Komando Pasukan Gerak Cepat

Pasukan Khusus TNI Angkatan Udara

Korps Pasukan Khas TNI Angkatan Udara (disingkat Korpaskhasau atau Paskhas atau sebutan lainnya adalah Baret Jingga), merupakan pasukan (khusus) yang dimiliki TNI-AU. Sama seperti satuan lainnya di TNI-AD dan TNI-AL, Paskhas merupakan satuan tempur darat berkemampuan tiga matra: laut, darat, udara. Hanya saja dalam operasi, tugas dan tanggungjawab, Paskhas lebih ditujukan untuk merebut dan mempertahankan pangkalan udara dari serangan musuh, untuk selanjutnya menyiapkan bagi pendaratan pesawat kawan. Kemampuan satu ini disebut Operasi Pembentukan dan Pengoperasian Pangkalan Udara Depan (OP3UD).[1]

Berkas:Paskhas.jpg
Logo Korpaskhasau

Untuk dapat melaksanakan tugas secara professional maka setiap prajurit Paskhas minimal harus memiliki kualifikasi Para Komando (Parako) kemudian ditambahkan kemampuan khusus kematraudaraan sesuai dengan spesialisasinya.


Kualifikasi

Paskhas TNI-AU sebagai pasukan khusus Angkatan Udara satu-satunya dan berkualifikasi terlengkap didunia ini memiliki berbagai kemampuan tempur khas matra udara seperti Pengendali Tempur (Dalpur), Pengendali Pangkalan (Dallan), SAR Tempur, Jumping Master, Pertahanan Pangkalan yang meliputi pertahanan horizontal (Hanhor) dan pertahanan vertikal (Hanver), Penangkis Serangan Udara, jungle warfare, Air Assault (Mobud), Raid operation hingga kemampuan anti teror aspek udara atau yang dikenal sebagai ATBARA (Anti Pembajakan Udara). Selain itu Paskhas TNI-AU juga mahir untuk bertempur di hutan, perkotaan,laut maupun pantai.

Paskhas TNI-AU juga memiliki kemampuan spesialisasi kematraudaraan untuk melaksanakan doktrin OP3UD seperti Pengaturan Lalu-Lintas Udara (PLLU), Meteo, Komunikasi-Elektronika (Komlek), Perminyakan (Permi), Zeni lapangan (termasuk pionir, tali-temali, dll), Intelijen Tempur, Kesehatan, ground handling, Pemadam Kebakaran (PK), Angkutan, Perhubungan (PHB) hingga kemampuan khusus untuk menginformasikan tentang fasilitas penerbangan sebelum pesawat datang, jarak pandang (visibility), kecepatan dan arah angin, suhu dan kelembaban udara, serta ketinggian dan jenis awan. Hal ini sangat berkaitan dalam menentukan penembakan sasaran maupun penerjunan pasukan, dan membantu mengendalikan pesawat tempur untuk penembakan/pengeboman sasaran (Ground Forward Air Control/GFAC)


Motto Paskhas:

Karmaye Vadikaraste Mafalesu Kadacana,

artinya :

bekerja tanpa menghitung untung dan rugi[2]

Sejarah

Penerjunan pasukan pertama kali

Berkas:Baret jingga.jpg
Baret Jingga

Gubernur Kalimantan Ir. Pangeran Muhammad Noor mengajukan permintaan kepada AURI agar mengirimkan pasukan payung ke Kalimantan untuk tugas : membentuk dan menyusun gerilyawan, membantu perjuangan rakyat di kalimantan, membuka stasiun radio induk untuk memungkinkan hubungan antara yogyakarta dan kalimantan, dan mengusahakan serta menyempurnakan daerah penerjunan (Dropping Zone) untuk penerjunan selanjutnya.

Tanggal 17 Oktober 1947, tiga belas orang anggota diterjunkan di Sambi, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Mereka adalah : Harry Aryadi Sumantri, Iskandar, Sersan Mayor Kosasih, F.M.Suyoto, Bahrie, J.Bitak, C.Williem, Imanuel, Mika Amirudidn, Ali Akbar, M. Dahlan, J.H.Darius dan Marawi. Kesemuanya belum pernah mendapat pendidikan secara sempurna kecuali mendapatkan pelajaran teori dan latihan di darat (Ground Training). Pasukan ini dipimpin oleh Tjilik Riwut, seorang Mayor Angkatan Darat, yang berasal dari suku Dayak kelahiran Kasongan Katingan ( Kalteng saat ini). Dia diminta oleh AURI sebagai penunjuk jalan sekaligus memimpin pasukan tersebut. Atas jasa-jasanya Tjilik Riwut diangkat menjadi anggota AURI dan pensiun dengan pangkat Komodor Udara.

