Sistem pernapasan

sistem pertukaran gas pada hewan dan tumbuhan

Sistem pernapasan atau sistem respirasi adalah sistem biologis yang terdiri dari organ dan struktur-struktur lain yang digunakan untuk pertukaran gas pada hewan dan tumbuhan. Anatomi dan fisiologi makhluk hidup yang mewujudkan pertukaran gas ini sangat bervariasi, bergantung pada ukuran tubuhnya, lingkungan tempat hidupnya, dan riwayat evolusinya. Pada hewan darat, pernapasan berlangsung pada paru-paru.[1] Pertukaran gas di paru-paru terjadi pada jutaan kantung udara kecil. Pada mamalia dan reptil, kantung udara ini disebut alveolus (bentuk jamak: alveoli), tetapi pada burung dinamakan atria. Kantung udara mikroskopis tersebut sangat kaya akan suplai darah, sehingga udara di dalamnya pun terhubung dengan darah.[2] Kantung udara ini berhubungan dengan lingkungan luar melalui sistem saluran udara berupa tabung berongga. Saluran yang terbesar adalah trakea, yang bercabang di tengah dada menjadi dua bronkus utama. Bronkus memasuki paru-paru, tempat mereka bercabang menjadi bronkus sekunder dan tersier yang rongganya semakin sempit, lalu bercabang menjadi banyak tabung yang lebih kecil, yang dinamakan bronkiolus. Pada burung, bronkiolus disebut parabronki. Pada bronkiolus atau parabronki inilah umumnya terdapat alveoli pada mamalia dan atria pada burung. Udara harus dipompa dari lingkungan luar menuju ke dalam alveoli atau atria melalui proses bernapas yang melibatkan otot-otot pernapasan.

Sistem pernapasan
Gambaran skematik lengkap sistem pernapasan manusia dengan bagian-bagian dan fungsinya.
Rincian
Pengidentifikasi
Bahasa Latinsystema respiratorium
MeSHD012137
TA98A06.0.00.000
TA23133
FMA7158
Daftar istilah anatomi

Pada sebagian besar ikan dan sejumlah hewan akuatik lainnya, pernapasan berlangsung pada insang, yang merupakan organ eksternal (baik sebagian maupun sepenuhnya), yang terendam dalam lingkungan perairan. Air akan mengalir melewati insang dengan berbagai cara, baik aktif ataupun pasif. Pertukaran gas terjadi di insang yang terdiri dari filamen tipis atau sangat datar, serta lamela yang mempertemukan secara luas jaringan yang sangat tervaskularisasi dengan air.

Hewan lain, seperti serangga, memiliki anatomi sistem pernapasan yang sangat sederhana. Pada amfibi, kulit pun berperan penting dalam pertukaran gas. Tumbuhan juga memiliki sistem pernapasan tetapi arah pertukaran gasnya bisa berlawanan jika dibandingkan dengan hewan. Sistem pernapasan pada tumbuhan meliputi stomata, yang ditemukan di berbagai bagian tumbuhan.[3]

Mamalia

Anatomi

 
Gambar 1. Sistem pernapasan.
 
Gambar 2. Saluran pernapasan bawah atau "pohon pernapasan"
  1. Trakea
  2. Bronkus utama
  3. Bronkus sekunder (lobar)
  4. Bronkus tersier (segmental)
  5. Bronkiolus
  6. Saluran alveolar
  7. Alveolus

Pada manusia dan mamalia lainnya, anatomi sistem pernapasan umumnya berupa saluran pernapasan. Saluran tersebut dibagi menjadi saluran pernapasan atas dan bawah. Saluran atas meliputi hidung, rongga hidung, sinus paranasal, faring, dan bagian laring di atas pita suara. Saluran bawah (Gambar 2) meliputi bagian bawah laring, trakea, bronkus, bronkiolus, dan alveolus.

