Museum Ne' Gandeng

museum di Indonesia
Revisi sejak 21 Juni 2020 13.53 oleh Anggoro Sholikin (bicara | kontrib) (menambah teks)

Museum Ne' Gandeng adalah museum yang terletak di Desa Palangi, Kecamatan Sa’dan Balusu, Kabupaten Toraja Utara, Provinsi Sulawesi Selatan.[1] Nama Museum Ne' Gandeng berasal dari nama salah satu tokoh masyarakat Toraja yang bernama Ne' Gandeng.[2] Museum Ne' Gandeng terdiri dari beberapa bangunan yang menerapkan gaya arsitektur Tongkonan.[3] Koleksi Museum Ne' Gandeng berupa batu menhir, patung Ne’ Gandeng, patung kerbau, dan gong belang.[2] Selain koleksi benda-benda bersejarah, Museum Ne' Gandeng juga memiliki pondok-pondok yang berbentuk rumah adat Toraja.[4] Museum Ne' Gandeng menjadi tempat wisata dan tempat upacara adat bagi masyarakat Toraja.[1] Museum Ne' Gandeng berada dalam kepemilikan dan pengelolaan dari Keluarga Besar Ne' Gandeng. Pendirian Museum Ne' Gandeng bertujuan untuk memberitahukan dan menyebarkan pengetahuan tentang budaya Toraja kepada masyarakat umum. [5]

Sejarah

Museum Ne’ Gandeng dibangun sebagai salah satu bentuk penghormatan terhadap leluhur Suku Toraja.[4] Nama dari Museum Ne' Gandeng diambil dari nama salah satu tokoh masyarakat Suku Toraja yaitu Ne' Gandeng. Ia adalah seorang tokoh masyarakat di Lembang Malakiri. Ne' Gandeng dikenal sebagai seorang wanita pekerja keras dan bijaksana selama menjadi hakim adat. Selain itu, ia juga terkenal gigih dalam melestarikan adat dan budaya Toraja. Sosok Ne' Gandeng tersebut memberikan inspirasi bagi pendirian Museum Ne' Gandeng. Pendirian Museum Ne' Gandeng bertujuan untuk memberitahukan dan menyebarkan pengetahuan tentang budaya Toraja kepada masyarakat umum. Museum Ne' Gandeng berada dalam kepemilikan dan pengelolaan dari Keluarga Besar Ne' Gandeng. [5] Seiring waktu, Museum Ne' Gandeng beralih fungsi dari sekadar bentuk penghormatan, menjadi tempat wisata dan sebagai tempat penyelenggaraan berbagai acara adat yang biasa dilakukan oleh masyarakat Toraja.[1] Selain itu, Museum Ne' Gandeng juga dapat dipergunakan oleh para warga Toraja yang ingin mengadakan acara pemakaman bagi anggota keluarganya yang telah meninggal.[4]

Lokasi

Museum Ne’ Gandeng berada di Desa Palangi, Kecamatan Sa’dan Balusu, Kabupaten Toraja Utara, Provinsi Sulawesi Selatan. Lokasi ini dapat dicapai dengan melalui Jembatan Ne' Gandeng. Jembatan ini dibangun oleh Yayasan Keluarga Besar Ne' Gandeng.[1] Museum Ne' Gandeng dapat dicapai dari Kota Makassar dengan jarak tempuh sejauh 315 kilometer. Setelah itu perjalanan dilanjutkan menuju ke Kecamatan Sa'dan Bulusu dan diteruskan lagi menuju ke Desa Palangi.[3] Selain itu, Museum Ne' Gandeng juga dapat dicapai melalui Rantepao dengan jarak tempuh sejauh 10 kilometer.[2]

Koleksi

Museum Ne' Gandeng terdiri dari beberapa bangunan dengan gaya arsitektur Tongkonan. Di bagian belakang museum terdapat sebuah taman yang luas dan beragam jenis pepohonan yang tersebar di dekat kompleks museum ini.[3] Di dalam Museum Ne' Gandeng terdapat beragam jenis batu menhir dengan berbagai ukuran yang berbeda-beda. Batu Menhir ini terkumpul dari hasil pelaksanaan upacara pemakaman yang sering dilakukan oleh masyarakat Toraja ketika ada anggota keluarga yang meninggal dunia. Di dalam Museum Ne' Gandeng juga terdapat patung Ne’ Gandeng, patung kerbau, dan gong belang.[2] Selain koleksi benda-benda bersejarah, Museum Ne' Gandeng juga memiliki pondok-pondok yang bentuknya menyerupai rumah adat Toraja yaitu Tongkonan.[4]

Referensi

  1. ^ a b c d MEDIA, PT AKURAT SENTRA; www.akurat.co. "Pelajari Sejarah Tana Toraja di Museum Ne' Gandeng". akurat.co. Diakses tanggal 2020-06-21. 
  2. ^ a b c d "Museum Ne' Gandeng Toraja, Destinasi Wisata Dalam Balutan Peninggalan Leluhur - Celebes". 2020-01-23. Diakses tanggal 2020-06-21. 
  3. ^ a b c "Visiting Ne'Gandeng Museum in Tana Toraja Regency, South Sulawesi". www.tanatoraja.indonesia-tourism.com. Diakses tanggal 2020-06-21. 
  4. ^ a b c d "Wisata Budaya di Tanah Para Raja Surgawi". www.rei.or.id. Diakses tanggal 2020-06-21. 
  5. ^ a b Rusmiyati; et al. (2018). Katalog Museum Indonesia Jilid 2. Jakarta: Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman. hlm. 394. ISBN 978-979-8250-67-5.