Peristiwa Penerjunan yang dilakukan oleh ke tiga belas prajurit AURI tersebut merupakan peristiwa yang menandai lahirnya satuan tempur pasukan khas TNI Angkatan Udara. Dan sesuai keputusan MEN/PANGAU No.54 Tahun 1967, tanggal 12 Oktober 1967. Bahwa tanggal 17 Oktober 1947 ditetapkan sebagai hari jadi Komando Pasukan Gerak Cepat (KOPASGAT) yang sekarang dikenal dengan Korps Pasukan Khas TNI Angkatan Udara (KORPASKHAS).[3]

Perubahan organisasi pasukan

Berkas:06-paskhas-marching.jpg
Paskhas Marching

Dalam perjalanan sejarahnya organisasi Korpaskhas mengalami perubahan, berawal dari kebutuhan Badan Keamanan Rakyat Udara (BKRO) untuk melindungi pangkalan udara yang direbut dari tentara Jepang terhadap serangan tentara Belanda. Setelah Indonesia merdeka sekaligus konsolidasi BKRO dibentuklah organisasi darat yaitu Pasukan Pertahanan Pangkalan (PPP) yang masih bersifat lokal. Baru pada tahun 1950, PPP dipusatkan di Jakarta dengan sebutan Air Base Defence Troop (ABDT) membawahi 8 kompi PPP.

Pada tahun 1950 diadakan sekolah terjun payung di Lanud Andir dalam rangka mempersiapkan pembentukan pasukan PARA, hasil didik dari sekolah para inilah yang kemudian disusun kompi-kompi pasukan para. Setelah terbentuk kompi-kompi pasukan para, pada bulan Februari 1952 dibentuk Pasukan Gerak Tjepat (PGT) sehingga pada tahun 1952, Pasukan TNI AU terdiri dari PPP, PGT dan PSU (Penangkis Serangan Udara).

Dalam rangka pembebasan Irian Barat, sesuai perintah MEN/PANGAU dibentuk Resimen Tim Pertempuran Pasukan Gerak Tjepat (RTP PGT) yang melingkupi seluruh pasukan di atas.[3]

Komodor (U) R.A. Wiriadinata adalah komandan PGT pertama (1952) yang banyak membawa angin segar terhadap perkembangan pasukan payung di Indonesia terutama dalam tubuh AURI. Konsep PGT dari awal mulanya memang terkonsep pada kemampuan para dan komando. Beliau juga pernah menjadi Panglima Gabungan Pendidikan Paratroops (KOGABDIK PARA).

Pada masa pemerintahan Orde Lama, PGT AURI bersama KKO (Marinir) dikenal amat loyal dan setia terhadap Presiden Soekarno. Kedua pasukan elit ini bahkan dianggap menjadi “anak emas”nya Presiden Soekarno. Hingga saat detik-detik kejatuhan Presiden Soekarno, kedua pasukan ini tetap menunjukkan kesetiaannya pada Sang Proklamator tersebut.

KOPPAU

 
Paskhas formasi pertahanan

Dan tanggal 15 Oktober 1962 berdasarkan Keputusan MEN / PANGAU No. 159 dibentuk Komando Pertahanan Pangkalan Angkatan Udara (KOPPAU) yang terdiri dari markas Komando berkedudukan di Bandung, Resimen PPP di Jakarta dan Resimen PGT di Bandung. Resimen PPP membawahi 5 Batalyon masing-masing di Palembang, Banjarmasin, Makassar, Biak dan Jakarta sedangkan Resimen PGT membawahi 3 Batalyon masing-masing di Bogor, Bandung dan Jakarta.[3]

KOPASGAT

Bedasarkan hasil seminar pasukan di Bandung pada tanggal 11 s.d. 16 April 1966, sesuai dengan Keputusan MEN/PANGAU No. 45 Tahun 1966, tanggal 17 Mei 1966, KOPPAU disahkan menjadi Komando Pasukan Gerak Tjepat (KOPASGAT) yang terdiri dari 3 Resimen :

  1. Resimen I Pasgat di Bandung, membawahi :
    1. Batalyon A Pasgat di Bogor
    2. Batalyon B Pasgat di Bandung
  2. Resimen II Pasgat di Jakarta, membawahi :
    1. Batalyon A Pasgat di Jakarta
    2. Batalyon B Pasgat di Jakarta
    3. Batalyon C Pasgat di Medan
    4. Batalyon D Pasgat di Banjarmasin
  3. Resimen III Pasgat di Surabaya, membawahi :
    1. Batalyon A Pasgat di Makassar
    2. Batalyon B Pasgat di Madiun
    3. Batalyon C Pasgat di Surabaya
    4. Batalyon D Pasgat di Biak
    5. Batalyon E Pasgat di Yogyakarta

Selanjutnya bedasarkan Keputusan KASAU No. 57 Tanggal 1 Juli 1970, Resimen diganti menjadi WING.[3]

Di era nama Kopasgat – lah, korps baret jingga ini sangat terkenal. Bahkan PDL Sus Kopasgat bermotif macan tutul menjadi acuan pemakaian PDL TNI saat operasi Seroja