Percabangan saluran udara bagian bawah sering digambarkan sebagai pohon pernapasan atau pohon trakeobronkial (Gambar 2).[4] Interval antara titik-titik percabangan di sepanjang saluran yang menyerupai pohon tersebut sering disebut sebagai "generasi", yang pada manusia dewasa jumlahnya sekitar 23. Percabangan atau generasi awal (sekitar 0-16) terdiri dari trakea dan bronkus, serta bronkiolus besar yang hanya bertindak sebagai saluran yang membawa udara ke bronkiolus pernapasan, saluran alveolar, dan alveoli (sekitar generasi 17-23), tempat pertukaran gas terjadi.[5][6] Bronkiolus didefinisikan sebagai saluran udara kecil yang tidak didukung oleh tulang rawan.[4]

Bronkus pertama yang bercabang dari trakea merupakan bronkus utama, baik di kanan maupun kiri. Sebagai saluran dengan diameter terbesar kedua setelah trakea (1,8 cm), bronkus ini (berdiameter 1-1,4 cm)[5] memasuki paru-paru di setiap hilum, tempat mereka bercabang menjadi bronkus sekunder yang lebih sempit yang dikenal sebagai bronkus lobar, dan cabang ini menjadi bronkus tersier yang lebih sempit yang dikenal sebagai bronkus segmental. Pembagian bronkus segmental lebih lanjut (berdiameter 1 hingga 6 mm)[7] dikenal sebagai bronkus segmental urutan 4, 5, dan 6, atau dikelompokkan bersama sebagai bronkus subsegmental.[8][9]

Rata-rata manusia dewasa memiliki 23 cabang pohon pernapasan. Sementara itu, tikus hanya memiliki sekitar 13 cabang.

Alveoli merupakan ujung buntu "pohon pernapasan.” Artinya, udara yang memasukinya harus keluar melalui rute yang sama. Sistem seperti ini menciptakan ruang mati, dengan volume udara (sekitar 150 ml pada manusia dewasa) yang mengisi saluran udara setelah ekshalasi dan kembali ke alveoli sebelum sempat mencapai lingkungan luar.[10][11] Pada akhir inhalasi, saluran udara dipenuhi dengan udara dari lingkungan, yang dihembuskan keluar tanpa bersentuhan dengan penukar gas.[10]

Volume ventilatori

Paru-paru membesar dan berkontraksi selama siklus pernapasan, menarik udara masuk dan keluar dari paru-paru. Volume udara yang berpindah masuk atau keluar dari paru-paru dalam keadaan istirahat normal (yang disebut volume tidal, ketika istirahat sekitar 500 ml), serta volume yang berpindah akibat inhalasi paksa dan ekshalasi paksa secara maksimal, diukur dengan spirometri.[12] Spirogram manusia dewasa pada umumnya, serta istilah-istilah yang diberikan untuk berbagai aktivitas yang dapat dilakukan paru-paru, diilustrasikan di bawah ini (Gambar 3):

 
Gambar 3 Output dari 'spirometer'. Gerakan grafik ke atas (dibaca dari kiri), menunjukkan masuknya udara; pergerakan ke bawah menunjukkan keluarnya udara.

Tidak semua udara di paru-paru dapat dikeluarkan meskipun pernapasan sudah dipaksa secara maksimal. Volume udara yang masih tersisa ini disebut volume residual, yang besarnya sekitar 1,0-1,5 liter yang tidak dapat diukur dengan spirometri. Oleh karena itu, volume yang turut memperhitungkan volume residual (yaitu kapasitas residual fungsional sekitar 2,5-3,0 liter, dan kapasitas total paru sekitar 6 liter) juga tidak dapat diukur dengan spirometri. Pengukuran angka-angka ini membutuhkan teknik tersendiri.[12]

Penghitungan volume udara yang dihirup masuk atau keluar, baik melalui mulut atau hidung, atau masuk atau keluar dari alveoli dijelaskan dalam tabel di bawah, bersama dengan cara penghitungannya. Jumlah siklus napas per menit dikenal sebagai laju pernapasan.

