Soerjadi Soerjadarma

Laksamana Udara Soerjadi Soerjadarma (Banyuwangi, Jawa Timur, 6 Desember 1912) adalah KSAU TNI Pertama periode 1946 - 1962 dan Menpostel pada tahun 1965.

Soerjadi Soerjadarma

Pada 1 September 1945 ia ditugaskan membentuk AURI oleh Presiden Soekarno dan diangkat sebagai KASAU (Pertama) pada 9 April 1946. Pada 18 Pebruari 1960, selain sebagai KASAU jabatannnya ditingkatkan sebagai Menteri/Kastaf AURI. Ketika terjadi Tragedi Maukar, yaitu ketika Letda (Pnb) Daniel Maukar menghantamkan kanon 23 mm dari MiG-17-nya ke Istana Merdeka Jakarta, Istana Bogor dan Cilincing (9 Maret 1960) dimana pada saat itu Presiden Soekarno sedang didalam Istana Merdeka, setelah menginvestigasi hal tersebut ia menghadap Presiden dan memutuskan untuk meletakkan jabatannya sebagai KASAU sebagai tanda tanggung jawabnya atas peristiwa tersebut[1]. Jabatannya digantikan oleh Laksamana Udara Omar Dhani. Pada hari itu juga oleh Presiden Soekarno, ia diangkat sebagai Menteri Penasehat Presiden RI. Pada tahun 1965, ia diangkat sebagai Menpostel RI.


Suryadi Suryadarma sebagai pendiri dan Bapak AURI – tidak hanya berperan dalam mengembangkan dunia dirgantara pada bidang kemiliteran, namun juga sebagai pelopor pada penerbangan komersial. Tidaklah berlebihan kalau dikatakan, Suryadarma telah menjadikan dirgantara sebagai bagian dari hidupnya. Suryadarma telah berpengalaman sejak Perang Dunia II. Ia terkenal akan keberaniannya sebagai komandan tiga pesawat pembom Glenn Martin B-10, yang mengebom armada Jepang di Tarakan, Kaltim tanpa disertai fighter escort pada tanggal 13 Februari 1942. Mereka berhasil mengebom kapal perusak (destroyer) Jepang, namun kemudian mereka diserang oleh pesawat-pesawat Zero, sehingga hanya bomber yang dipiloti Suryadarma yang berhasil kembali meskipun dalam keadaan rusak. Dua pesawat lainnya, ditembak jatuh oleh musuh

Periode 1945-1949 Dalam periode 1945-1949, Suryadarma sebagai KSAU mengembangkan ‘minat dirgantara’ melalui pendirian Aeroclub, mewujudkan pendidikan dan latihan-latihan dasar penerbangan militer di Maguwo, Maospati dan Malang (teknik radio, radio operator, penerbang, paratroops, pembekalan udara, morse code) Suryadarma adalah orang pertama yang menyadari pentingnya keberadaan pasukan payung (paratroops) mengingat kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau. Hal inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya pasukan payung pertama di Indonesia yaitu Pasukan Gerak Tjepat (PGT) yang kini menjadi Paskhas TNI-AU. Suryadarma sangat mendukung gagasan-gagasan Wiweko Supeno dan Nurtanio dalam berbagai eksperimen pembuatan pesawat terbang dan helikopter di Maospati. Selain itu, ia bersama Halim Perdanakusuma dan Wiweko mengundang pesawat-pesawat angkut asing untuk menerobos blokade udara Belanda terhadap Indonesia.

Periode 1950-1954 Tahun 1950-1954, Suryadarma memprioritaskan pendirian sekolah-sekolah pendidikan dan latihan penerbangan. Hampir segala macam kejuruan teknis penerbangan militer dan sipil, dengan memanfaatkan tenaga-tenaga ahli Belanda (ex ML dan ex Luchvaart Dienst) sebagai instruktur, dosen dan pengawas mutu pendidikan. Hanya Sekolah Perwira Penerbang saja yang menggunakan instruktur-instruktur Amerika. Pada tahun 1954 tenaga-tenaga instruktur pendidikan sudah ditangani para perwira dan bintara AURI. Bahkan untuk calon-calon instruktur pendidikan yang berprestasi, Suryadarma mengirimkan para perwira dan bintara ini ke India Air Force dalam jumlah yang cukup banyak