PUSPASKHASAU

Sejalan dengan dinamika penyempurnaan organisasi dan pemantapan satuan-satuan TNI, maka berdasarkan Keputusan KASAU No. Kep/22/III/ 1985 tanggal 11 Maret 1985, Kopasgat berubah menjadi Pusat Pasukan Khas TNI Angkatan Udara (PUSPASKHASAU).[3]

KORPASKHASAU

Seiring dengan penyempurnaan organisasi TNI dan TNI Angkatan Udara, maka tanggal 17 Juli 1997 sesuai Skep PANGAB No. SKEP/09/VII/1997, status Puspaskhas ditingkatkan dari Badan Pelaksana Pusat menjadi Komando Utama Pembinaan (Kotamabin) sehingga sebutan PUSPASKHAS berubah menjadi Korps Pasukan Khas TNI AU (KORPASKHASAU).[3]

Organisasi pasukan

Setelah berubah status menjadi Kotamabin berdasarkan Surat Keputusan Kepala Staf TNI Angkatan Udara No. SKEP/73/III/1999 tanggal 24 Maret 1999, Korpaskhas membawahi WING Paskhas (WING I, WING II, WING III), Detasemen Bravo Paskhas (Den Bravo Paskhas) dan Detasemen Kawal Protokol Paskhas (Den Walkol Paskhas). Saat ini Denwalkol berdasarkan Instruksi Kepala Staf ANgkatan Udara nomor : Ins/2/III/2008 tanggal 31 Maret 2008 telah beralih pembinaannya dari Korpaskhas kepada Denma MabesAU, sehingga efektif mulai tanggal dikeluarkan Instruksi tersebut pembinaan Kawal Protokol dibawah Denma Mabesau.

HIRARKI

Korps Pasukan Khas TNI–AU adalah satu satunya wadah berbentuk korps bagi pasukan berkualifikasi khusus di TNI–AU bahkan dalam TNI. Korpaskhasau bersanding dengan Kopassus TNI AD adalah Pasukan khusus berstatus KOMANDO resmi yang dimiliki oleh TNI. Hal ini karena 2 organisasi pasukan khusus ini bersifat (KOTAMA) BERDIRI SENDIRI dengan pelatihan dan kemampuan serang yang sangat lethal secara individual. Paskhas lahir sebagai pasukan komando sejak masa kelahirannya. Mereka diterjunkan dengan unit kecil di belakang garis pertahanan lawan dan langsung menusuk jantung pertahanan musuh. Maka itulah para personel pasukan payung AURI ini dididik dengan metode komando yang diadopsi dari SAS Inggris (melalui pendidikan di Pusdik RPKAD). Metode pendidikan komando “ala baret merah” mulai dilakukan di Wing III Diklat sejak Paskhas masih bernama KOPPAU. Korpaskhasau memakai sebutan “Pasukan” untuk jargon korps nya. Disingkat (Psk).

Struktur pasukan

  1. Wing 1/Hardha Maruta di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, membawahi :
    1. Batalyon 461/Cakra Bhaskara (Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta)
    2. Batalyon 462/Pulanggeni (Bandara Husein Sastranegara, Bandung)
    3. Batalyon 465/Brajamusti (Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta)
    4. Batalyon 467/Harda Dedali (Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta)
    5. Flight A Paskhas Berdiri Sendiri di Bandara Polonia, Medan.
    6. Flight B Paskhas BS di Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekan Baru, Riau.
    7. Flight D Paskhas BS di Bandara El Tari, Kupang.
  2. Wing 2 Paskhas di Bandara Abdul Rachman Saleh, Malang, membawahi :
    1. Skadron 463 Paskhas di Bandara Iswahyudi, Madiun
    2. Skadron 464/Nanggala Paskhas di Bandara Abdul Rachman Saleh, Malang[4]
    3. Skadron 466 Paskhas di Bandara Hasanuddin, Makasar
    4. Flight E Paskhas BS Bandara Adi Sucipto, Yogyakarta
    5. Flight F Paskhas BS (Bandara Manuhua, Biak) .
  3. Wing 3 Paskhas / Pendidikan dan Latihan di Lanud Sulaiman, Kabupaten Bandung.
  4. Den Bravo Paskhas di Lanud Sulaiman, Kabupaten Bandung.
  5. Den Walkol Paskhas di Bandara Halim Perdanakusuma, JakartaBerdasarkan Instruksi Kasau Nomor : ins/ 2 / III / 2008 status Detasemen Kawal dan Protokol pembinaannya dialihkan dari Korpaskhas ke Denma Mabes AU.[3]

Sesuai Peraturan Kasau /53/VIII/2008 tertanggal 13 Agustus 2008 tentang Penyempurnaan Pokok-Pokok Organisasi dan Prosedur Korps Paskhas TNI AU, maka penyebutan "skadron" diubah menjadi "batalyon".

