Filsafat Bahasa Biasa

Revisi sejak 16 Juni 2020 00.57 oleh Christian Moanoang (bicara | kontrib) (menambah teks)

Filsafat Bahasa Biasa adalah salah satu cabang filsafat bahasa yang menekankan penggunaan bahasa sehari-hari untuk untuk menganalisa dunia.[1] Aliran pemikiran Filsafat Bahasa Biasa muncul di Inggris pada awal abad ke-20 melalui pemikiran filsafat Ludwig Wittgenstein. Filsafat Bahasa Biasa selanjutnya mengalami perkembangan gagasan melalui pemikiran Gilbert Ryle, John Langshaw Austin, dan Peter Frederick Strawson.[2] Filsafat Bahasa Biasa memiliki pengaruh yang luas di Inggris, Jerman, Prancis, dan Amerika Serikat.[3]

Konsep

Sebagian besar konsep Filsafat Bahasa Biasa dipengaruhi dan dirintis oleh pemikiran Ludwig Wittgenstein pada periode kedua. Konsep ini tertuang dalam buku yang berjudul Philosophical Investigations. Pada karyanya ini, Wittgenstein mengemukakan bahwa bahasa yang disusun melalui logika adalah sangat sulit untuk dikembangkan dalam filsafat. Pandangan Wittgenstein menekankan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi dalam kehidupan manusia. Bahasa memiliki banyak struktur yang masuk akal dan bersifat kompleks dalam penggunaannya pada berbagai bidang kehidupan manusia. Dengan demikian, Filsafat Bahasa Biasa lebih menekankan proses penggunaan suatu istilah atau ungkapan untuk dapat mengandung atau mengungkapkan sebuah makna.[4]

Pengaruh

Filsafat Bahasa Biasa merupakan salah satu aliran penting dalam pemikiran Filsfaat Kontemporer. Pemikiran Filsafat Bahasa Biasa telah memunculkan sejumlah teori pemaknaan, seperti fenomenologi Husserl dan teori kritis Habermas di Jerman, serta postmodernisme Lyotard, Derrida, dan Foucault di Perancis. Pemikiran Filsafat Bahasa Biasa juga memengaruhi kemunculan sejumlah metode analisis isi pesan komunikasi. Filsafat Bahasa Biasa memunculkan metode analisis yang bersifat positivistik seperti analisis isi dan yang bersifat semi-positivistik seperti analisis wacana, Selain itu, Filsafat Bahasa Biasa juga memunculkan metode analisis semiotika maupun yang bersifat psikologi-kritis seperti analisis pembingkaian.[2]

Filsafat Bahasa Biasa mampu mengkaji aspek bahasa secara teratur beriringan dengan penggunaannya dalam kehidupan manusia sehari-hari. Pemikiran Filsafat Bahasa Biasa ini yang kemudian menjadi inspirasi bagi pengembangan ilmu linguistik pragmatik. Para ahli filsafat bahasa seperti John Langsaw Austin (1962), John Searle (1969), dan Paul Grice (1975), telah mengembangkan ilmu pragmatik. Pengembangan ini adalah pembahasan semantik yang sangat luas dan berguna bagi pengembangan linguistik pragmatik. Sebelum pemikiran Filsafat Bahasa Biasa dikemukakan, pengkajian ilmu linguistik selalu bersifat tersusun rapi dan menggunakan tata bahasa yang sangat rumit. Filsafat Bahasa Biasa yang menolak penggunaan logika dalam berbahasa, berhasil menciptakan teori baru dalam bidang bahasa. Konsep teori Filsafat Bahasa Biasa terus dikembangkan oleh J.L. Austin melalui karyanya How to Do Things with Words yang diterbitkan pada tahun 1962. Selanjutnya pemikiran Austin ini dikembangkan lagi oleh John Searl pada tahun 1969 melalui karyanya yang berjudul Speech Act. Penolakan terhadap aliran filsafat positivisme logis dalam bahasa yang dikemukakan di dalam kedua karya tersebut, kemudian menjadi pencetus dari Teori Tindak Tutur.[5]