Pengukuran Rumus Deskripsi
Volume menit pernapasan volume tidal * laju pernapasan jumlah volume udara yang memasuki atau meninggalkan hidung atau mulut per menit.
Ventilasi alveolar (volume tidal – ruang mati) * laju pernapasan volume udara yang memasuki atau meninggalkan alveoli per menit.
Ventilasi ruang mati ruang mati * laju pernapasan volume udara yang tidak mampu mencapai alveoli ketika inhalasi, tetapi tetap tinggal di saluran pernapasan, per menit.

Mekanika pernapasan

Gambar 6. Pencitraan resonansi magnetik (MRI) waktu-nyata yang menunjukkan pergerakan dada selama bernapas.
"Gerakan gagang pompa" dan "gerakan gagang ember" oleh tulang rusuk
Gambar 4. Efek otot-otot inhalasi dalam memperluas sangkar rusuk. Gerakan khusus yang diilustrasikan di sini disebut gerakan gagang pompa oleh tulang rusuk.
Gambar 5. Dalam gambar sangkar rusuk ini, kemiringan tulang rusuk bagian bawah, mulai dari garis tengah ke arah luar dapat terlihat dengan jelas. Hal ini memungkinkan gerakan yang mirip dengan "efek gagang pompa", tapi pada kondisi ini disebut "gerakan gagang ember". Perbedaan warna mengacu pada klasifikasi tulang rusuk, dan tidak relevan di sini.
Pernapasan tenang dan pernapasan paksa
Gambar 7. Otot-otot pernapasan saat istirahat: inhalasi di sebelah kiri, ekshalasi di sebelah kanan. Otot-otot yang berkontraksi ditunjukkan dengan warna merah; otot-otot yang berelaksasi dengan warna biru. Kontraksi diafragma umumnya berkontribusi paling besar pada ekspansi rongga dada (biru muda). Namun, pada saat yang sama, otot-otot interkostal menarik tulang rusuk ke atas (efeknya ditunjukkan oleh panah) yang juga mengakibatkan sangkar rusuk mengembang selama inhalasi (lihat diagram di sisi lain halaman). Relaksasi semua otot-otot ini selama ekshalasi mengakibatkan sangkar rusuk dan perut (hijau muda) kembali secara elastis ke posisi istirahat mereka. Bandingkan dengan Gambar 6, video MRI yang menunjukkan gerakan dada selama siklus pernapasan.
Gambar 8. Otot-otot pada pernapasan paksa (inhalasi dan ekshalasi). Kode warnanya sama dengan di sebelah kiri. Selain kontraksi diafragma yang lebih kuat dan ekstensif, otot-otot interkostalis dibantu oleh otot-otot aksesori inhalasi untuk memperbesar pergerakan tulang rusuk ke atas, mengakibatkan ekspansi sangkar rusuk yang lebih besar. Selama ekshalasi, terlepas dari relaksasi otot-otot inhalasi, otot-otot perut secara aktif berkontraksi untuk menarik tepi bawah sangkar rusuk ke bawah sehingga mengurangi volume tulang rusuk, dan pada saat yang sama mendorong diafragma jauh ke atas, ke dalam toraks.

Pada mamalia, inhalasi saat istirahat (pernapasan tenang) terutama disebabkan oleh kontraksi diafragma, yaitu lembaran otot berkubah ke atas yang memisahkan rongga dada dari rongga perut. Ketika diagfragma berkontraksi menjadi rata (bergerak ke bawah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7), volume rongga dada akan meningkat. Diafragma yang berkontraksi mendorong organ perut ke bawah. Akan tetapi, karena dasar panggul mencegah organ perut paling bawah bergerak lebih jauh, isi perut yang lentur menyebabkan perut membuncit ke arah depan dan samping, karena otot perut yang rileks tidak menahan gerakan ini (Gambar 7). Penonjolan perut yang sepenuhnya bersifat pasif (dan menyusut saat ekshalasi) selama pernapasan normal kadang-kadang disebut sebagai "pernapasan perut", meskipun sebenarnya lebih tepat disebut "pernapasan diafragma", yang tidak terlihat dari luar tubuh. Mamalia hanya menggunakan otot perutnya pada ekshalasi paksa (lihat Gambar 8, dan penjelasan di bawah), dan tidak pernah selama inhalasi dalam bentuk apa apa pun.