Untuk pengembangan organisasi kedepan saat ini tengah diusulkan ke Mabes TNI-AU untuk pembentukan Wing III Paskhas di Makassar, Sulawesi Selatan untuk meng-cover wilayah timur Indonesia. Selain itu direncanakan pula penambahan 3 skadron (batalyon) baru Paskhas yaitu Skadron 468 di Medan, Skadron 469 di Biak, Papua dan satu Skadron lagi di Yogyakarta atau Kupang sehingga nantinya Paskhas akan memiliki 10 Skadron pasukan

Kekuatan pasukan

Paskhas saat ini berkekuatan 5.732 personel. Dalam beberapa waktu kedepan direncanakan Paskhas TNI-AU akan mendapatkan 40 buah panser buatan Pindad sebagai cikal bakal Batalyon Kavaleri Paskhas. Namun rencana ini tengah mengalami negoisasi ulang dikarenakan ranpur sejenis Panser dinilai tidak cocok dengan karakteristik tugas dari Paskhas. Jika rencana re-negoisasi ini disetujui maka Paskhas berniat mendatangkan kendaraan taktis sejenis Dirgantara Military Vehicle (DMV) buatan PT DI yang kini telah dipakai oleh pasukan elit Paskhas Detasemen Bravo-90

Korps Baret Jingga ini telah diperkuat dengan kedatangan 400 rudal panggul permukaan ke udara QW (QianWei)-3. Rudal QW-3 dilengkapi penjejak semi-active laser guidance, cocok untuk menggasak pesawat tempur maupun rudal lain dalam ketinggian rendah sampai dengan jarak 8 km. Memiliki bobot 13 kg dan kecepatan maksimum 750 km/jam. Senjata ini dipergunakan untuk menggantikan Triple gun bikinan Hispano Suiza (Switzerland) tahun 1950-an dan DSHK 12,7 mm

Paskhas juga tengah berupaya mendatangkan 8 baterai PSU jarak pendek berupa Oerlikon kaliber 35 mm untuk Hanud titik yang sudah terintegrasi antara rudal, meriam, radar, pos komando taktis, dan komputer. Senjata ini sudah menggunakan teknologi tercanggih dan telah digunakan oleh banyak negara Eropa. Menurut rencana, senjata PSU ini akan ditempatkan di Lanud-lanud Utama TNI-AU. Salah satu kelebihan utama lainnya untuk PSU Oerlikon kaliber 35 mm ini adalah kemampuannya untuk dapat dibawa dengan pesawat Hercules agar lebih mobile dalam pengoperasionalannya.

Paskhas kini mengupayakan untuk mengganti senjata perorangan SS – 1 yang kabarnya akan digantikan SiG-552 ataupun SS-2. Jujur saja, senjata SS-1 buatan Pindad memang sudah tidak layak pakai. Sering macet dengan bekas las di sana – sini.

Komandan

Saat ini, Komandan Korpaskhas (Dankorpaskhas) adalah Marsekal Pertama TNI Harry Budiono. Beliau lahir di ngawi jawa timur, 12 oktober 1953, mengawali karier militer setelah dilantik Presiden RI sebagai letnan dua pada tahun 1978. Selanjutnya penempatan pertama sebagai komandan pleton, Komandan Lanud Morotai, Komandan Skadron Paskhas 462 Lanud Sulaiman, Asintel Korpaskhas, Inspektur Korpaskhas (Ir), Wadan Korpaskhas. Selanjutnya pada tanggal 26 Juni 2008 diangkat menjadi Komandan Korps Pasukan Khas (Dankorpaskhas) sampai sekarang.[5]

Detasemen Bravo-90

Detasemen elit Bravo 90 yang dimiliki Paskhas tampil makin garang. Seperti halnya satuan-satuan elit lainnya, Detasemen Bravo juga sudah dilokalisir. Komplek kecil di Lanud Sulaiman, Margahayu Bandung itu, dipagari hingga tidak bisa dimasuki atau dilewati sembarangan orang. Fasilitas latihan juga telah dibangun. Personil Bravo 90 saat ini diduga berjumlah tak sampai 150 orang. Selain menjalankan tugas-tugas intelijen dibawah perintah Panglima TNI dengan BKO Bais, terlibat dalam misi-misi gabungan TNI untuk mengamankan objek-objek vital, Bravo juga ditempatkan dalam detasemen-detasemen Pengawal Pribadi (Walpri) untuk KSAU dan Presiden.

Pengukuhan Detasemen Bravo-90

Dikukuhkan pada tanggal 16 September 1999 oleh KSAU Marsekal Hanafie Asnan satuan ini memiliki motto Catya Wihikan Awacyama Kapala (Setia, Terampil, berhasil).

