Orang Minangkabau

penduduk pribumi Sumatra yang berasal dari Dataran Tinggi Minangkabau di Sumatra bagian barat
Revisi sejak 31 Agustus 2008 02.34 oleh 217.10.60.85 (bicara)

Suku Minangkabau atau Minang atau seringkali disebut Orang Padang adalah suku yang berasal dari provinsi Sumatera Barat. Suku ini terutama terkenal karena adatnya yang matrilineal walau orang-orang Minang sangat kuat memeluk agama Islam.

Suku Minangkabau
Berkas:Famousminang.jpg
Daerah dengan populasi signifikan
Sumatra Barat, Indonesia: 4,2 juta.

Jabotabek, Indonesia: 1,2 juta.
Riau, Indonesia: 750.000.
Jambi, Indonesia: 300.000.

Negeri Sembilan, Malaysia: 550.000.
Bahasa
bahasa Minang, bahasa Indonesia dan bahasa Melayu.
Agama
Islam.
Kelompok etnik terkait
Melayu.

Suku Minang terutama menonjol dalam bidang perdagangan dan pemerintahan. Kurang lebih dua pertiga dari jumlah keseluruhan anggota suku ini berada dalam perantauan. Minang perantauan pada umumnya bermukim di kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Pekanbaru, Medan,Batam, Palembang, dan Surabaya. Untuk di luar wilayah Indonesia, suku Minang banyak terdapat di Malaysia (terutama Negeri Sembilan) dan Singapura. Di seluruh Indonesia dan bahkan di mancanegara, masakan khas suku ini, populer dengan sebutan,masakan Padang sangat terkenal.

Suku Minang pada masa kolonial Belanda juga terkenal sebagai suku yang terpelajar. Oleh sebab itu pula mereka menyebar di seluruh Hindia-Belanda sebagai pengajar, ulama dan menjadi pegawai pemerintah. Di samping itu, mereka juga aktif dalam mengembangkan sastra Indonesia modern, dimana hal ini tampak dari banyaknya sastrawan Indonesia di pada masa 1920 - 1960 yang berasal dari suku Minang. Pada masa kolonial, kebanyakan dari mereka yang terpelajar ini datang dari suatu tempat bernama Koto Gadang, suatu nagari yang dipisahkan dari kota Bukittinggi oleh lembah yang bernama Ngarai Sianok. Sampai sekarang mayoritas suku Minang menyukai pendidikan, disamping tentunya perdagangan.

Suku-suku dalam Etnik Minangkabau

Dalam etnis Minangkabau terdapat banyak lagi klan, yang oleh orang Minang sendiri hanya disebut dengan istilah suku. Beberapa suku besar mereka adalah suku Piliang, Bodi Caniago, Tanjuang, Koto, Sikumbang, Malayu, Jambak; selain terdapat pula suku pecahan dari suku-suku utama tersebut. Kadang beberapa keluarga dari suku yang sama, tinggal dalam suatu rumah yang disebut Rumah Gadang.


Di masa awal Minangkabau mengemuka, hanya ada empat suku dari dua lareh atau kelarasan (laras). Suku-suku tersebut adalah:

Dan dua kelarasan itu adalah :

  1. Lareh Koto Piliang yang digagas oleh Datuk Ketumanggungan
  2. Lareh Bodi Caniago, digagas oleh Datuk Perpatih Nan Sebatang

Perbedaan antara dua kelarasan itu adalah:

Dalam masa selanjutnya, muncullah satu kelarasan baru bernama Lareh Nan Panjang, diprakarsai oleh Datuk Sakalok Dunia Nan Bamego-mego.

