberapa upaya, Joko berhasil meyakinkan Abimana dan akhirnya ia pun menerima tawaran itu.[8] Sebelumnya Joko menjanjikan akan ada pemeran kejutan yang diumumkan.[9]
Kostum Gundala adalah upaya kerja tim antara Iwan Nazif (Bumilangit Creative Engine) dan Chris Lie (Caravan Studio). Produksi tersebut ditangani oleh Quantum Creations FX yang berbasis di Los Angeles, yang menggarap Daredevil, Watchmen, Supergirl, The Hunger Games, Star Trek, dan Iron Man.[10]
Pembuatan film
Produksi film ini melibatkan 1.800 pemain dan pengambilan gambar dilakukan di 70 lokasi yang berbeda di Indonesia. Penggarapan film ini memakan waktu hingga dua tahun.[11] Selama produksi film, Joko melarang semua pemain untuk menonton film lain untuk dijadikan rujukan bagi film ini.[12] Dalam menulis film, Joko sempat merasa sulit saat mencari tempat yang nyaman untuk menulis naskah sebelum akhirnya berhasil menemukan tempat yang dicari yaitu museum dan kuburan.[13]
Pascaproduksi
Pascaproduksi dimulai pada November 2018 dan selesai sekitar Juni 2019. Film Gundala[14] melibatkan banyak pekerja film di Indonesia, salah satunya adalah Khikmawan Santosa. Gundala adalah salah satu proyek terakhirnya sebelum ia meninggal pada 11 Mei 2019.[15]
Lagu pengiring
Salah satu soundtrack yang melengkapi film ini adalah lagu 1962 The End of the World oleh Skeeter Davis. Tim produksi setuju bahwa lirik mewakili tema utama film; ketika banyak orang di suatu negara tidak menegakkan keadilan, mereka akan menuju akhir dunia.[16] Warner Music Indonesia menerbitkan album jalur suara berisi sembilan lagu yang terpilih dari sekitar tiga ratus lagu yang didaftarkan lewat tagar #GundalaSongTribute.[17]
Pemasaran
Video tampilan pertama film Gundala ditampilkan di Indonesia Comic Con pada 28 Oktober 2018.[18] Teaser pertama dirilis di akun YouTube resmi Screenplay Films pada 12 April 2019. Sebulan kemudian, poster resmi tersebut terungkap pada 28 Mei 2019.[19]
Untuk meningkatkan kesadaran publik tentang film Gundala, M&C! dan penerbit Koloni akan menerbitkan dua jenis komik Gundala, versi remastering dari komik klasik Gundala (diterbitkan pada Juli 2019) dan adaptasi komik Gundala dari kisah yang disampaikan dalam film (diterbitkan pada Agustus 2019). Versi remastering menargetkan penggemar komik Gundala asli pada tahun 1970-an dan 1980-an dan kolektor komik sekolah tua Indonesia, sedangkan versi adaptasi menargetkan generasi milenium Indonesia yang tidak mengetahui karakter Gundala sebelumnya. Komik Gundala juga akan tersedia dalam bentuk digital di Line Webtoon, menargetkan remaja Indonesia yang sering mengakses platform. Koloni, bersama dengan Gramedia Pustaka Utama dan Bumilangit, juga akan mengadakan beberapa roadshow di seluruh Indonesia. Roadshow film Gundala dimulai pada 15 Juni 2019 di Jakarta.[20] Dilaporkan pembelian tiket awal untuk bioskop yang didukung format suara Dolby Atmos sudah laris manis dibeli penonton.[21]
Memanfaatkan penayangan Gundala dan Twivortiare, Twitter memasang emoji di sebelah tagar berkaitan dengan dua film itu.[22] Tagar #Gundala sendiri menempati peringkat kelima topik terhangat Twitter Indonesia.[23]
Penayangan
Gundala ditayangkan di bioskop pada 29 Agustus 2019, bersamaan dengan Twivortiare.[20] Film ini juga ditayangkan di bagian Midnight Madness di Festival Film Internasional Toronto 2019.[24][25] Lembaga Sensor Film mengklasifikasikan film ini sebagai 13+.[26] Film ini adalah film pertama Indonesia yang menggunakan tata suara Dolby Atmos.[27]