Dalam melaksanakan operasinya, Bravo dapat juga bergerak tanpa identitas. Bisa mencair di satuan-satuan Paskhas, atau seorang diri. Layaknya dunia intelijen Bukan main-main, Bravo-90 juga melengkapi personilnya dengan beragam kualifikasi khusus lanjutan, mulai dari combat free fall, scuba diving, pendaki serbu, teknik terjun HALO (High Altitude Low Opening) atau HAHO (High Altitude High Opening), para lanjut olahraga dan para lanjut tempur (PLT), Dalpur trimedia (darat, laut, udara), selam, tembak kelas I, Komando lanjut serta mampu menggunakan teknologi informasi dan komunikasi dengan sarana multimedia. Pasukan elit ini juga kebagian jatah untuk berlatih menembak dengan menggunakan peluru tajam tiga kali lipat lebih banyak dari pasukan reguler lainnya. Hal ini dimaksudkan untuk melatih ketepatan dan kecepatan mereka untuk bertindak dalam waktu sepersekian detik.

Struktur Organisasi Bravo-90 Bravo mempunyai 3 tim yang disebut Alfa 1 s/d 3. Alfa 1 mempunyai spesialisasi intelijen. Alfa 2 berkualifikasi spesialisasi perang kota/hutan dan Alfa 3 spesialisasi Counter Terrorism. Disamping itu ada Tim Bantuan Mekanik untuk pemeliharaan senjata dan peralatan serta tim khusus plus tim pelatih. Tapi sebenarnya 3 tim itu mempunyai keahlian yang merata di bidang counter terrorism. Pasukan “inti” baret jingga yang saat ini di pimpin oleh Mayor (Psk) Roy Bait ini juga kerap berlatih dengan “kakak2 “nya di Gultor Kopassus, Kopaska TNI-AL dan Den Jaka Marinir Untuk kedepan ada peningkatan standart pasukan sehingga mencapai 1 detasemen secara utuh dengan jumlah ideal mengikuti tabel organisasi personel (TOP) yaitu 265 personel dibawah pimpinan seorang Letnan Kolonel. Bravo saat ini sudah memiliki fasilitas pertempuran jarak dekat (CQB). Bahkan untuk latihan pembebasan sandera di pesawat, Bravo langsung melaksanakannya didalam pesawat baik milik TNI-AU maupun PT. DI. Bravo juga menjadi pasukan khusus pertama di Indonesia yang mampu menguasai ilmu bela diri Stema yang merupakan ciri khas dari pasukan elit Rusia Spechnatz.

Tahap Pendidikan Bravo-90 Pendidikan Bravo sekitar 6 bulan. Dilaksanakan di Wing III/Diklat Paskhas Satdik 02 Lanjut dan Satdik 03 Khusus. Anggotanya diseleksi dari siswa terbaik peringkat 1-40 lulusan sekolah komando Paskhas dan personel aktif di skadron/Wing. Semua diseleksi ketat mulai dari IQ, Kesemaptaan, keahlian spesialisasi militer yang dibutuhkan serta kesehatan. Semua dengan asistensi lembaga TNI AU yang berkompeten dengan bidang masing – masing. Lulus dari saringan ketat, maka calon mengikuti pendidikan yang terdiri dari beberapa fase : Pendidikan Intelijen strategis selama 3 bulan (digelar link – up dengan BAIS TNI), Conventional Warfare dan Penanggulangan Teror. . Rampung di BAIS, siswa kemudian mendalami ilmu serbuan counter terrorism dan penguasaan berbagai macam senjata api dan senjata tajam di kamp konsentrasi Atbara (Anti Bajak Udara) Margahayu dengan berbagai macam tehnik serbuan : serbuan gedung, kereta api, pesawat, kapal laut, dan bus. Tehnik CQB diajarkan dengan keras pada tahap ini dengan menggunakan MP 5, pistol SiG Sauer, Glock, Shotgun Benelli M1 Super 90. Setelah itu tibalah saat Materi pendalaman Jungle Warfare, infiltrasi laut dan udara, operasi Raid dan Patroli Plus Pengintaian Jarak Jauh. Semua diperlakukan sama baik perwira , bintara atau tamtama. Item yang harus dijalani adalah paling tidak 12 item yaitu : lari sprint 3.200 m per 12 menit, lari cepat untuk kekuatan kaki 5 km per 24 menit, renang 2 km tanpa perlengkapan khusus selama 12 jam, panjat tebing dll. Tibalah materi berganda dimana didalamnya terdapat materi dimana mereka mengenang kembali saat pertama menjadi calon prajurit Paskhas. Yaitu Kamp tawanan dan Pelolosan. Mereka diangkut dalam hutan, ditutup matanya dan hanya mengenakan celana dalam. Dalam kamar gelap, mereka dihajar habis habisan, dan diinterograsi selama 3 hari 3 malam. Materi ini adalah menguji mental ketika mereka sewaktu waktu tertangkap musuh dalam tugas. Yang bikin merinding adalah kalau tidak tidak kuat si calon bisa gila. Setelah itu para calon anggota Bravo harus melewati suatu rangkaian skenario latihan berganda yang merupakan studi kasus mirip kejadian aslinya. Runtun mulai dari kasus intelijen, perang hutan, CQB dan Penanggulangan Teror di 3 media. Mereka harus bisa menyelesaikan itu semua tepat dengan waktu yang telah diberikan. Nampaknya para pelatih Detasemen Penanggulangan Teror “ala” Pasukan khusus TNI AU ini tak main – main. Peluru tajam digunakan dalam latihan tahap akhir. Alhasil para calon Bravo juga penuh perhitungan, cermat, cepat sekaligus tepat dalam bertindak. Bertempur total dan habis – habisan. Itulah kesimpulan akhir pendidikan Bravo. Mereka tercetak menjadi prajurit elit Paskhas yang siap diterjunkan di mana saja di seluruh Indonesia. Setelah lulus, para personel Bravo muda ini berhak atas brevet bravo, lambang, Call Sign dan perlengkapan tempur standard Bravo lainnya. Mereka juga dibagi ke dalam 3 tim Alfa dan Tim Ban Nik. Bagi para personel Bravo yang telah dianggap senior, bisa dipindahkan ke Tim khusus yang tak lain “berisi” prajurit Bravo berkemampuan di luar matra udara yaitu Frogmens yang mampu melakukan infiltrasi lewat laut, Selam Tempur, UDT, Zeni Demolisi, Penerbangan, elektronika dll.

