Merapi-Merbabu Complex
Merapi Merbabu Complex merupakan sebutan atau julukan bagi gerombolan atau kelompok orang yang berada di sekitar lereng Gunung Merapi dan Merbabu yang aktif setelah Pengakuan Kedaulatan Republik Indonesia (Pasca Perang Kemerdekaan) pada akhir 1948 hingga sebelum Peristiwa G 30 S.[1] Meskipun demikian, kelompok ini sempat dibasmi oleh pemerintah pada tahun 1951.[2][3][4] Basis kelompok ini berada di sekitar lereng Gunung Merapi dan Merbabu terutama Kecamatan Selo, Musuk, Mojosongo dan Cepogo, Boyolali. Konon, warga yang menghindar dari kelompok ini mendirikan basis yang berada di Goa Lowo dan Goa Song.[5] Pimpinan dari kelompok ini disebut sebagai Suradi Bledheg (Disebut bledheg karena suaranya yang dianggap menggelegar).[6] Akhir dari gerakan ini adalah ditumpas (dibasmi) oleh unsur TNI Angkatan Darat beserta warga (terutama Angkatan '66 melalui KAPI dan KAPPI) di mana salah satu tokoh yang ikut pembasmian gerakan ini adalah Letnan Sintong Panjaitan.[7][8]
Sejarah
Menurut Lembaga Kajian Transformasi Sosial (LKTS) Kabupaten Boyolali (seperti dikutip Tempo.co) anggota MMC merupakan orang–orang yang tersisihkan politik militer rasionalisasi (lebih tepatnya Program Reorganisasi dan Rasionalisasi (Re-Ra)) yang terjadi di tubuh Tentara Nasional Indonesia pada era Kabinet Hatta I (pada tahun 1948, beberapa saat menjelang Peristiwa Madiun).[6][9][10][11][12] Dalam kebijakan rasionalisasi tersebut, hanya tentara yang sudah dilatih oleh KNIL (Koninklijke Nederlandsch-Indische Leger) atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda dan PETA (Pembela Tanah Air) yang bisa masuk menjadi tentara negara sedangkan Tentara Rakjat yang lahir karena menjadi relawan tidak bisa menjadi tentara yang digaji oleh negara.[1][9][11][13] Karena kekecewaan tersebut (disebutkan dalam beberapa sumber bahwa jumlah rasionalisasi yang terjadi dari tentara dari jumlah 300.000 menjadi 10.000)[2][3][4], banyak tentara yang terkena dampak program rasionalisasi memberontak terhadap negara. Kelompok yang juga ikut serta dalam gerakan ini adalah Kelompok Kumbojono (e.y.d : Kumboyono) yang beroperasi di sekitar Boyolali.[14]
Pandangan CC PKI
Selain itu, kelompok MMC sendiri menurut Alimin (1951) merupakan salah satu aset partai (PKI).[15] D.N. Aidit pernah membahas mengenai kelompok ini dalam Konferensi Nasional (Konfernas) SC PKI se-Jawa Tengah pada tahun 1952.[13] Pada saat itu, CC (Committee Central) PKI menginginkan agar para gerilyawan MMC bergabung dengan kesatuan-kesatuan TNI. Alasannya, dalam keadaan partai legal, tidak mungkin membiarkan gerilyawan seperti MMC tetap eksis.[13]
Uniknya, beberapa satuan dari unit TNI AD yang membelot ke kelompok komunis secara dominan lebih banyak lari ke kelompok ini.[7]
Peran Benggol dalam Kelompok
Benggol merupakan seorang pimpinan kelompok bandit yang sangat dihormati oleh pengikutnya. Dia memiliki otoritas tertinggi atas penguasaannya yang bersumber pada wibawanya. Oleh karena itu, para benggol dapat melakukan perekrutan dengan loyalitas tinggi sehingga mewajibkan para pengikutnya memiliki komitmen terhadap pemimpin dan kelompoknya. Tidak cukup hanya wibawa saja, biasanya para benggol tersebut juga dilengkapi dengan ilmu-ilmu kanuragan baik itu ilmu kebatinan ataupun ilmu kesakten. Dari kemampuan memimpin dan juga ilmu-ilmu tersebut berdampak terhadap nama baik sebagai benggol sehingga semakin disegani dan ditakuti dari pihak musuh maupun anak buahnya. Dalam tugas kejahatannya, pada umumnya para benggol dibantu oleh wakilnya yang biasa disebut wukul. Apabila wilayah kekuasaan benggol sangatlah luas, seorang wukul akan diangkat menjadi “lurah” untuk melaksanakan “roda pemerintahan dinasti seorang benggol”.[16][17][18]