Saat diafragma berkontraksi, secara bersamaan sangkar rusuk diperbesar karena tulang rusuk ditarik ke atas oleh otot-otot interkostal seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. Semua tulang rusuk miring ke bawah, dari belakang ke depan (seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4); tetapi tulang-tulang rusuk terbawah juga miring ke bawah, dari garis tengah ke arah luar (Gambar 5). Dengan demikian, diameter transversal sangkar rusuk dapat ditingkatkan dengan cara yang sama seperti peningkatan diameter antero-posterior, yaitu dengan gerakan gagang pompa yang ditunjukkan pada Gambar 4.

Pembesaran dimensi vertikal rongga dada akibat kontraksi diafragma, dan pembesaran kedua dimensi horizontalnya akibat mengangkatnya bagian depan dan sisi tulang rusuk, menyebabkan tekanan intratoraks menurun. Interior paru-paru terbuka ke udara luar, dan karena bersifat elastis, menjadi mengembang untuk mengisi peningkatan ruang. Udara masuk ke paru-paru melalui saluran pernapasan (Gambar 2). Pada kondisi sehat, saluran udara ini (mulai dari hidung atau mulut, dan berakhir di kantung buntu mikroskopis yang disebut alveoli) selalu terbuka, meskipun diameter berbagai bagian dapat diubah oleh sistem saraf simpatik dan parasimpatik. Oleh karena itu, tekanan udara alveolar selalu mendekati tekanan udara atmosfer (sekitar 100 kPa di permukaan laut) saat istirahat, dengan gradien tekanan yang menyebabkan udara bergerak masuk dan keluar dari paru-paru selama bernapas jarang melebihi 2-3 kPa.[13][14]

Selama ekspirasi, otot diafragma dan otot interkostal berlaksasi. Hal ini mengembalikan dada dan perut ke posisi yang ditentukan oleh elastisitas anatomi mereka. Kondisi ini merupakan "posisi istirahat menengah" dari toraks dan perut (Gambar 7) ketika paru-paru menampung kapasitas residual fungsional udara (area biru muda di ilustrasi sebelah kanan Gambar 7), yang pada manusia dewasa volumenya sekitar 2,5-3,0 liter (Gambar 3).[6] Ekshalasi saat istirahat berlangsung sekitar dua kali lebih lama dari inhalasi karena diafragma secara pasif berelaksasi dengan lebih tenang dibandingkan kontraksi aktif selama inhalasi.

 
Gambar 9 Perubahan komposisi udara alveolar selama siklus pernapasan normal saat beristirahat. Skala di sebelah kiri dan garis biru menunjukkan tekanan parsial karbon dioksida dalam kPa, sedangkan skala di sisi kanan dan garis merah menunjukkan tekanan parsial oksigen, juga dalam kPa (untuk mengubah kPa menjadi mm Hg, kalikan dengan 7.5).

Volume udara yang bergerak masuk atau keluar (di hidung atau mulut) selama satu siklus pernapasan disebut volume tidal. Pada manusia dewasa yang beristirahat, volume ini sekitar 500 ml per napas. Pada akhir ekshalasi, saluran udara mengandung sekitar 150 ml udara alveolar yang merupakan udara pertama yang dikembalikan ke dalam alveoli selama inhalasi.[10][15] Volume udara ini, yang dihembuskan keluar dari alveoli dan kembali lagi, dikenal sebagai ventilasi ruang mati, yang memiliki konsekuensi bahwa dari 500 ml udara yang dihirup ke dalam alveoli setiap kali bernapas, hanya 350 ml (500 ml - 150 ml = 350 ml) yang merupakan udara segar yang hangat dan lembab.[6] Karena 350 ml udara segar ini dicampur secara menyeluruh dan diencerkan oleh udara yang tersisa di alveoli setelah ekshalasi normal (yaitu kapasitas residual fungsional sekitar 2,5-3,0 liter), komposisi udara alveolar hanya sangat sedikit berubah selama siklus pernapasan (lihat Gambar 9). Ketegangan (atau tekanan parsial) oksigen tetap mendekati 13-14 kPa (sekitar 100 mm Hg), sedangkan karbon dioksida sangat mendekati 5,3 kPa (atau 40 mm Hg). Hal ini kontras dengan komposisi udara luar yang kering di permukaan laut, dengan tekanan parsial oksigen adalah 21 kPa (atau 160 mm Hg) dan karbon dioksida 0,04 kPa (atau 0,3 mmHg).[6]