Rentang penugasan Bravo dimulai sejak 1992 dalam pengamanan KKT di Jakarta, Misi pemulangan TKI Cina, dan misi Geser Tim – Tim sebagai buntut lepasnya Tim – tim dari NKRI. Bravo ditugasi mengendalikan Bandara Komoro bersama 2AFDG (Royal Australian Air Force Airfield Defence Guards). Namun Pengamanan pusat kota juga dipercayakan kepada komando Bravo. Setelah itu dalam konflik Ambon Bravo mengalami berbagai peperangan frontal dari darat ke darat dalam menyekat 2 kubu yang bertikai dalam konflik tergabung dalam Yon Gab 1 bersama Kopassus dan Taifib Marinir. Dalam kejadian itu Kopassus kehilangan seorang prajuritnya dan Bravo menerima musibah yaitu Komandan Peleton 3 yang kebetulan dijabat kontingen Bravo terkena ledakan granat. Akhirnya Markas Bravo segera mengirim komandan baru yaitu Lettu Psk Dodi yang diterjunkan seorang diri. Setelah mengalami beberapa pertempuran sengit sebelum “menemukan” Bravo bersama pasukan TNI lainnya, akhirnya Lettu Psk Dodi dapat bergabung dengan tim Bravo. Misi yang mereka emban adalah Countersniper. Ada Sniper liar yang sengaja mengarah pada pasukan Marinir dan Yon Gab 1. Tenyata sniper liar itu dikendalikan oleh komando gelap yang berpusat hotel Wijaya 11. Bravo kebagian jatah sebagai pasukan Direct Action. Inilah saat kemampuan CQB mereka diuji. Walau hujan tembakan namun Bravo dapat mendobrak masuk dalam gedung. Ternyata Kendali komando gelap itu adalah sejumlah oknum pimpinan TNI dan Polri. Dalam Konflik Aceh, Bravo ditugasi untuk mengamankan Bandara dan lanud di seluruh wilayah NAD.

Inventaris Senjata Bravo-90 Pistol Scorpion sudah tinggal kenangan. Kini Bravo memiliki senjata jagonya CQB yaitu MP 5. Sebagian adalah hibah dari Korea. Namun begitu masih bagus. Pistol pun pakai SiG Sauer. Anggota Bravo dilengkapi uniform full gears dengan peralatan terbaru. Mulai dari rompi anti peluru, NVG, GPS, pelindung kaki dan lutut, sepatu khusus, pelindung mata, pisau lempar, alat komunikasi point to point sampai Jeep Land rover yang telah dimodifikasi. Bahkan dalam situasi khusus, Bravo bisa memboyong pesawat – pesawat TNI AU dari pesawat angkut sampai pesawat tempur untuk menyokong misi operasinya. Bravo juga kini telah memiliki senjata SAR-21 (Singapore Air Rifle). Kabarnya Bravo mendapat 50 buah senjata jenis ini dari Mabes TNI

Ø Senjata Serbu : MP5-SD3, MP5-PDW, M16-A3 Commando, SAR-21 Ø Senjata Khusus : Benelli Shotgun M1 Super 90 Ø Pistol : Sig Sauer, Glock 17C dan 19C. Ø Sniper : SIG SHR (Swiss Hunting Rifle) 970 Tactital Rifle Kaliber

                   		  7,62mm x 51mm, SIG Sauer SSG 3000 kaliber 7,62 x 51 mm 

Ø Counter Sniper : FN Hecate II kaliber 12,7mm Ø Parasut : MC11 Ø Alat Komunikasi : Marconi Selenia (standar pasukan khusus AS)

