Suku Mandailing

salah satu kelompok etnik Batak
Revisi sejak 30 November 2020 23.54 oleh Ahmadsyah Manurung (bicara | kontrib) (Batak Mandailing)

Suku Batak Mandailing (Mandailing: ᯔᯉ᯲ᯑᯤᯞᯪᯰ) adalah salah satu suku yang ada di Asia Tenggara. Suku ini lebih banyak ditemui di bagian utara pulau Sumatra, Indonesia dan bagian dari Batak. Mereka pernah berada di bawah pengaruh Kaum Padri dari Minangkabau di Tanah Datar. Hasilnya, suku ini dipengaruhi oleh budaya Islam. Suku ini juga tersebar di Malaysia, tepatnya di Selangor dan Perak. Suku ini juga memiliki keterkaitan dengan Suku Angkola.

Suku Mandailing
ᯔᯉ᯲ᯑᯤᯞᯪᯰ
Foto pasangan Mandailing dari daerah Pakantan, Mandailing Natal, Sumatra Utara.
Daerah dengan populasi signifikan
Sumatra Utara1.035.000
Sumatra Barat214.000
Riau210.000
Jakarta80.000
Malaysia30.000[1]
Bahasa
Mandailing
Minangkabau
Melayu
Agama
Islam
Kelompok etnik terkait
Suku Siladang
Suku Minangkabau
Suku Melayu[2]
Suku Angkola[3]
Suku Alas
Suku Gayo
Suku Karo[3]
Suku Batak[2][3]
Sopo Godang Pakantan

Etimologi

Mandailing merupakan gabungan dari dua kata: mande, yang berarti "ibu", dan hilang.

Sejarah

 
Menganyam tikar dan Menumbuk Padi di Pakantan

Suku Mandailing, bersamaan dengan suku Batak lainnya,[3] bermigrasi ke selatan sebelum kedatangan Portugis dan Belanda di Sumatra. Penjajahan Belanda di Sumatra menyebabkan Mandailing digolongkan menjadi bagian dari Suku Batak meski sebenarnya berbeda secara bahasa dan budaya yang dipakai dengan suku batak, berdasarkan aturan irisan yang dibuat untuk mengklasifikasi dan membuat tipologi.[2] Penjajahan Belanda dengan tujuan misionarisnya meleburkan Suku Mandailing dengan Suku Batak Toba, akibatnya Suku Mandailing disebut juga dengan sebutan Suku Batak Mandailing di Indonesia dan Suku Melayu Mandailing di Malaysia oleh Penjajahan Inggris.[2]

Perang Padri

Perang Padri, yang berlokasi di Sumatra Barat dan menyebar luas di Sumatra Timur antara tahun 1803 hingga 1838, menyebabkan perpindahan besar-besaran suku Mandailing dari tempat asalnya ke Malaysia Barat. Kelompok tersebut dipimpin oleh Raja Asal, maharaja dari Mandailing; dan keponakannya Raja Bilah. Bersama dengan Sutan Puasa, mereka terlibat dalam Perang Klang antara tahun 1866 hingga 1873.[4]

Wilayah

Suku Mandailing lebih banyak tersebar di Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Labuhanbatu, Kabupaten Labuhanbatu Utara, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Kabupaten Batubara, Kabupaten Deli Serdang, Kota Medan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Pasaman dan Kabupaten Pasaman Barat. Kelompok pertama yang datang di wilayah tersebut adalah Pulungan dan Nasution.

15 Marga yang Secara Sah diakui di Suku Mandailing adalah Pulungan, Nasution, Pasaribu, Lubis, Matondang, Rangkuti, Batubara, Marbun, Harahap, Dalimunthe, Hutasuhut, Siregar, Hasibuan, Daulay, Pane, Pohan

Kontroversi

Generalisasi kata Batak terhadap etnik Mandailing umumnya tak dapat diterima oleh keturunan asli wilayah itu. Meski mayoritas masih mengakui dirinya bagian dari suku Batak.[5] Suku Mandailing memiliki ikatan darah, nasab, bahasa, aksara, sistem sosial, kesenian, adat, dan kebiasaan tersendiri yang berbeda dengan Batak dan Melayu.[2]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ viva.co.id Didata Malaysia, Tor-tor Tetap Milik Tapanuli
  2. ^ a b c d e Abdur-Razzaq Lubis. Mandailing-Batak-Malay: A People Defined and Divided. In: 'From Palermo to Penang: A Journey into Political Anthropology', University of Fribourg, 2010.
  3. ^ a b c d Masri Singarimbun (1975). Kinship, Descent, and Alliance Among the Karo Batak. University of California Press. ISBN 0-5200-2692-6. 
  4. ^ Abdul-Razzaq Lubis and Khoo Salma Nasution. Raja Bilah and the Mandailings in Perak: 1875–1911. Kuala Lumpur: Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society (MBRAS), 2003.
  5. ^ Leonard Y. Andaya (2002). "The Trans-Sumatra Trade and the Ethnicization of the 'Batak'". KITLV. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2 Maret 2012. Diakses tanggal 26 Oktober 2015. 

Bacaan terkait

  • Mangaradja Ihoetan (1926), Asal-Oesoelnja Bangsa Mandailing: Berhoeboeng dengan perkara tanah Wakaf bangsa Mandailing, di Soengei Mati - Medan, Sjarikat Tapanoeli 
  • Syahmerdan Lubis gelar Baginda Raja Muda (1997), Adat Hangoluan Mandailing, Tapanuli Selatan, S. Lubis, OCLC 6169347 
  • Zulkifli Lubis; Enni Syarifah Hrp; Lizar Andrian; Naga Sakti Harahap; Septian H. Lubis (2012), Kearifan Lokal Masyarakat Mandailing Dalam Tata Kelola Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Sosial, Balai Pelestarian Nilai Budaya Banda Aceh, ISBN 6-0294-5723-3