Sekarang, suku-suku dalam Minangkabau berkembang terus dan sudah mencapai ratusan suku, yang terkadang sudah sulit untuk mencari persamaannya dengan suku induk. Di antara suku-suku tersebut adalah:

Asal Usul

Suku Minang merupakan bagian dari masyarakat Deutro Melayu (Melayu Muda) yang melakukan migrasi dari daratan China Selatan ke pulau Sumatera sekitar 2.500-2.000 tahun yang lalu. Diperkirakan kelompok masyarakat ini masuk dari arah Timur pulau Sumatera, menyusuri aliran sungai Kampar hingga tiba di dataran tinggi Luhak nan Tigo (darek). Kemudian dari Luhak nan Tigo inilah suku Minang menyebar ke daerah pesisir (pasisie) di pantai barat pulau Sumatera, yang terbentang dari Barus di utara hingga Kerinci di selatan.

Selain berasal dari Luhak nan Tigo, masyarakat pesisir juga banyak yang berasal dari India Selatan dan Persia. Dimana migrasi masyarakat tersebut terjadi ketika pantai barat Sumatera menjadi pelabuhan alternatif perdagangan selain Malaka, ketika kerajaan tersebut jatuh ke tangan Portugis.

Sosial Kemasyarakatan

Daerah Minangkabau terdiri atas banyak nagari. Nagari ini merupakan daerah otonom dengan kekuasaan tertinggi di Minangkabau. Tidak ada kekuasaan sosial dan politik lainnya yang dapat mencampuri adat di sebuah nagari. Nagari yang berbeda akan mungkin sekali mempunyai tipikal adat yang berbeda. Tiap Nagari dipimpin oleh sebuah dewan yang terdiri dari pemimpin-pemimpin suku dari semua suku yang ada di nagari tersebut. Dewan ini disebut dengan KAN (Kerapatan Adat Nagari). Dari hasil musyawarah dan mufakat dalam dewan inilah sebuah keputusan dan peraturan yang mengikat untuk nagari itu dihasilkan.

Kebudayaan

 
Pakaian adat Minangkabau

Lihat pula: Kebudayaan Minang

Dalam pola keturunan dan pewarisan adat, suku Minang menganut pola matrilineal, yang mana hal ini sangatlah berlainan dari mayoritas masyarakat dunia menganut pola patrilineal. Terdapat kontradiksi antara pola matrilineal dengan pola pewarisan yang diajarkan oleh agama Islam yang menjadi anutan hampir seluruh suku Minang. Oleh sebab itu dalam pola pewarisan suku Minang, dikenallah harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi merupakan harta turun temurun yang diwariskan berdasarkan garis keturunan ibu, sedangkan harta pusaka rendah merupakan harta pencarian yang diwariskan secara faraidh berdasarkan hukum Islam.

Meskipun menganut pola matrilineal, masyarakat suku Minang mendasarkan adat budayanya pada syariah Islam. "Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Syarak mangato adat mamakai."

Upacara dan Festival

  • Turun mandi
  • Batagak pangulu
  • Turun ka sawah
  • Manyabik
  • Hari Rayo
  • Tabuik

Kesenian

Kerajinan Tangan

  • Songket yang dikerjakan oleh Pandai Sikek

Makanan

 
Rendang

Minang Perantauan

 
Rumah Gadang

Minang perantauan merupakan istilah untuk suku Minangkabau yang hidup di luar provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Etos merantau orang Minangkabau sangatlah tinggi, bahkan diperkirakan tertinggi di Indonesia. Dari hasil studi yang pernah dilakukan oleh Mohctar Naim, 1973 (Merantau, Minangkabau Voluntary Migration, University of Singapore), pada tahun 1961 terdapat sekitar 32 % orang Minang yang berdomisili di luar Sumatera Barat, tetapi pada tahun 1971, jumlah itu meningkat menjadi 44 %. Berarti hampir separuh orang Minang berada di luar Sumatra Barat. Melihat data tersebut, maka berarti ada perubahan cukup besar pada etos merantau orang Minangkabau dibanding suku lainnya di Indonesia. Sebab menurut sensus tahun 1930, perantau tertinggi di Indonesia adalah orang Bawean (35,9 %), kemudian suku Batak (14,3 %), lalu Banjar (14,2 %), sedangkan suku Minang hanya sebesar 10,5 %.