Pada hari pertama, film ini ditonton 174.013 orang.[28] Pada hari kedua, film ini ditonton 312.776 orang.[29] Pada hari ketiga, film ini ditonton 512.566 orang.[30]
Gundala[31] juga direncanakan ditayangkan di Malaysia pada 7 November 2019 bersamaan juga dengan Twivortiare, tetapi batal.[32]
Penerimaan
Penghargaan
Di Festival Film Indonesia 2019, Gundala mendapatkan 9 nominasi, setara dengan 27 Steps of May arahan Ravi Bharwani dan Bebas arahan Riri Riza.[33] Kemudian berikutnya di Piala Maya 2019, mendapatkan 10 nominasi setara dengan film Joko Anwar lainnya, Perempuan Tanah Jahanam.[34]
Penghargaan | Kategori | Penerima | Hasil |
---|---|---|---|
Festival Film Indonesia 2019 | Pemeran Utama Pria Terbaik | Abimana Aryasatya | Nominasi |
Skenario Adaptasi Terbaik | Joko Anwar | Nominasi | |
Penata Musik Terbaik | Aghi Narottama, Bemby Gusti, Tony Merle | Nominasi | |
Penata Suara Terbaik | Khikmawan Santosa, Anhar Moha | Menang | |
Pengarah Artistik Terbaik | Wencislaus de Rozari | Nominasi | |
Pengarah Sinematografi Terbaik | Ical Tanjung | Menang | |
Penata Rias Terbaik | Darwyn Tse | Nominasi | |
Penata Busana Terbaik | Isabelle Patrice | Nominasi | |
Penata Efek Visual Terbaik | Abby Eldipie | Menang | |
Piala Maya 2019 | Aktor Utama Pria Terpilih | Abimana Aryasatya | Nominasi |
Aktor Utama Cilik/Remaja Terpilih | Muzakki Ramdhan | Menang | |
Penampilan Singkat Nan Berkesan (Piala Arifin C. Noer) | Pevita Pearce | Nominasi | |
Tata Kamera Terpilih | Ical Tanjung | Nominasi | |
Tata Suara Terpilih | Khikmawan Santosa, Mohamad Ikhsan, dan Anhar Moha | Menang | |
Tata Musik Terpilih | Aghi Narottama, Bemby Gusti, dan Tony Merle | Nominasi | |
Tata Kostum Terpilih | Isabelle Patrice | Nominasi | |
Tata Artistik Terpilih | Wencislaus de Rozari | Nominasi | |
Tata Efek Khusus Terpilih | Abby Eldipie | Nominasi | |
Desain Poster Terpilih | Caravan Studio | Nominasi |
Sekuel
Sebagai film pertama dari Jagat Sinema Bumilangit, Gundala akan diteruskan oleh Sri Asih yang disutradarai Upi Avianto.[35]
Referensi
- ^ Sugihardiyah, Rita (21 Mei 2008). "Gundala Putra Petir Beraksi Lagi!". Kapan Lagi. Diakses tanggal 19 Agustus 2019.
- ^ Post, The Jakarta. "Holding on for a superhero". The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-07-31.
- ^ Suhendra, Ichsan (25 September 2014). Kamil, Ati, ed. "Gundala Putra Petir Sempat Bikin Hanung Bramantyo Patah Arang". Kompas. Diakses tanggal 19 Agustus 2019.
- ^ Djaya, Andi Baso (21 September 2014). "Film Gundala Putra Petir tayang 2016". Beritagar. Diakses tanggal 19 Agustus 2019.
- ^ Pangerang, Andi Muttya Keteng (19 Januari 2018). Dewi, Bestari Kumala, ed. "Joko Anwar Dikabarkan Garap Film Superhero Gundala Putra Petir". Kompas. Diakses tanggal 19 Agustus 2019.
- ^ Media, Kompas Cyber. "Joko Anwar Ramu Cerita Gundala Lewat Catatan Pribadi Mendiang Hasmi". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2019-07-31.
- ^ Syahrizal, Sidik (30 Mei 2019). "Garap Film Gundala, VIVA Rogoh Dana Rp 30 M Lebih". CNBC Indonesia. Diakses tanggal 23 Agustus 2019.
- ^ Liputan6.com (2018-10-29). "Sempat Tolak Tawaran Main Film Gundala, Abimana Aryasatya Dapat Teror". liputan6.com. Diakses tanggal 2019-07-31.
- ^ Andarningtyas, Natisha (28 Mei 2019). Pasaribu, Alvainsyah, ed. ""Gundala" janjikan karakter kejutan". Antara. Diakses tanggal 15 Agustus 2019.
- ^ Liputan6.com (2019-05-29). "Kostum Gundala Dibuat di Tempat Kostum Superhero Marvel". liputan6.com. Diakses tanggal 2019-07-31.
- ^ "Luar Biasa, Gundala Libatkan 1.800 Pemain di 70 Lokasi Syuting". Okezone. 30 Mei 2019. Diakses tanggal 15 Agustus 2019.