Tokoh Filsuf

Aliran pemikiran Filsafat Bahasa Biasa muncul di Inggris pada awal abad ke-20 melalui pemikiran filsafat Ludwig Wittgenstein. Filsafat Bahasa Biasa selanjutnya mengalami perkembangan gagasan melalui pemikiran Gilbert Ryle, John Langshaw Austin, dan Peter Frederick Strawson.[2]

Ludwig Wittgenstein

Ludwig Wittgenstein merintis Filsafat Bahasa Biasa melalui pemikiran di dalam bukunya yang berjudul Philosophical Investigations. Kemunculan pemikiran Wittgenstein mengenai Filsafat Bahasa Biasa berasal dari inti pemikirannya tentang tata permainan bahasa. Dalam pemikiran ini, penggunaan bahasa yang berubah-ubah dalam kehidupan sehari-hari merupakan hakikat bahasa itu sendiri.[6]

Gilbert Ryle

Gilbert Ryle merupakan seorang filsuf yang berusaha mendukung Filsafat Bahasa Biasa. Teori Deskripsi Kebodohan merupakan sumbangan pemikiran Filsafat Bahasa Biasa Gilbert Ryle untuk bidang ilmu antropologi budaya. Selain itu, hasil pemikiran filosofisnya menjadi salah satu kunci pemecahan permasalahan-permasalahan masa kini baik dalam lingkup filsafat maupun di luar lingkup filsafat.[1]

J. L. Austin dan John Searl

John Langshaw Austin adalah salah satu filsuf Filsafat Bahasa Biasa yang menolak pemikiran bahwa penggunaan bahasa mengharuskan penggunaan logika. Gagasannya ini disampaikan dalam karyanya yang berjudul How to Do Things with Words yang diterbitkan pada tahun 1962. Pemikiran Austin dikembangkan lagi oleh salah satu muridnya yang bernama John Searl dalam karyanya Speech Act yang diterbitkan pada tahun 1969. Teori tindak tutur merupakan teori yang terbentuk akibat penolakan Austin dan Searl terhadap aliran filsafat positivisme logis dalam penggunaan bahasa.[5]

P. F. Strawson

Peter Frederick Strawson merupakan salah satu filsuf Filsafat Bahasa Biasa yang menekankan penggunaan bahasa dalam aspek pragmatik. Srawson menganggap bahasa biasa sebagai landasan berfilsafat.[7] Seperti Austin, Strawson juga menganut teori tindak tutur dalam penggunaan bahasa.[8]

Referensi

  1. ^ a b Hilal, Muhammad (2019). "Filsafat Bahasa Biasa Gilbert Ryle dan Relevansinya dengan Konsep Pendidikan Karakter di Indonesia". Jurnal Filsafat. 29 (2): 206—227. doi:10.22146/jf.44313. 
  2. ^ a b c Wibowo, Wahyu (2011). "Pemantapan Prinsip Filsafat Bahasa Biasa Sebagai Upaya Pemutakhiran Metode Analisis Pesan Komunikasi". Kajian Lingusitik dan Sastra. 23 (1): 8—18. 
  3. ^ Sumanto, Edi (2017). "Hubungan Filsafat dengan Bahasa". El-Afkar. 6 (1): 19—30. 
  4. ^ Nurlaila (2014). "Filsafat Ordinary Language dan Pembelajaran Bahasa". Ta'dib. 17 (1): 53—59. 
  5. ^ a b Sunardi (2011). "Filsafat Analitis Bahasa dan Hubungannya dengan Ilmu Linguistik Pragmatik". Lite. 7 (2): 64—83. 
  6. ^ Kaelan (2004). "Filsafat Analitis Menurut Ludwig Wittgenstein: Relevansinya Bagi Pengembangan Pragmatik". Humaniora. 16 (2): 133—146. 
  7. ^ Waljinah S., Dimyati, K., Prayitno, H. K., dan Dwilaksana C. (23 Maret 2018). Prosiding Konferensi Nasional Ke- 7:Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyiyah. Jakarta: Asosiasi Program Pascasarjana Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyiyah. hlm. 13. ISBN 978-602-50710-7-2. 
  8. ^ Atabik, Ahmad (2014). "Teori Kebenaran Perspektif Filsafat Ilmu: Sebuah Kerangka Untuk Memahami Konstruksi Pengetahuan Agama". Fikrah. 2 (1): 253—271.