Keterlibatan Suradi Bledeg
Suradi Bledeg (terlahir Suradi (Kemusu, Boyolali) (1921-1951)) sendiri memang dikenal selain sebagai benggol (preman) juga sebagai salah satu pimpinan kelompok Merapi-Merbabu Complex (MMC) yang dikenal warga sebagai seseorang yang memiliki kesaktian (dirinya dikenal merupakan pegiat ilmu bela diri yang pernah mengambil ilmu hingga ke Madiun, Kediri, eks Keresidenan Kedu dan Gunungkidul).[2][6][14] Ia memiliki nama bledeg karena masyarakat sering mendengar suaranya yang menggelegar seperti petir (bledeg). Motivasi dirinya ikut gerakan ini selain karena masalah perut, ia termasuk pihak yang kecewa dengan kebijakan reorganisasi dan rasionalisasi (Re-Ra) militer oleh Kabinet Hatta.[2][3][4]
Dalam gerakan ini, Suradi membagi tugas kelompoknya ke dalam lima (5) wilayah/ daerah antara lain[16]:
- Daerah Cepogo ke utara sampai Salatiga di bawah Gerombolan Tjiptosardju.
- Daerah lereng merapi yang meliputi Boyolali dan Klaten di bawah Gerombolan Kudo.
- Daerah di sekitar hutan Surowono di Kecamatan Selo di bawah Gerombolan Tjipto.
- Daerah Ampel dan Banyudono di bawah Gerombolan Sukarmin.
- Daerah Klaten di bawah Gerombolan Bedjo
Beberapa gerombolan yang menguasai beberapa daerah tersebut masih dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dengan jumlah yang berubah-ubah. Gerombolan Tjiptosardju membawahi tiga kelompok yaitu kelompok Sujud yang bergerak di antara Salatiga dan Ambarawa, Walujo Muksin di daerah Ungaran-Semarang-Kendal dan kelompok Multajad di daerah Magelang-Boyolali-Salatiga. Gerombolan Kudo didukung oleh dua kelompok, yaitu kelompok pimpinan Joso alias Sardi dan kelompok Amat, sedangkan Gerombolan Bedjo membawahi dua kelompok yaitu Kartopaing dan Mariman.[18][16]
Akhir Hidup Suradi Bledeg dan Kelompok MMC
Suradi Bledeg sendiri tewas pada 1 April 1951 akibat dari serangan yang dilakukan oleh prajurit dari Panglima Divisi VII Diponegoro (Dahulu Bernama Divisi Panembahan Senopati) dalam "Operasi Merdeka Timur 1 dan 2" (OMT 1 dan 2) serta "Operasi Merapi Merbabu" (OMM) pimpinan Kepala Staf Suadi Suromihardjo (sekedar catatan, Suadi adalah perwira yang dekat dengan Jenderal Soedirman dan Soeharto)[19][20] dan Mayor Salamun.[21] Operasi tersebut juga mengikutsertakan perangkat desa setempat untuk ikut membasmi anggota kelompok MMC Ini. Suradi Bledeg sendiri berhasil ditangkap di Desa Brintik, Kecamatan Kebonarum, Kabupaten Klaten.[4]
Setelah Suradi Bledeg meninggal, pimpinan MMC berpindah ke Umar junani. Umar Junani kemudian menempuh jalan sebagai seorang kriminal yang tidak hanya kecewa terhadap program rasionalisasi tetapi juga terhadap pemerintah yang melakukan pembersian orang-orang komunis setelah Peristiwa Madiun pada tahun 1948. Selain Junani, banyak sekali pejuang-pejuang komunis yang bergabung di dalam MMC. Oleh karena itu, kriminalitas yang dilakukan oleh MMC bersifat politik dengan tujuan menggulingkan kewibawaan pemerintah.[16][18]
Referensi
- ^ a b Dyantoro, Sunu (2015-10-01). "Kisah G30S 1965 dan Harmoni yang Koyak di Lereng Merapi". Tempo (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-07-16.