- ^ Santosa, Lia Wanadriani (20 Juli 2019). Santoso, Imam, ed. "Joko Anwar larang pemain "Gundala" tengok film lain". Antara. Diakses tanggal 19 Agustus 2019.
- ^ "Tulis Naskah Film Gundala, Joko Anwar Keluar Masuk Museum dan Kuburan". Viva. 15 Juni 2019. Diakses tanggal 24 Agustus 2019.
- ^ Pang, Albert (2019-04-13). "Gundala: Film Adaptasi Superhero Asli Indonesia". Cultura Magazine (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-01-19.
- ^ Octaviany, Devy. "'Gundala' Jadi Salah Satu Proyek Film Terakhir Khikmawan Santosa". detikhot. Diakses tanggal 2019-07-31.
- ^ Liputan6.com (2019-06-17). "Makna Lagu The End of The World di Film Gundala". liputan6.com. Diakses tanggal 2019-07-31.
- ^ "Kotak hingga Anggota Jogja Hip Hop Foundation Isi Soundtrack Film Gundala". Medcom. 24 Agustus 2019. Diakses tanggal 25 Agustus 2019.
- ^ Liputan6.com (2018-10-28). "Pemeran Utama Film Gundala Diperkenalkan di Indonesia Comic Con". liputan6.com. Diakses tanggal 2019-07-31.
- ^ Tim. "'Gundala' Tayang di Bioskop 29 Agustus 2019". hiburan (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-07-31.
- ^ a b Liputan6.com (2019-06-17). "Cerita Film Gundala Bakal Dituangkan ke dalam Komik". liputan6.com. Diakses tanggal 2019-07-31.
- ^ "Heboh Tiket Presale Gundala Langsung Diserbu di Hari Pertama". Viva. 200 Agustus 2019. Diakses tanggal 24 Agustus 2019.
- ^ Djaya, Andi Baso (8 Agustus 2019). "Kado spesial dari Twitter untuk Gundala dan Twivortiare". Beritagar. Diakses tanggal 19 Agustus 2019.
- ^ "Emoji Film Gundala Joko Anwar Trending Topic di Twitter Indonesia". Tirto. 1 Agustus 2019. Diakses tanggal 25 Agustus 2019.
- ^ "Gundala". Festival Film Internasional Toronto. Diakses tanggal 12 Agustus 2019.
- ^ Yucki, Bernadetta (2019-09-12). "Gundala di Toronto International Film Festival 2019". Cultura Magazine (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-01-19.
- ^ Daftar Sensor. Lembaga Sensor Film. 22 Juli 2019. Diakses 12 Agustus 2019. Petunjuk: Ketik "Perburuan" pada kolom "Judul", klik "Tampilkan", kemudian klik tombol bergambar kertas yang terletak di sebelah kanan untuk mengetahui keputusan lengkap.
- ^ Rochimawati; Karnita, Yasmin (28 Mei 2019). "Joko Anwar: Gundala Bukan Film Superhero, Tapi Jagoan Indonesia". Viva. Diakses tanggal 15 Agustus 2019.
- ^ Zahrotustianah (30 Agustus 2019). "Hari Pertama Lampaui Target, Gundala Raih Lebih dari 174 Ribu Penonton". Viva. Diakses tanggal 12 September 2019.
- ^ Permatasari, Adinda (31 Agustus 2019). "Baru Dua Hari Tayang, Gundala Disaksikan 300 Ribu Lebih Penonton". Viva. Diakses tanggal 12 September 2019.
- ^ Zahrotustianah; Budhi, Aiz (1 September 2019). "Hari Ketiga Tayang, Gundala Lewati Setengah Juta Penonton". Viva. Diakses tanggal 12 September 2019.
- ^ Andhika Zulkarnaen (2019-08-30). "Gundala Review: Lahirnya Superhero Indonesia". Cultura Magazine (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-01-19.
- ^ Azwa Rahman (1 Oktober 2019). "Filem Adiwira Indonesia Gundala Bakal Masuk Pawagam Malaysia November Ini". gempak. Diakses tanggal 12 Oktober 2019.
- ^ "Ini Nominasi Lengkap Festival Film Indonesia 2019". Detik. 12 November 2019. Diakses tanggal 12 November 2019.
- ^ "Daftar Nominasi Piala Maya 2020". CNN Indonesia. 23 Januari 2020. Diakses tanggal 9 Februari 2020.
- ^ Santosa, Lia Wanadriani (18 Agustus 2019). Sari, Heppy Ratna, ed. "Setelah film "Gundala" akan hadir "Sri Asih"". Antara. Diakses tanggal 19 Agustus 2019.