Saat bernapas dengan berat (hiperpnea), misalnya selama berolahraga, inhalasi terjadi akibat kontraksi diafragma yang bergerak lebih kuat dan lebih besar dibandingkan saat istirahat (Gambar 8). Selain itu, "otot aksesori inhalasi" turut melebih-lebihkan aksi otot interkostal (Gambar 8). Otot aksesori inhalasi ini adalah otot yang membentang dari tulang leher dan pangkal tengkorak hingga tulang rusuk atas dan sternum, kadang-kadang melalui perlekatan perantara pada tulang selangka (klavikula).[6] Ketika mereka berkontraksi, volume internal sangkar rusuk meningkat jauh lebih besar dibandingkan yang dapat dicapai dengan kontraksi otot-otot interkostal saja. Dilihat dari luar tubuh, terangkatnya tulang selangka selama inhalasi berat kadangkala disebut pernapasan klavikular atau pernapasan dangkal, yang terlihat terutama selama serangan asma dan pada orang dengan penyakit paru obstruktif kronis.

Selama pernapasan berat, ekshalasi disebabkan oleh relaksasi semua otot inhalasi. Tetapi sekarang, otot-otot perut, bukannya tetap rileks (seperti saat istirahat), malah berkontraksi dengan paksa, menarik tepi bawah tulang rusuk ke arah bawah (depan dan samping) (Gambar 8). Hal ini tidak hanya mengurangi ukuran tulang rusuk secara drastis, tetapi juga mendorong organ-organ perut ke atas melawan diafragma, sehingga menggelembung jauh ke dalam toraks (Gambar 8). Volume paru akhir pernapasan sekarang jauh di bawah posisi tengah istirahat dan memuat jauh lebih sedikit udara dibandingkan "kapasitas residual fungsional" saat istirahat. Namun, pada mamalia normal, paru-paru tidak dapat dikosongkan sepenuhnya. Pada manusia dewasa selalu ada setidaknya 1 liter udara yang tersisa di paru-paru setelah pernapasan maksimum.[6]

Irama pernapasan masuk dan keluar yang berlangsung otomatis, dapat terganggu oleh batuk dan bersin (bentuk pernapasan yang sangat kuat), oleh ekspresi berbagai emosi (tertawa, menghela nafas, menangis kesakitan) dan oleh tindakan seperti berbicara, menyanyi, bersiul, dan memainkan alat musik tiup. Semua tindakan ini bergantung pada otot-otot yang dijelaskan di atas, dan berpengaruh terhadap pergerakan masuk dan keluarnya udara dari paru-paru.

Meskipun bukan bentuk pernapasan, manuver Valsava melibatkan otot-otot pernapasan. Faktanya, tindakan ini adalah upaya pernapasan yang sangat kuat terhadap glotis yang tertutup rapat, sehingga tidak ada udara yang bisa keluar dari paru-paru.[16] Sebaliknya, isi perut digerakkan ke arah yang berlawanan, melalui lubang di dasar panggul. Otot-otot perut berkontraksi dengan sangat kuat, menyebabkan tekanan di dalam perut dan dada meningkat sangat tinggi. Manuver Valsava dapat dilakukan secara sukarela, tetapi umumnya terjadi secara refleks ketika mencoba mengosongkan perut selama, misalnya, buang air besar yang sulit, atau saat melahirkan. Pernapasan berhenti selama manuver ini.

Burung

 
Gambar 15. Susunan kantung udara dan paru-paru pada burung.
 
