Kampung Adat Ciptagelar

Revisi sejak 31 Agustus 2020 04.21 oleh YogiYY (bicara | kontrib)

Kampung Ciptagelar merupakan sebuah kampung adat yang berada di wilayah Kampung Sukamulya Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Ciri khasnya terletak pada lokasi dan bangunan rumah yang masih berpegang pada tradisi orang Sunda zaman dulu. Orang yang menempati desa Ciptagelar dikenal dengan sebutan kasepuhan. Kata kasepuhan berasal dari kata sesepuh menggunakan kata ka-an yang berarti tempat tinggal seorang sesepuh. Ini merujuk pada masyarakat di dalamnya yang masih memegang teguh tradisi leluhur.

Sejarah

Kampung Adat Ciptagelar didirikan oleh pasukan Kerajaan Sunda yang menuruti perintah Prabu Siliwangi dan dibebaskan karena Prabu Siliwangi ingin moksa . Para prajurit kemudian dipisahkan menjadi tiga kelompok, membentuk desa baru yang saling berhubungan. Salah satunya adalah Kampung Gede yang berfungsi sebagai pusat kasepuhan . Kampung Gede pernah berpindah-pindah beberapa kali untuk menghindari pengaruh imperialisme Jepang dan konflik politik DI/TII .

Sistem agama

Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar merupakan masyarakat adat yang masih mempertahankan budaya leluhur yang menjadi pegangan kehidupan. Menurutnya, nenek moyang adalah orang yang dianggap memiliki kemampuan lebih atau melebihi kemampuan manusia umumnya yang dianggap sebagai keturunan dari kerajaan pajajaran . Sistem keagamaan Kampung Ciptagelar adalah Islam, namun memiliki unsur animisme dan dinamisme yang kuat . Dilihat dari upacara-upacara yang selalu diadakan. Sejak tahun 2001, Kampung Ciptarasa yang berasal dari Desa Sirnarasa telah melakukan hijrah wangsit ke Desa Sirnaresmi yang berjarak dua belas kilometer. Di Desa Sirnaresmi, tepatnya di Desa Sukamulya, Abah Anom selaku ketua desa adat menamai Desa Ciptagelar sebagai tempat pindah baru. Ciptagelar memiliki arti terbuka atau pasrah. Pindah dari Kampung Ciptarasa ke Kampung Ciptagelar karena perintah leluhur yang disebut wahyu. Hal itu diturunkan untuk diterima atau disebarkan oleh Abah Anom melalui proses ritual yang mau tidak mau harus dilaksanakan.

Sistem Pekerjaan

Umumnya pekerjaan di Ciptagelar adalah petani. Masyarakat memberikan penghormatan kepada budaya dan lingkungan lokal yang sangat dipengaruhi oleh adat istiadat. Oleh karena itu, masyarakat Ciptagelar tidak pernah menggunakan bibit padi dari pemerintah karena dianggap pare adalah titipan Yang Maha Kuasa. Selain itu ada berbagai anggap lain yang sangat kuat tentang pekerjaan pertanian seperti dijelaskan di bawah ini.

  • Upacara adat sebaiknya menggunakan bibit padi setempat.
  • Padi lokal memiliki keunggulan gampang dietem, gampang kering saat dijemur, dan yang utama adalah tahan kurang lebih 5 tahun dan tidak rontok dalam geugeusan.
  • Padi unggul dari pemerintah tidak akan tahan pada cuaca dingin dan lembab.
  • Menurut adat leluhur, ada sekitar 43 jenis pare rurukan dan 100 jenis pare hasil persilangan rurukan.
  • Dengan menanam pare setahun sekali sehingga dapat menghentikan siklus hama wereng yang biasanya tersebar pada bulan-bulan yang sudah diprediksi atau diramalkan.
  • Untuk menentukan musim tanam berdasarkan jumlah bintang dan Istilah tanggal. Tanggal kerti di atas besi dan tanggal kidang turun kijang (untuk menyiapkan peralatan pertanian). Kidang merangsang dari timur dan kerti berkembang biak ke barat (tanah mulai bekerja). [1]

Referensi

  1. ^ Untari, Sri (Oktober 2014). "REKAM PERJALANAN KEPALA BKPD JABAR DAN TIM KE DESA BUDAYA CIPTA GELAR" (PDF). BKPD Jawa Barat.