Defisit

Revisi sejak 14 Oktober 2020 23.02 oleh Marwans24 (bicara | kontrib) (Memperbaiki teks dan menambah referensi)

Defisit anggaran pemerintah daerah dalam sistem pemerintahan bertingkat (multi-tiers government) merupakan salah satu kebijakan fiskal yang menjadi perhatian dalam menjaga kesinambungan fiskal secara nasional.[1] Defisit anggaran merupakan selisih antara anggaran pendapatan dengan anggaran belanja yang nilainya negatif. Hal ini berarti anggaran pendapatan nilainya lebih kecil dari anggaran belanja. Untuk menganalisis faktor apa saja yang dominan terhadap timbulnya defisit anggaran dapat dilihat sejauhmana pertumbuhan dari setiap komponen pendapatan dan belanja setiap tahunnya.[2] Belanja lebih besar dari pendapatan yang diperoleh. Meskipun demikian, terdapat konsepdan definisi anggaran yang tidak sama. Ketidaksamaan ini disebabkan oleh perbedaan metode pencatatan dan perbedaan tujuan analisis.[3] Defisit anggaran pemerintah yang terjadi harus dibiayai dengan sumber-sumber yang mungkin dilakukan oleh pemerintah. Pembiayaan defisit anggaran seharusnya untuk mendanai pengeluaran pemerintah yang dapat meningkatkan produktivitas perekonomian, yaitu pengeluaran kapital pemerintah untuk investasi.[4]

Pendahuluan

Defisit anggaran pemerintah daerah dalam sistem pemerintahan bertingkat (multi-tiers government) merupakan salah satu kebijakan fiskal yang menjadi perhatian dalam menjaga kesinambungan fiskal secara nasional. Pengelolaan defisit anggaran dilakukan secara hati-hati dan transparan agar tidak menyebabkan dampak negatif terhadap perekonomian. Krisis ekonomi dapat dipicu oleh pengelolaan defisit anggaran pemerintah (pusat dan daerah) yang tidak prudent yang dapat berakibat menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat akibat pengangguran meningkat dan daya beli yang menurun, seperti yang dialami beberapa negara di Eropa. Pengelolaan defisit anggaran dalam sistem pemerintahan bertingkat dan dalam kerangka pelaksanaan desentralisasi fiskal menjadi perhatian Pemerintah. Dalam kaitannya dengan pengelolaan fiskal, Pemerintah Pusat mempunyai peran sebagai pengelola APBN dan sebagai regulator pengelola fiskal pemerintah daerah. Sebagai pengelola APBN, Pemerintah pusat sendiri harus berhati-hati dalampengelolaan defisit anggarannya sedangkan sebagai regulator pengelola fiskal pemerintah daerah, Pemerintah pusat berlaku tegas dan adil (fairnes) mengingat heterogenitas pemerintah daerah.[1]

Peningkatan pajak akan menaikkan total penerimaan pemerintah. sehingga defisit akan berkurang. Defisit anggaran pemerintah pusat Indonesia dibiayai dengan: Utang luar negeri, Pembiayaan dalam negeri melalui sektor perbankan maupun non perbankanTPT. Pembiayaan melalui sektor perbankan dapat melalui bank sentral dan bank umum. Defisit anggaran yang melalui sektor perbankan dapat ditelusuri melalui neraca otoritas moneter dan neraca konsolidasi bank umum yang berupa perubahan net claim central government (NCG). Pembiayaan melalui sistem non perbankan berupa penerbitan obligasi negara dan privatisasi aset negara, terutama aset negara yang dikelola BPPN. Utang ke luar negeri merupakan alternatif pembiayaan yang paling dominan selama tahun 1969-2000, sedang antara tahun 2001-2003 pembiayaan dalam negeri lebih dominan[5]

Pembiayaan defisit anggaran dengan menggunakan utang luar negeri dilatarbelakangi oleh trauma inflasi yang tinggi pada tahun 1960-an, yang disebabkan oleh pembiayaan defisit anggaran dengan pencetakan uang. APBN yang berimbang sangat ampuh sebagai pengendali inflasi jika defisit anggaran ditutup dengan penambahan stok jumlah uang beredar. Defisit dalam negeri (dalam rupiah) akan didanai oleh utang luar negeri (dalam mata uang asing). Pertukaran ini akan menambah stok jumlah uang yang beredar, karena devisa tadi dibeli oleh Bank Indonesia dan komersial dengan menciptakan uang giral. Jika semua surplus devisa dibeli oleh Bank Indonesia maka akan terjadi monetization, sehingga menyebabkan pertambahan stok uang beredar yang sangat cepat. Hal ini semakin mempersulit Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi dan kestabilan nilai tukar rupiah ). Pada sisi yang lain utang luar negeri akan menambah capital inflow pada saat penarikan utang baru, tetapi akan menambah capital outflow pada saat membayar bunga dan cicilan utang.[6]