Periode 1950-1955 Dalam periode tahun 1950-1955, ia konsisten mengembangkan minat dirgantara dan mendirikan Aeroclub dibeberapa ibukota propinsi. Bahkan, dari sipil pun yang berminat terbang dengan pesawat latih Piper Cub L4-J diijinkan, asal tetap memenuhi persyaratan fit and proper. Ada dua lichting berhasil memenuhi persyaratan sebagai Penerbang-III (klein brevet), yaitu mencapai 60-65 jam terbang. Para instruktur adalah penerbang AURI dan kursus ini terbatas hanya bisa diselenggarakan di Cililitan (Halim), Andir (Sulaiman, Bandung) dan Maguwo (Adisucipto). Sebagian besar masyarakat sipil ini adalah para dosen muda dari universitas. Penerbitan majalah kedirgantaraan Angkasa oleh Dinas Penerangan AURI pada tahun 1950 juga diprakarsai atas ide dari Suryadarma. Sekarang majalah Angkasa diterbit-lestarikan oleh grup Gramedia/Kompas dibawah asuhan Jacob Oetama.

Curug, Garuda Indonesia dan IPTN Suryadarma bersama Soetanandika (Kepala Direktorat Penerbangan Sipil) menggagas berdirinya Akademi Penerbangan Curug ( Sekolah Penerbang, Sekolah Teknik Udara, Sekolah Lalu-lintas Penerbangan, dan Sekolah Meteorologi). Akademi ini harus memenuhi persyaratan-persyaratan ICAO. Pada tahun-tahun pertama, sekolah-sekolah ini menggunakan tenaga instruktur AURI, namun kemudian digantikan oleh tenaga asing atas rekomendasi ICAO dan ditambah dengan tenaga sipil yang sudah memenuhi kualifikasi ICAO. Ia juga berperan dalam negoisasi pengambil-alihan KNILM/KLM menjadi Garuda Indonesia Airways (GIA) pada tahun 1950-an. Adalah Sekolah Perwira Penerbang AURI angkatan pertama yang sekaligus menghasilkan penerbang-penerbang untuk GIA. Selain itu, Suryadarma juga menggagas agar para penerbang dan crew penerbang sipil menjadi perwira dan bintara cadangan AURI. Masyarakat awam yang terlibat dalam penerbangan sipil oleh Suryadarma juga diangkat sebagai perwira yang berpangkat Tituler. Suryadarma sangat mendorong dan mendukung semangat dan upaya kepeloporan Nurtanio Pringgoadisuryo mewujudkan cita-citanya membangun industri penerbangan Indonesia. Dalam tahap embrionalnya, proyek ini dinamai Lembaga Industri Pesawat Terbang (LIPNUR) yang secara struktural ada dalam organisasi AURI dan Suryadarma sebagai KSAU menentukan policy dari lembaga tersebut. LIPNUR kemudian berubah menjadi IPT-Nurtanio (IPTN) pada tahun 1976 dan pada tahun 1980 diubah menjadi IPT-Nusantara (IPTN) oleh B.J. Habibie.

Pengunduran Diri Pada tanggal 9 Maret 1960, Suryadi Suryadarma sempat meminta mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban atas ulah Letnan II (Pnb) Daniel Maukar yang pada pagi harinya menembaki Istana Negara Jakarta dengan pesawat tempur MiG-17F Fresco asal Skadron Udara 11, namun permintaan tersebut ditolak oleh Presiden Soekarno. Namun akhirnya pada tanggal 19 Januari 1962, Suryadarma “dipaksa” mengundurkan diri dari jabatannya sebagai KSAU sebagai ekses dari peristiwa pertempuran Laut Aru yang menewaskan Komodor (L) Jos Sudarso. Hal ini pula yang mengakhiri karir gemilangnya selama kurang lebih 16 tahun memimpin AURI. Pengorbanan batin KSAU Suryadarma di masa itu adalah wujud nyata sikap tertinggi dalam disiplin prajurit, yaitu loyalitas bagi bangsa dan negara.

Referensi