Kendaraan Taktis Detasemen Bravo-90 Paskhas TNI-AU saat ini setidaknya mengoperasikan 2 jenis kendaraan taktis yaitu Land Rover Defender MRCV (multi role combat vehicle) dan Dirgantara Military Vehicle (DMV-30T) buatan PT. Dirgantara Indonesia. Land Rover Defender MRCV. Kendaraan taktis (rantis) Bravo-90 yang satu ini memang khusus. Termasuk Land Rover jenis defender heavy duty antipeluru yang dilengkapi tangga lipat serta penyangga mobil. Tangga ini lazim digunakan dalam penyerbuan gedung (building assault). Agar mobil berdiri stabil, penyangga diturunkan secara hidrolik untuk menahan goyangan. Melihat tongkrongannya, rantis Bravo-90 ini adalah jenis Defender Td5 dengan basis station wagon sasis panjang. Mobil yang dari pabrikannya dilego seharga 20.495 poundsterling (standar) ini ditenagai mesin disel berkapasitas 2500cc. Bila disimak lebih jauh, tentu saja ada fasilitas khusus yang ditambahkan. Sebut saja plat pijakan kaki yang menempel disekeliling bodi mobil. Tentu saja bukan tanpa tujuan fasilitas tadi dibuat. Plat berfungsi sebagai pijakan pasukan yang berdiri disekeliling mobil. Dengan demikian maka pasukan bisa di drop dengan cepat. Dirgantara Military Vehicle. Kendaraan sejenis “Humvee” dan bertampang “sangar” ini adalah produk pertama dan asli rakitan PTDI. Kendaraan ini mendapat nomor register di lingkungan TNI-AU yakni 4020-10. DMV menggunakan mesin disel 3000 cc Ford Ranger dan teknologi Mazda Tampilannya semakin perkasa dengan senjata utama senapan mesin GRMG yang disimpan di bagian atap kendaraan, serta senjata FN Minimi kaliber 5,56 mm yang menyembul keluar dari kabin depan yang tidak dipasangi kaca. Gerakan mobil anyar itu dipastikan tetap lincah, baik di jalan raya maupun di medan yang terjal sekalipun. Empat buah ban ukuran besar melekat di dua as dengan ketinggian jarak lantai kabin ke tanah sekitar 90 centimeter. Apabila tertembak, bagian ban masih akan tetap berdiri dan berfungsi maksimal karena dilengkapi dengan lapisan besi yang dipasang melingkar pada bagian ban. Kendaraan tempur PTDI ini didesain untuk kapasitas empat orang prajurit dengan jok yang terbuat dari fibre glass yang dicat khas warna loreng TNI. DMV mempunyai ketahanan perjalanan hingga 600 kilometer. Berbeda dengan kendaraan biasanya, sasis DMV dibangun dengan besi-besi pipa berkualitas sesuai dengan standard dan spesifikasi kendaraan versi militer Markas Komando DenBravo-90 Pada tahun 2009, Detasemen Bravo-90 direncanakan telah menempati markas barunya seluas hektar di daerah Rumpin, Bogor. Daerah ini dinilai sangat strategis karena dekat dengan dua lanud utama TNI-AU yaitu Lanud Atang Sanjaya, Bogor dan Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur sehingga mudah untuk menggerakkan pasukan keseluruh wilayah Indonesia. Daerah ini juga memiliki akses yang cepat ke pusat pemerintahan (khususnya Istana Negara Jakarta dan Istana Bogor, Gedung MPR-DPR serta Mabes TNI di Cilangkap) maupun dengan pintu gerbang negara di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng. Selain itu Den Bravo-90 juga direncanakan untuk dapat melindungi Pusat Pengembangan dan Pengkajian Iptek (Puspiptek) milik BPPT dan fasilitas LAPAN di daerah Serpong, Tangerang.

Operasi militer dan sipil

Operasi militer dalam negeri

Prajurit-prajurit korpaskhas telah banyak terlibat dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, seperti Agresi Militer I dan II, operasi militer PRRI di Riau, operasi menumpas PERMESTA di Sulawesi Utara, operasi TRIKORA untuk membebaskan Irian Barat, operasi DWIKORA, operasi penumpasan 30 S/PKI, operasi penumpasan PGRS / PARAKU di Kalimantan dan operasi Timor-Timur serta operasi militer lainnya.


Operasi Trikora

PGT AURI dalam operasi Trikora mengambil porsi terbesar jumlah pasukan yang diinfiltrasi ke Irian (Papua) Barat dengan total 532 orang.

Jumlah personil dari TNI, Polri dan relawan yang diinfiltrasikan selama Trikora adalah 1.419 personil dengan jumlah korban jiwa 216 gugur/hilang dan 296 tertangkap.

Pada tahun 1962 satu tim PGT dipimpin Sersan Mayor (U) Picaulima diterjunkan untuk pertama kali di Irian Barat yaitu di daerah Fak-Fak sedangkan penerjunan di Merauke dipimpin oleh Letnan (U) Benyamin Matatutih.