- ^ a b c d Matanasi, Petrik (2011-11-01). Prajurit-Prajurit di Kiri Jalan. Trompet Books. ISBN 9786029913132.
- ^ a b c Matanasi, Petrik (2011-07-01). Para Jagoan: Dari Ken Arok sampai Kusni Kasdut. Trompet Book. ISBN 9786029913118.
- ^ a b c d Ibrahim, Julianto, 1972-. Dinamika sosial dan politik masa revolusi Indonesia (edisi ke-Cetakan pertama). Bulaksumur, Yogyakarta. ISBN 9794208337. OCLC 899981992.
- ^ "Wisata Selo Boyolali Kesegaran Solo Raya". WISATASOLO.ID: SEWA MOBIL DAN MOTOR DI SOLO (dalam bahasa Inggris). 2016-12-14. Diakses tanggal 2019-07-16.
- ^ a b c Sulindo, Koran. "Simpang Jalan Bandit di Masa Revolusi | Koran Sulindo". Diakses tanggal 2019-07-16.
- ^ a b "Kisah senapan Kopassus macet dalam operasi pembubaran PKI". merdeka.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-07-16.
- ^ Subroto, Hendro. (2009). Sintong Panjaitan, perjalanan seorang prajurit para komando. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. ISBN 9789797094089. OCLC 316327408.
- ^ a b "Beraninya Mohammad Hatta bubarkan 9 Laksamana Angkatan Laut". merdeka.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-07-16.
- ^ Setiawan, Wahyu Hari (?). "KEBIJAKAN RASIONALISASI MILITER PADA MASA PEMERINTAHAN PERDANA MENTERI MOHAMMAD HATTA TAHUN 1948-1950". http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/64180/WAHYU%20HARI%20SETIAWAN.pdf?sequence=1. Diakses tanggal 16 Juli 2019. line feed character di
|title=
pada posisi 55 (bantuan); Hapus pranala luar di parameter|website=
(bantuan) - ^ a b Widaningsih, Devi Ellok (2018-10-11). "REORGANISASI DAN RASIONALISASI ANGKATAN PERANG REPUBLIK INDONESIA DI JAWA TAHUN 1947-1949". Ilmu Sejarah - S1 (dalam bahasa Inggris). 3 (3).
- ^ sulindo, Admin koran. "Hatta di Pusaran Peristiwa Madiun 1948 | Koran Sulindo". Diakses tanggal 2019-07-16.
- ^ a b c "Palu Arit dan Baju Hijau". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-07-16.
- ^ a b "Sudjiatmi Ibunda Jokowi, Ia yang Telah Lepas dari Masa-Masa Sulit". tirto.id. Diakses tanggal 2020-09-25.
- ^ "Tersisih dari Perahu Partai". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-07-16.
- ^ a b c d Yulyanto, Rizky (13 Juni 2017). "PARA BENGGOL DI SURAKARTA PADA MASA REVOLUSI". web.uniar.ac.id. Diakses tanggal 4 Oktober 2020.
- ^ Ibrahim, Julianto (2002). "Bandit dan pejuang di simpang bengawan :: Kriminalitas dan kekerasan di Keresidenan Surakarta pada masa revolusi 1945-1950". Universitas Gadjah Mada.
- ^ a b c Ibrahim, Julianto, 1972- (2004). Bandit dan pejuang di simpang Bengawan : kriminalitas dan kekerasan masa revolusi di Surakarta (edisi ke-Cet. 1). Wonogiri: Bina Citra Pustaka. ISBN 979-97919-0-1. OCLC 57588285.
- ^ Santoso, Aris. "Letjen Suadi, Pengawal Sudirman yang Disikat Soeharto Pasca-1965". tirto.id. Diakses tanggal 2020-10-04.
- ^ Welle (www.dw.com), Deutsche. "Mencari Jejak Pengawal Jenderal Sudirman | DW | 17.08.2019". DW.COM. Diakses tanggal 2020-10-04.
- ^ Matanasi, Petrik (2011-11-01). Untung Cakrabirawa dan G30S. Trompet Book. ISBN 9786029913156.
Sumber Bacaan
- Merapi-Merbabu-Complex daerah bergolak (aksi gerombolan M.M.C. dengan segala komplikasi2-nja) (https://books.google.co.id/books/about/Merapi_Merbabu_Complex_daerah_bergolak_a.html?id=rt6gHAAACAAJ&redir_esc=y)