Saat ini diperkirakan jumlah Minang perantauan bisa mencapai 70 %, bahkan lebih. Hal ini berdasarkan penelitian acak, yang menyebutkan setiap keluarga di ranah Minang, dua pertiga saudaranya hidup di perantauan[butuh rujukan]. Kini wanita Minangkabau pun sudah lazim merantau. Tidak hanya karena alasan ikut suami, tapi juga karena ingin berdagang, meniti karier dan melanjutkan pendidikan.

Merantau pada etnis Minang telah berlangsung cukup lama. Migrasi besar-besaran pertama terjadi pada abad ke-15, dimana banyak keluarga Minang yang berpindah ke Negeri Sembilan, Malaysia. Kemudian gelombang migrasi berikutnya terjadi pada abad ke-19, yaitu ketika Minangkabau mendapatkan hak privelese untuk mendiami kawasan kerajaan Riau-Lingga.

Pada masa penjajahan Belanda, migrasi besar-besaran terjadi pada tahun 1920, ketika perkebunan tembakau di Deli, Sumatera Timur dikembangkan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Pada masa kemerdekaan, Minang Perantauan banyak mendiami kota-kota besar di pulau Jawa. Kini, Minang Perantauan hampir tersebar di seluruh dunia.

Ada banyak penjelasan terhadap fenomena ini, salah satu penyebabnya ialah sistem kekerabatan matrilineal. Dengan sistem ini, penguasaan harta pusaka dipegang oleh kaum perempuan sedangkan hak kaum pria dalam hal ini cukup kecil. Hal inilah yang menyebabkan kaum pria Minang memilih untuk merantau.

Penjelasan lain adalah pertumbuhan penduduk yang tidak diiringi dengan bertambahnya sumber daya alam yang dapat diolah. Jika dulu hasil pertanian dan perkebunan, sumber utama tempat mereka hidup dapat menghidupi keluarga, maka kini hasil sumber daya alam yang menjadi penghasilan utama mereka itu tak cukup lagi memberi hasil untuk memenuhi kebutuhan bersama, karena harus dibagi dengan beberapa keluarga. Faktor-faktor inilah yang kemudian mendorong orang Minang pergi merantau mengadu nasib di negeri orang. Untuk kedatangan pertamanya ke tanah rantau, biasanya para perantau menetap terlebih dahulu di rumah dunsanak yang dianggap sebagai induk semang. Mayoritas perantau baru ini biasanya berprofesi sebagai pedagang kecil.

Literatur

  • (Jerman) Astrid Kaiser: Mädchen und Jungen in einer matrilinearen Kultur. Interaktionen und Wertvorstellungen bei Grundschulkindern im Hochland der Minangkabau auf Sumatra. Kovac, Hamburg 1996 ISBN 3-86064-419-X
  • (Jerman) Ute Marie Metje: Die starken Frauen. Gespräche über Geschlechterbeziehungen bei den Minangkabau in Indonesien. Campus, Frankfurt am Main und New York 1995, ISBN 3-593-35409-8
  • (Jerman) Dieter Weigel: Reisemosaik bei den Minangkabau. Sumatra. Heiteres, Ernstes, Alltägliches, Unglaubliches. Jahn und Ernst, Hamburg 1998, ISBN 3-89407-208-3 (Erlebnisbericht)
  • AA. Navis, Curaian Adat Minangkabau
  • Tambo Alam Minangkabau

Pranala luar

  • Cimbuak.net Komunitas virtual masyarakat Minangkabau di dunia maya.
  • Kaskus Regional Minang Online Komunitas masyarakat Minangkabau di dunia maya.
  • (Indonesia) Ranah-Minang.Com Media online yang menyajikan berita dan informasi tentang Sumbar serta adat-istiadat dan budaya Minangkabau
  • (Indonesia) Pelaminan Minang Mengupas sedikit mengenai adat istiadat dan sejarah masyarakat Minangkabau dan merupakan salah satu pelestari perkawinan adat minangkabau asli