Palasa
Ploso, Butea monosperma
di Taman Nasional Baluran, Jawa Timur
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
(tanpa takson):
(tanpa takson):
(tanpa takson):
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
B. monosperma
Nama binomial
Butea monosperma
(Lam.) Taub., 1894[1]
Sinonim

Erythrina monosperma Lam. (1786)[2]
Butea frondosa Roxb. ex Willd. (1795)[3]

Palasa, plasa atau ploso (Butea monosperma) adalah sejenis pohon anggota suku Fabaceae. Pohon berbunga indah ini menyebar luas mulai dari India, Asia Tenggara, hingga ke Indonesia bagian barat. Dari bunganya yang jingga terang dihasilkan bahan pewarna alami.

Dikenal sebagai Flame of the Forest dalam bahasa Inggris, pohon ini memiliki aneka nama dalam bahasa-bahasa di India, seperti dhaak, palash, palaash, palah, palashpapra, polash, polashi, porasum, parasu, modugu, kela[4]. Di Asia Tenggara, tumbuhan ini disebut sebagai pouk-pen (Burma); chaa (Kamboja); chaan (Laos); thong kwaao, thong thammachaat (Thai)[5]. Beberapa nama daerahnya, di antaranya, plasa (Sd.), plåså (Jw.), dan palasa (Md.)[6].

Pengenalan

 
Perawakan

Pohon kecil hingga sedang, 5–12(–20) m tingginya, menggugurkan daun. Batangnya biasanya bengkak-bengkok, dengan pepagan yang kasar memecah, cokelat abu-abu, menyerabut, mengeluarkan getah kemerah-merahan apabila dilukai. Ranting yang muda berambut rapat.[5]

Daun-daun majemuk beranak daun tiga, bertangkai lk. 7,5–20 cm, daun penumpu berukuran kecil. Anak daun kurang lebih menjangat, yang di samping bentuk bundar telur miring, yang di ujung bundar telur terbalik hingga belah ketupat, 12–27 cm x 10–26 cm, ujungnya tumpul, membundar atau cabik, pangkalnya membundar atau seperti baji, bertulang daun sekunder 7–8 pasang, berdaun penumpu.[5]

 
Dedaunan

Bunga-bunga terkumpul dalam tandan sepanjang 5–40 cm yang terletak dekat ujung ranting yang biasanya tak berdaun. Kelopak membentuk tabung serupa lonceng bertaju-4 pendek. Mahkota sepanjang 5–7 cm; dengan bendera, sayap-sayap, dan lunas yang membengkok; ketiganya kurang lebih sama panjang; jingga-merah terang, jarang kuning; berambut sangat rapat. Benang-benang sari terbungkus lunas, 9 berlekatan dan 1 lepas; bakal buah menumpang, dengan tangkai putik melengkung. Buah polong tidak memecah, (9–) 17–24 cm × (3–)4–6 cm, bertangkai, tertutup rambut pendek kecokelatan, cokelat kekuningan pucat atau abu-abu bila masak, bawahnya rata, berisi satu biji yang terletak hampir di ujung. Biji memipih, agak jorong, sepanjang 3 cm.[5]

Ekologi dan agihan

Palasa ditemukan tumbuh secara alami di padang rumput terbuka dan di hutan-hutan campuran. Di Himalaya, pohon ini didapati hingga ketinggian 1.200 m dpl.; sedangkan di Jawa, ploso tumbuh terbatas di daerah kering terutama di bagian timur pulau, hingga ketinggian 1.500 m dpl. Palasa tahan terhadap kekeringan, dan dapat tumbuh baik di tanah-tanah yang bergaram dan tanah yang berdrainase buruk.[5]

Wilayah sebaran palasa meliputi Pakistan, India, Nepal, Sri Lanka, Bangladesh, Burma, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia barat.[3]

Manfaat

 
Bunga

Penyamak kulit dan pewarna

Getahnya yang kemerahan akan mengeras di udara menjadi gom, yang dikenal sebagai ‘kino Benggala’ atau ‘gom Butea’. Gom ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pewarna, bahan penyamak, serta sebagai bahan pengelat (astringensia) dalam pengobatan tradisional, misalnya sebagai obat diare.[5]

Dari bunganya yang berwarna menyala dihasilkan bahan pewarna kuning[6] hingga jingga-merah tua; yang dipakai untuk mewarnai bahan sutera dan kadang kala katun[5]. Pewarna ini juga digunakan oleh orang-orang Hindu untuk menandai dahi[5]. Subtansi kimiawi dari pewarna jingga ini dinamai butein[5].

Obat tradisional

 
Buah

Gomnya dipakai untuk menghentikan mencret[5]. Bijinya dimanfaatkan sebagai obat cacingan[6]; biji ini memperlihatkan efek antelmintika (anti cacing), bakterisida, serta fungisida[5]. Minyak bijinya digunakan sebagai obat[6]. Daun mudanya yang ditumbuk digunakan untuk mengatasi sengatan kalajengking[6]. Bunganya dipakai untuk mengatasi gangguan pada hati[5].

Kegunaan lain

Di India, palasa merupakan pohon yang penting untuk memelihara kutu lak, yang menghasilkan sirlak. Dari antara berbagai jenis pohon inang kutu lak, palasa adalah yang tertinggi dalam menghasilkan sirlak perhektarnya.[5]

Menurut Heyne, kayu palasa tidak dapat dipergunakan karena mudah retak, melintir, dan mudah dimakan serangga; kecuali sebagai kayu bakar[6]. Namun kadang-kadang kayu ini digunakan untuk membuat peralatan dan juga untuk bangunan[5]. Palasa digunakan pula dalam upacara keagamaan Hindu[5].

Karena bunganya yang indah, palasa ditanam sebagai pohon hias, di taman atau di tepi jalan[5]. Palasa juga ditanam untuk menghijaukan tanah-tanah yang mengandung garam, yang biasanya sukar ditumbuhi pohon[5].

Catatan kaki

  1. ^ Engler, H.G.A. & K.A.E. Prantl. 1894. Nat. Pflanzenfam. 3(3):366.
  2. ^ Lamarck, J.B. 1786. Encycl. 2: 391.
  3. ^ a b "Butea monosperma (Lam.) Taub". Germplasm Resources Information Network. United States Department of Agriculture. 2006-05-18. Diakses tanggal 2009-10-24. 
  4. ^ Cowen, D. V. (1984). Flowering Trees and Shrubs in India, Sixth Edition. Bombay: THACKER and Co. Ltd. hlm. 3. 
  5. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q Chayamarit, K. 1991. Butea monosperma (Lamk) Taubert In: Lemmens, R.H.M.J. and N. Wulijarni-Soetjipto (Editors). Plant Resources of South-East Asia No. 3: Dye and tannin-producing plants. Pudoc, Wageningen, The Netherlands, pp. 56-57
  6. ^ a b c d e f Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia 2: 1033. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor.

Pranala luar

FLORA DIRGANTARA Sumber Eks