Definisi Defisit Anggaran

Defisit anggaran merupakan selisih antara anggaran pendapatan dengan anggaran belanja yang nilainya negatif. Hal ini berarti anggaran pendapatan nilainya lebih kecil dari anggaran belanja. Untuk menganalisis faktor apa saja yang dominan terhadap timbulnya defisit anggaran dapat dilihat sejauhmana pertumbuhan dari setiap komponen pendapatan dan belanja setiap tahunnya.[2] Alternatif lain pembiayaan defisit anggaran pemerintah adalah dengan menggunakan cadangan devisa. Dengan menggunakan cadangan, pemerintah bisa berharap untuk menunda efek inflasi dari defisit. Selain itu, metode ketiga pembiayaan defisit adalah melalui pinjaman asing langsung. Kebijakan ini cenderung seperti penggunaan cadangan yaitu nilai tukar tetap terjaga namun hal ini dapat mengurangi ekspor dan meningkatkan impor. Pada umumnya negara-negara yang mengalami kesulitan utang menjalankan defisit anggaran yang besar. Bagi negara-negara yang sarat dengan utang, overborrowing masa lalu dan persepsi bahwa mereka tidak layak kredit telah membuat sangat terbatasnya sumber utang bagi mereka.[7]

Mekanisme Pembiayaan Defisit Anggaran

Defisit anggaran pemerintah yang terjadi harus dibiayai dengan sumber-sumber yang mungkin dilakukan oleh pemerintah. Pembiayaan defisit anggaran seharusnya untuk mendanai pengeluaran pemerintah yang dapat meningkatkan produktivitas perekonomian, yaitu pengeluaran kapital pemerintah untuk investasi. Sumber pembiayaan defisit anggaran secara konvensional terdiri dari money financed dan bond financed defisit, yaitu pembiayaan dengan pencetakan uang dan pembiayaan dengan menerbitkan bonds atau obligasi negara. Secara garis besar ada dua cara pembiayaan defisit yaitu dengan pencetakan uang (money creation) dan utang (Debt). Sumber pembiayaan defisit berasal dari:Utang luar negeri, Utang dalam negeri, Pencetakan uang, Privatisasi, dan Running down cadangan devisa pemerintah. Masing-masing mekanisme pembiayaan defisit memberikan pengaruh yang berbeda terhadap perekonomian baik sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama.[8]

Pengaruh Defisit Anggaran terhadap Suku Bunga

Defisit anggaran pemerintah yang terjadi harus dibiayai dengan sumber-sumber yang mungkin dilakukan oleh pemerintah. Pembiayaan defisit anggaran seharusnya untuk mendanai pengeluaran pemerintah yang dapat meningkatkan produktivitas perekonomian, yaitu pengeluaran kapital pemerintah untuk investasi. Sumber pembiayaan defisit anggaran secara konvensional terdiri dari money financed dan bond financed defisit, yaitu pembiayaan dengan pencetakan uang dan pembiayaan dengan menerbitkan bonds atau obligasi negara. Secara garis besar ada dua cara pembiayaan defisit yaitu dengan pencetakan uang (money creation) dan utang (Debt). Sumber pembiayaan defisit berasal dari:Utang luar negeri, Utang dalam negeri, Pencetakan uang, Privatisasi, dan Running down cadangan devisa pemerintah. Masing-masing mekanisme pembiayaan defisit memberikan pengaruh yang berbeda terhadap perekonomian baik sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama.

Pengaruh defisit anggaran terhadap suku bunga dalam pandangan konvensional sebagai berikut: jika pemerintah melakukan pemotongan pajak yang disertai oleh penerbitan obligasi baru (berarti utang negara meningkat). Obligasi negara yang telah jatuh tempo harus tetap dibayar ditambah dengan beban coupon. Jika pemerintah lebih memilih membiayai pengeluarannya dengan penerbitan obligasi baru daripada peningkatan pajak maka akan berpengaruh terhadap peningkatan tingkat suku bunga. Dalam kondisi yang lain ketika tingkat pajak mengalami kenaikan dan tidak berpengaruh terhadap pengeluaran pemerintah dan investasi maka permintaan dana pinjaman (loanable funds) akan menurun.[4]

Referensi

  1. ^ a b Mulyadi 2015, hlm. 123.
  2. ^ a b Prihatiningsih, Rachmad, dan Syamsuddin, A,. M (2013). "Defisit Anggaran dan Implikasinya terhadap Perkembangan Ekonomi dan Kinerja Keuangan Kabupaten Tebo" (PDF). Neliti. 1 (2): 97–108. 
  3. ^ Mulyadi 2015, hlm. 124.
  4. ^ a b Waluyo 2006, hlm. 5.
  5. ^ Waluyo 2006, hlm. 1.
  6. ^ Waluyo 2006, hlm. 2.
  7. ^ Mulyadi 2015, hlm. 125.
  8. ^ Waluyo 2006, hlm. 4.