Gambar 16 Anatomi sistem pernapasan burung, yang menunjukkan hubungan antara trakea, bronkus primer dan bronkus intrapulmoner, bronkus dorsal dan ventral, dengan parabronki memanjang di antara keduanya. Kantung udara posterior dan anterior juga ditunjukkan, tetapi tidak dijadikan sebagai skala perbandingan ukuran.
 
Gambar 17 Kerangka merpati, yang menunjukkan pergerakan dada selama inhalasi. Panah 1 menunjukkan pergerakan tulang rusuk vertebral. Panah 2 menunjukkan pergerakan tulang dada (dan lunasnya). Kedua gerakan ini meningkatkan diameter vertikal dan transversal bagian dada burung.
Ket.:
1. tengkorak; 2. tulang leher; 3. furcula; 4. korakoid; 5. tulang rusuk; 6. tulang dada dan lunasnya; 7. tulang lutut; 8. tarsometatarsus; 9. jari; 10. tulang kering (tibiotarsus); 11. fibula (tibiotarsus); 12. tulang paha; 13. ischium (polos); 14. tulang pubis (polos); 15. tulang ilium (polos); 16. vertebra kaudal; 17. pygostyle; 18. synsacrum; 19. tulang belikat; 20. vertebra dorsal; 21. humerus; 22. ulna; 23. radius; 24. karpus (karpometakarpus); 25. metakarpus (karpometakarpus); 26. jari; 27. alula
 
Gambar 18 Siklus inhalasi-ekshalasi pada burung.

Sistem pernapasan burung berbeda signifikan dibandingkan mamalia. Burung memiliki paru-paru kaku yang tidak mengembang dan berkontraksi selama siklus pernapasan. Alih-alih, sebuah sistem kantung udara yang luas (Gambar 15) didistribusikan ke seluruh tubuh mereka yang bertindak sebagai bellow yang menarik udara dari lingkungan ke dalam kantung tersebut, dan mengeluarkan udara yang telah melewati paru-paru (Gambar 18).[17] Burung juga tidak memiliki diafragma atau rongga pleura.

Paru-paru burung lebih kecil dibandingkan paru-paru pada mamalia yang ukurannya sebanding, tetapi kantung udara menyumbang 15% dari total volume tubuh, dibandingkan dengan 7% yang dikhususkan untuk alveoli yang bertindak sebagai bellow pada mamalia.[18]

Menghirup (inhalasi) dan mengembuskan (ekshalasi) napas dilakukan dengan cara menambah dan mengurangi volume seluruh rongga dada-perut (atau selom) secara bergantian menggunakan otot perut dan otot rusuk.[19][20][21] Selama inhalasi, otot-otot yang melekat pada tulang rusuk vertebral (Gambar 17) berkontraksi, mengarahkan tulang rusuk ke depan dan ke luar. Hal ni mendorong tulang rusuk sternal ke bawah dan ke depan, mengarahkan tulang dada (serta lunasnya yang menonjol) ke arah yang sama (Gambar 17). Akibatnya, diameter vertikal dan transversal bagian dada meningkat. Gerakan ke depan dan ke bawah dari ujung posterior tulang dada menarik dinding perut ke bawah, yang juga meningkatkan volume daerah tersebut.[19] Peningkatan volume seluruh rongga trunkus mengurangi tekanan udara di semua kantung udara thorakoabdominal, menyebabkan kantung-kantung tersebut terisi dengan udara seperti dijelaskan di bawah ini.

