Hidāyat al-Shibyān

Revisi sejak 18 April 2020 02.51 oleh AABot (bicara | kontrib) (Bot: Perubahan kosmetika)

Hidāyat al-Shibyān adalah kitab penjelasan (syarh) terhadap tulisan singkat (risālah) Sayyid Aḥmad ibn Zainī Daḥlān tentang ilmu bayan. Kitab ini disusun oleh Syekh Ibrahim Musa, seorang ulama Minangkabau asal Parabek, Kabupaten Agam, Sumatra Barat. Judul lengkapnya yakni Hidāyat al-Shibyān ʿalā Risālat Syaikh Syuyūkhinā al-Sayyid Aḥmad ibn Zainī Daḥlān fī Fann al-Bayān (هداية الشبيان على رسائل الشيخ شيخنا السيد أحمد بن زيني دحلان في فن البيان; bahasa Indonesia: Pengantar Ilmu Bayān untuk Pemula Berdasarkan Risalah dari Guru dari Guru-guru Kami Sayyid Ahmad ibn Zainī Dahlan).[1]

Potret Syekh Ibrahim Musa sebagai anggota Konstituante RI (1956-1959)

Cetakan pertama Hidāyat al-Shibyān diterbitkan oleh Drukkerij Baroe di Fort de Kock (skearang Kota Bukittinggi) tanpa pencantuman tahun penerbitan[2]. Kitab ini pernah menjadi bahan ajar di Pondok Pesantren Sumatera Thawalib Parabek beberapa periode, sebelum diganti dengan kitab-kitab lain yang lebih ringkas dan lebih mudah dipelajari.[3]

Hidāyat al-Shibyān berisi penjelasan aspek-aspek ilmu bayan seperti tasybih, majaz, isti’arah, dan kinayah. Penjelasan terhadap topik-topik ini diurai dengan runtun, dilengkapi dengan contoh-contoh pemakaiannya dalam bahasa Arab, apakah dari kalimat-kalimat atau nazhm-nazhm Arab kuno.[2]

Latar belakang

Sayyid Aḥmad ibn Zainī Daḥlān marupakan seorang mufti mazhab Syafi'i di Makkah. Banyak pelajar-pelajar dari Nusantara yang datang ke Mekkah dan berguru kepadanya. Salah seorangnya adalah Ahmad Khatīb al-Minangkabawi, guru Syekh Ibrahim Musa dan sejumlah ulama Indonesia lainnya. Dalam judul dan pengantar Hidāyat al-Shibyān, Syekh Ibrahim Musa menjelaskan genealogi keilmuannya dari Aḥmad ibn Zainī Daḥlān melalui Ahmad Khatīb al-Minangkabawi.[1]

Sayyid Aḥmad ibn Zainī Daḥlān banyak mengarang tulisan singkat (risālah) dalam berbagai bidang keilmuan Islam, seperti fiqh, sejarah Nabi Muhammad dan Kekhalifahan Rasyidin, ilmu bayan, tawḥīd danʿaqīdah, naḥwu, dan sebagainya. Namun, karena ditulis ringkas, karya-karya Sayyid Aḥmad ibn Zainī Daḥlān dianggap sulit untuk dipelajari pemula. Hal ini melatarbelakangi Syekh Ibrahim Musa memberi penjelasan (syarh) terhadap karya-karya Sayyid Aḥmad ibn Zainī Daḥlān, termasuk ilmu bayan.[1][2] Kitab penjelasan dimaksudkan untuk menjadi buku ajar yang dapat dibaca dan dipelajari di ruang kelas Sumatera Thawalib Parabek.[3]

Isi

Hidāyat al-Shibyān membahas ilmu bayan, salah satu kajian dari ilmu balaghah. Syekh Ibrahim Musa mengambil salah satu tulisan singkat (risālah) yang ditulis oleh Sayyid Aḥmad ibn Zainī Daḥlān, lalu memberikan penjelasan atas setiap kata, frasa, atau kalimat yang dianggap penting untuk dijelaskan lebih panjang. Ini merupakan metode penulisan tradisional dalam matan-syarḥ kitab-kitab klasik Islam. Perbedannya, Syekh Ibrahim Musa mencantumkan matan secara lengkap sebelum masuk ke bab penjelasan.[4]

