Rakai Panangkaran
Sri Maharaja Rakai Panangkaran Dyah Pancapana adalah raja kedua Kerajaan Medang periode Jawa Tengah (atau yang lazim disebut Kerajaan Mataram Kuno). Ia memerintah sekitar tahun 770-an.
Pembangunan Candi Kalasan
Maharaja Rakai Panangkaran adalah raja kedua dalam daftar raja-raja Kerajaan Medang versi prasasti Mantyasih, yang naik takhta menggantikan Sanjaya.
Prasasti atas nama Rakai Panangkaran yang sudah ditemukan adalah Prasasti Kalasan tahun 778 tentang pembangunan sebuah candi Buddha untuk memuja Dewi Tara. Pembangunan ini atas permohonan para guru raja Sailendra. Dalam prasasti itu ia dipuji sebagai Sailendrawangsatilaka atau “permata Wangsa Sailendra”.
Candi peninggalan Rakai Panangkaran tersebut sekarang dikenal dengan sebutan Candi Kalasan.
Hubungan dengan Sanjaya dan Dharanindra
Sanjaya merupakan raja pertama Kerajaan Medang yang beragama Hindu aliran Siwa, sedangkan Rakai Panangkaran mendirikan sebuah candi Buddha aliran Mahayana. Sehubungan dengan berita tersebut, muncul beberapa teori seputar hubungan antara mereka berdua.
Teori pertama dipelopori oleh van Naerssen yang menyebutkan bahwa, Rakai Panangkaran adalah putra Sanjaya. Ia kemudian dikalahkan oleh raja Wangsa Sailendra yang beragama Buddha. Pembangunan Candi Kalasan sendiri merupakan perintah dari raja Sailendra sebagai atasan Rakai Panangkaran. Nama raja tersebut kemudian ditemukan dalam prasasti Kelurak, yaitu Dharanindra.
Teori kedua dikemukakan oleh Poerbatjaraka bahwa, Rakai Panangkaran adalah putra Sanjaya namun keduanya sama-sama berasal dari Wangsa Sailendra. Jadi, teori ini tidak mengakui keberadaan Wangsa Sanjaya. Sebelum meninggal, Sanjaya berwasiat agar Rakai Panangkaran berpindah agama Buddha. Teori ini didasarkan pada tokoh Rahyang Panaraban putra Sanjaya dalam naskah Carita Parahyangan yang juga dikisahkan pindah agama. Jadi, yang dimaksud dengan "para guru raja Sailendra" tidak lain adalah guru Rakai Panangkaran sendiri.
Teori ketiga dikemukakan oleh Slamet Muljana bahwa, Rakai Panangkaran bukan putra Sanjaya. Dalam prasasti Mantyasih tokoh Sanjaya bergelar Sang Ratu, sedangkan Rakai Panangkaran bergelar Sri Maharaja. Perubahan gelar ini membuktikan terjadinya pergantian dinasti yang berkuasa di Kerajaan Medang. Jadi, Rakai Panangkaran adalah raja dari Wangsa Sailendra yang berhasil merebut takhta Kerajaan Medang serta mengalahkan Wangsa Sanjaya. Menurutnya, Rakai Panangkaran tidak mungkin bawahan Wangsa Sailendra karena dalam prasasti Kalasan ia disebut sebagai Sailendrawangsatilaka.
Dengan demikian, Slamet Muljana menolak teori bahwa Rakai Panangkaran adalah bawahan Dharanindra. Tokoh Dharanindra dalam prasasti Kelurak (782) juga tidak mungkin sama dengan Rakai Panangkaran, karena nama asli Rakai Panangkaran dalam prasasti Kalasan (778) adalah Dyah Pancapana. Mungkin, Dharanindra adalah nama asli dari Rakai Panunggalan, yaitu raja ketiga Kerajaan Medang.
Kepustakaan
- Marwati Poesponegoro & Nugroho Notosusanto. 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka
- Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
- Slamet Muljana. 2006. Sriwijaya (terbitan ulang 1960). Yogyakarta: LKIS
Didahului oleh: Sanjaya |
Raja Kerajaan Medang (periode Jawa Tengah) ? – 778 – ? |
Diteruskan oleh: Rakai Panunggalan |