Referensi

  1. ^ Campbell, Neil A. (1990). Biology (edisi ke-2nd). Redwood City, Calif.: Benjamin/Cummings Pub. Co. hlm. 834–835. ISBN 0-8053-1800-3. 
  2. ^ Hsia, CC; Hyde, DM; Weibel, ER (15 March 2016). "Lung Structure and the Intrinsic Challenges of Gas Exchange". Comprehensive Physiology. 6 (2): 827–95. doi:10.1002/cphy.c150028. PMC 5026132 . PMID 27065169. 
  3. ^ West, John B. (1995). Respiratory physiology-- the essentials. Baltimore: Williams & Wilkins. hlm. 1–10. ISBN 0-683-08937-4. 
  4. ^ a b Gilroy, Anne M.; MacPherson, Brian R.; Ross, Lawrence M. (2008). Atlas of Anatomy. Stuttgart: Thieme. hlm. 108–111. ISBN 978-1-60406-062-1. 
  5. ^ a b Pocock, Gillian; Richards, Christopher D. (2006). Human physiology : the basis of medicine (edisi ke-3rd). Oxford: Oxford University Press. hlm. 315–317. ISBN 978-0-19-856878-0. 
  6. ^ a b c d e f Tortora, Gerard J.; Anagnostakos, Nicholas P. (1987). Principles of anatomy and physiology  (edisi ke-Fifth). New York: Harper & Row, Publishers. hlm. 556–586. ISBN 0-06-350729-3. 
  7. ^ Kacmarek, Robert M.; Dimas, Steven; Mack, Craig W. (13 August 2013). Essentials of Respiratory Care - E-Book (dalam bahasa Inggris). Elsevier Health Sciences. ISBN 9780323277785. 
  8. ^ Netter, Frank H. (2014). Atlas of Human Anatomy Including Student Consult Interactive Ancillaries and Guides (edisi ke-6th). Philadelphia, Penn.: W B Saunders Co. hlm. 200. ISBN 978-1-4557-0418-7. 
  9. ^ Maton, Anthea; Jean Hopkins; Charles William McLaughlin; Susan Johnson; Maryanna Quon Warner; David LaHart; Jill D. Wright (1993). Human Biology and Health. wood Cliffs, New Jersey, USA: Prentice Hall. ISBN 0-13-981176-1. [halaman dibutuhkan]
  10. ^ a b c Fowler W.S. (1948). "Lung Function studies. II. The respiratory dead space". Am. J. Physiol. 154 (3): 405–416. doi:10.1152/ajplegacy.1948.154.3.405. PMID 18101134. 
  11. ^ "anatomical dead space". TheFreeDictionary.com. 
  12. ^ a b Tortora, Gerard J.; Anagnostakos, Nicholas P. (1987). Principles of anatomy and physiology  (edisi ke-Fifth). New York: Harper & Row, Publishers. hlm. 570–572. ISBN 0-06-350729-3. 
  13. ^ Koen, Chrisvan L.; Koeslag, Johan H. (1995). "On the stability of subatmospheric intrapleural and intracranial pressures". News in Physiological Sciences. 10 (4): 176–178. doi:10.1152/physiologyonline.1995.10.4.176. 
  14. ^ West, J.B. (1985). Respiratory physiology: the essentials. Baltimore: Williams & Wilkins. hlm. 21–30, 84–84, 98–101. 
  15. ^ Burke, TV; Küng, M; Burki, NK (1989). "Pulmonary gas exchange during histamine-induced bronchoconstriction in asthmatic subjects". Chest. 96 (4): 752–6. doi:10.1378/chest.96.4.752. PMID 2791669. 
  16. ^ Taylor, D (1996). "The Valsalva Manoeuvre: A critical review". South Pacific Underwater Medicine Society Journal. 26 (1). ISSN 0813-1988. OCLC 16986801. Diakses tanggal 14 March 2016. 
  17. ^ Campbell, Neil A. (1990). Biology (edisi ke-2nd). Redwood City, Calif.: Benjamin/Cummings Pub. Co. hlm. 836–844. ISBN 0-8053-1800-3. 
  18. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Whittow 2000 233–241
  19. ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama AvResp
  20. ^ Storer, Tracy I.; Usinger, R. L.; Stebbins, Robert C.; Nybakken, James W. (1997). General Zoology (edisi ke-sixth). New York: McGraw-Hill. hlm. 752–753. ISBN 0-07-061780-5. 
  21. ^ Romer, Alfred Sherwood (1970). The Vertebrate body (edisi ke-Fourth). Philadelphia: W.B. Saunders. hlm. 323–324. ISBN 0-7216-7667-7.