Salah satu kisah heroik dan bersejarah adalah peristiwa pengibaran Sang Saka Merah Putih untuk pertama kali dipancangkan di bumi Cendrawasih, Irian Barat, yang dilakukan oleh anggota PGT. Pada tanggal 19 Mei 1962, sebanyak 81 anggota PGT bertolak dari Pangkalan Udara Pattimura, Ambon, dengan pesawat Hercules menuju sasaran daerah penerjunan sekitar Kampung Wersar, Distrik Teminabuan. Mereka diterjunkan tepat diatas markas tentara Belanda. Kisah heroik ini mengakibatkan tewasnya 53 anggota PGT AURI termasuk komandan tim Letnan Dua (U) Manuhua.

Beberapa kali penerjunan yang dilakukan PGT selama operasi Trikora di Kaimana, Fak Fak, Sorong, Klamono, Teminabuan, dan Merauke telah mengakibatkan gugurnya 94 orang prajurit.


Operasi Dwikora

Seperti halnya saat Trikora, pada saat operasi Dwikora PGT AURI juga menjadi pasukan yang pertama sekaligus menjadi pasukan dengan jumlah terbanyak yang diterjunkan ke wilayah Kalimantan Utara dan Malaysia.

Untuk pertama kalinya pada tanggal 17 Agustus 1964 sebanyak 17 personil PGT berhasil melakukan penerjunan di selatan Johor.

Dalam penerjunan di Labis dan Bontian, dekat Johor Baru pada tanggal 2 September 1964, pesawat C-130 Hercules yang diterbangkan Mayor (U) Djalaloedin Tantu bersama 7 awak pesawat jatuh ke selat Malaka. Sebuah sumber menyatakan bahwa kecelakaan pesawat Hercules yang melakukan terbang malam tersebut akibat terbang terlalu rendah untuk menghindari deteksi radar lawan. Letkol (U) Sugiri Sukani, Komandan Resimen PGT dan Letnan Satu (U) Suroso ada didalam pesawat malang tersebut. Unsur yang ikut tewas dalam peristiwa tersebut adalah 47 orang personil PGT dan 10 orang Cina Melayu, diantaranya adalah dua gadis. Sedangkan 2 Hercules lainnya berhasil menerjunkan pasukan PGT didaerah sasaran. Pasukan ini berjumlah 3 Peleton terdiri dari 1 Peleton dari Jakarta dan 2 Peleton dari Bandung.

Jumlah personil PGT yang gugur/hilang selama operasi Dwikora berjumlah 83 orang sedangkan yang tertangkap berjumlah 117 orang.


Operasi Seroja

Dalam Operasi Seroja, Kopasgat tidak berfungsi sebagai pasukan pemukul seperti yang dilakukan Pasukan Gerak Tjepat (PGT) dalam penumpasan pemberontakan PRRI/Permesta, perjuangan Trikora dan Dwikora. Kopasgat yang terdiri dari Pengendali Tempur (Dalpur), Pengendali Pangkalan (Dallan) dan Satuan Tempur (Satpur) bertugas membentuk pangkalan udara operasi dan pengamanannya

Gelaran pertama Kopasgat terjadi tanggal 9 Desember 1974, ketika 8 Hercules C-130 menerjunkan pasukan dari Yonif Linud-328 Kostrad, Grup-1 Kopassus, Yonif 401/Banteng Raiders dan 156 personil Kopasgat pada pukul 07.25. Tugas Kopasgat adalah membebaskan lapangan terbang Baucau, atau lebih populer dengan Villa Salazar dalam bahasa Portugis. Detasemen Kopasgat dipimpin Kapten (Psk) Afendi. Operasi ini sekaligus membuktikan kemampuan Kopasgat melaksanakan Operasi Pembentukan dan Pengoperasian Pangkalan Udara Depan (OP3UD)

Dalam operasi Seroja, Kopasgat bersama satuan tempur lainnya dari TNI-AD dan TNI-AL (Marinir) turut bertempur diberbagai medan mulai dari kota, hutan, pegunungan, perbukitan hingga ke wilayah pedalaman Timor-Timur untuk memburu gerombolan pengacau keamanan bersenjata.

Operasi sipil

Selain mengabdikan dirinya dalam tugas-tugas operasi militer, prajurit paskhas juga ikut berpartisipasi dalam misi kemanusiaan seperti operasi Tinumbala dan Tampomas penanggulangan bencana alam, Tentara Masuk Desa dan karya bakti TNI lainnya.

Misi perdamaian

Keterlibatan Paskhas dalam misi perdamaian di luar negeri di bawah bendera PBB seperti tergabung dalam:

  • Kontingen Garuda di Vietnam,
  • Kontingen Garuda XIV dibawah Unprofor di Yugoslavia,
  • Kontingen Garuda XIV A-B di Bosnia,
  • Kontingen Garuda XVII dibawah OKI di Filipina dan penugasan militer di luar negri lainnya.

Referensi

Lihat pula

Pranala luar