Wahiduddin Adams

hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Dr. Wahiduddin Adams, S.H., M.A. (lahir 17 Januari 1954) adalah seorang birokrat dan hakim Indonesia. Ia menjabat sebagai Hakim Konstitusi Republik Indonesia mulai 21 Maret 2014. Sebelum berkarir sebagai hakim, Adams adalah seorang birokrat di Kementerian Hukum dan HAM, menjabat sebagai Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan dari 2010 hingga 2014.

Yang Mulia
Wahiduddin Adams
Hakim Konstitusi Republik Indonesia
Mulai menjabat
21 Maret 2014
PresidenSusilo Bambang Yudhoyono
Joko Widodo
Informasi pribadi
Lahir17 Januari 1954 (umur 70)
Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia
KewarganegaraanIndonesia
KebangsaanIndonesia
Alma materUIN Syarif Hidayatullah
PekerjaanHakim
ProfesiBirokrat
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Kehidupan awal

Adams besar dan bersekolah di desa Sakatiga, Kecamatan Indralaya, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Ia menempuh pendidikan di madrasah tsanawiyah dan madrasah aliyah setempat sebelum masuk ke IAIN Syarif Hidayatullah di Jakarta, di mana ia meraih gelar Sarjana Peradilan Islam pada tahun 1979.[1]

Ia melanjutkan pendidikannya juga di IAIN Syarif Hidayatullah, di mana ia mendapatkan gelar Magister Hukum Islam (1991) dan Doktor Hukum Islam (2002). Pada tahun 1987, Adams menempuh pendidikan posdoktoral dalam bidang ilmu perundang-undangan di Universitas Leiden.[1] Selepas menyandang gelar doktornya, ia mengajar sebagai dosen tamu pada mata kuliah ilmu perundang-undangan di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah dan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta.[1]

Karir birokrasi

Adams memulai karirnya sebagai pegawai di Badan Pembinaan Hukum Nasional, di mana ia berkarir selama delapan tahun (1981-89). Ia kemudian menjadi perancang peraturan perundang-undangan pada Direktorat Jenderal dan Perundang-Undangan (1990-95) dan kepala biro di Sekretariat Jenderal Departemen Kehakiman (1995-2001). Selama satu tahun (2001-02), ia bertugas sebagai koordinator administrasi di Kantor Wilayah Departemen Kehakiman Provinsi Sulawesi Tenggara di Kendari.[1]

Adams dua kali menjabat posisi direktur pada lingkungan Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan, yaitu sebagai Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan (2004) dan Direktur Fasilitasi Perencanaan Peraturan Daerah (2004-10). Pada tahun 2010, di bawah Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, ia menjadi Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan, jabatan yang ia emban sampai terpilihnya ia ke MK.[1]

Hakim Konstitusi

Periode pertama (2014-19)

Adams mengikuti seleksi terbuka untuk posisi Hakim Konstitusi yang diadakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada tahun 2013. Ia berhasil masuk ke dalam empat nama yang diajukan oleh tim pakar ke Komisi III DPR yang membidangi hukum, bersama Aswanto, Ni’matul Huda, dan Atip Latipulhayat.

Dalam sidang pleno Komisi III DPR pada 6 Maret 2014, Adams berhasil terpilih menjadi Hakim Konstitusi setelah meraih 46 suara, mengungguli Aswanto yang juga terpilih dengan 23 suara. Keduanya menggantikan kursi hakim yang ditinggalkan oleh Akil Mochtar dan Harjono.[2] Adams dilantik oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 21 Maret 2014 di Istana Negara.[3]

Terpilihnya Adams ke MK dikritik oleh beberapa kalangan dari lembaga swadaya masyarakat di bidang hukum, seperti peneliti Índonesia Legal Roundtable Erwin Natosmal Oemar yang menilai bahwa kompetensi dan integritasnya cacat.[2]

Periode kedua (2019-24)

Bersama Aswanto, Adams kembali terpilih ke MK melalui sidang pleno Komisi III DPR pada 12 Maret 2019.[4] Ia dilantik oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara pada 21 Maret 2019.[5]

Pandangan hukum

In re 284, 285, & 292 KUHP (2017)

Dalam perkara pengujian pasal kesusilaan pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,[6] Adams adalah salah satu dari empat hakim (bersama Aswanto, Anwar Usman, dan Arief Hidayat) yang berpandangan bahwa pasal 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan jati diri konstitusional sebagai sebuah "konstitusi yang berketuhanan", sehingga permohonan untuk memperluas penafsiran pasal kesusilaan di KUHP harus diterima.[7] Hakim Saldi Isra, Maria Farida Indrati, I Dewa Gede Palguna, Manahan Sitompul, dan Suhartoyo membentuk mayoritas pada mahkamah yang terbagi 5-4.[8]

Rujukan

  1. ^ a b c d e Profil MK.
  2. ^ a b Hidayat, Rofiq (6 Maret 2014). "Wahiduddin dan Aswanto Terpilih Sebagai Hakim Konstitusi". hukumonline.com. Diakses tanggal 2 Juni 2020. 
  3. ^ "Presiden SBY Lantik Dua Hakim MK Baru". BeritaSatu TV. 21 Maret 2014. Diakses tanggal 2 Juni 2020. 
  4. ^ Saputra, Andi (12 Maret 2019). "Kembali Terpilih, Ini Hakim Konstitusi Aswanto dan Wahiddudin". Detik. Diakses tanggal 2 Juni 2020. 
  5. ^ "Hakim MK Aswanto dan Wahiduddin Baca Sumpah di Hadapan Jokowi". CNN Indonesia. 21 Maret 2019. Diakses tanggal 2 Juni 2020. 
  6. ^ In re 284, 285, & 292 KUHP, ex parte Aliansi Cinta Keluarga, 2017
  7. ^ Saputri, Maya (15 Desember 2017). "Jejak Empat Hakim MK yang Ajukan Dissenting Opinion Putusan LGBT". Tirto.id. Diakses tanggal 2 Juni 2020. 
  8. ^ "MK tolak kriminalisasi LGBT dan hubungan di luar nikah". BBC Indonesia. 14 Desember 2017. Diakses tanggal 2 Juni 2020. 

Sumber