Pada bab penjelasan, struktur halaman dibagi kepada tiga. Di bagian paling atas, dihadirkan potongan matan yang akan dibahas dalam satu halaman. Di bawahnya, ditulis syarḥ-nya. Antara matan dan syarḥ dibatasi dengan garis ganda. Di bawah syarḥ, dihadirkan catatan kaki, jika dirasa perlu. Model ini sudah selayaknya catatan kaki di buku-buku kontemporer; menggunakan penomoran. Antara syarḥ dan catatan kaki dibatasi dengan garis tunggal.[4]

Dalam penulisan Hidāyat al-Shibyān, Syekh Ibrahim sudah menggunakan tanda baca, model paragraf, dan pemisahan antarsatu tema dengan tema selanjutnya. Jika satu tema telah selesai dibahas, ia memulai tema berikutnya dengan memberikan sub-judul terlebih dahulu. Ukuran tulisan yang digunakan untuk judul berbeda, sehingga pembaca dapat dengan jelas mengidentifikasi pengelompokan tema-tema.[4]

Sebagai bahan ajar di ruang kelas, Syekh Ibrahim Musa menghadirkan beberapa soal relevan dalam setiap beberapa tema untuk menguuji seberapa baik siswa memahami materi yang dipelajari.[4]

Penerbitan

 
Masjid Jamik Parabek

Hidāyat al-Shibyān diterbitkan oleh Drukkerij Baroe, sebuah kantor percetakan di Fort de Kock yang aktif menerbitkan karya berhubungan dengan agama Islam.[5] Tidak disebutkan tahun terbitnya. Dalam pengantar kitab, Syekh Ibrahim Musa menyebut bahwa Hidāyat al-Shibyān selesai ditulis pada tanggal 15 Zulhijjah 1348 H atau diperkirakan 14 Mei 1930. Ia menyebut bahwa kitab ini dibiayai secara pribadi oleh dirinya dan semua keuntungan penjualan kitab diperuntukkan bagi pembangunan Masjid Jamik Parabek.[1]

Hidāyat al-Shibyān sempat diajarkan di Pondok Pesantren Sumatera Thawalib Parabek. Kitab ini dimaksudkan sebagai pengantar bagi pemula, sehingga diajarkan untuk murid kelas 4. Namun, saat ini Hidāyat al-Shibyān tidak diajarkan sama sekali di Parabek. Kitab yang dipersiapkan untuk pemula, ternyata saat ini dianggap begitu berat dan sulit untuk diajarkan di kelas.[3]

Referensi

  1. ^ a b c d Fadhli Lukman (29 Februari 2020). Hidāyat al-Shibyān #1: Pengantar. https://surauparabek.or.id/fadhli-lukman/hidayat-al-shibyan-1/
  2. ^ a b c Apria Putra dan Chairullah Ahmad. 2011. Bibliografi Karya Ulama Minangkabau Awal Abad XX: Dinamika Intelektual Kaum Tua dan Kaum Muda. Padang. hlm. 162.
  3. ^ a b c Fadhli Lukman (21 November 2019). Hidayat al-Shibyan: Seberapa Banyak Kita Mengenal Syaikh Ibrahim Musa?. https://surauparabek.or.id/fadhli-lukman/hidayat-al-shibyan-seberapa-banyak-kita-mengenal-syaikh-ibrahim-musa/
  4. ^ a b c d Fadhli Lukman (12 Maret 2020). Hidāyat al-Shibyān #2: Metode Penulisan. https://surauparabek.or.id/fadhli-lukman/hidayat-al-shibyan-2-metode-penulisan/
  5. ^ Fadila, Zikri. Penerbitan Minangkabau Masa Kolonial: Sejarah Penerbitan Buku di Fort de Kock (Bukittinggi) 1901-1942. hlm. 107. ISBN 978-602-7677-59-3. OCLC 1090634131.