Perang Tentara Bayaran
Perang Tentara Bayaran, juga dikenal sebagai Perang Tanpa Gencatan Senjata, adalah pemberontakan yang dilancarkan oleh prajurit yang dipekerjakan oleh Kartago pada akhir Perang Punisia Pertama (264–241 SM), yang didukung oleh pemberontakan permukiman-permukiman Afrika lainnya. Pemberontakan ini berlangsung dari 241 hingga akhir 238 atau awal 237 SM. Pada akhirnya Kartago berhasil memadamkan pemberontakan ini.
Perang ini dimulai pada 241 SM akibat perselisihan terkait pembayaran gaji kepada 20.000 prajurit asing yang telah mengabdi untuk Kartago di Sisilia selama Perang Punisia Pertama. Walaupun kedua belah pihak tampaknya akan segera berkompromi, tiba-tiba prajurit tersebut melancarkan pemberontakan di bawah kepemimpinan Spendius dan Matho. Tujuh puluh ribu orang Afrika dari wilayah yang dijajah Kartago kemudian bergabung dengan para pemberontak dan membawa persediaan dan dana. Kartago sendiri baru saja menyelesaikan perang besar lainnya dan pasukannya sudah lelah, sehingga performa pasukan Kartago pada awal perang kurang baik, terutama di bawah panglima Hanno. Hamilcar Barca, seorang veteran perang di Sisilia (dan ayah dari Hannibal Barca), diberi komando gabungan atas pasukan Kartago pada 240 SM dan komando tertinggi pada tahun 239 SM. Ia berhasil memperoleh kemenangan dan awalnya menunjukkan belas kasihan kepada para pemberontak dengan maksud agar mereka bersedia berdamai. Untuk mencegah kemungkinan tersebut, pada 240 SM Spendius dan Autaritus menyiksa 700 tahanan Kartago sampai mati (termasuk Gisco), sehingga kemudian perang dikobarkan dengan kejam.
Pada awal 237 SM, setelah mengalami berbagai kekalahan, pemberontakan ini akhirnya dipadamkan dan kota-kota yang membangkang kembali dikuasai Kartago. Kartago kemudian merencanakan sebuah ekspedisi militer untuk menduduki kembali Sardinia; di pulau tersebut para pemberontak telah membantai semua orang Kartago. Namun, Romawi memperingatkan bahwa tindakan ini akan dianggap sebagai pernyataan perang, dan Romawi kemudian menduduki Sardinia dan Korsika meskipun tindakan ini bertentangan dengan perjanjian perdamaian antara kedua negara. Hal ini dianggap sebagai pemicu perang Romawi-Kartago pada 218 SM.