Bingata adalah jenis tekstil yang diproduksi secara tradisional di Okinawa.

Sejarah

Beberapa ratus tahun yang lalu ketika Kerajaan Ryukyu mengadakan hubungan dagang yang aktif dengan berbagai negara, kain-kain (tekstil) berwarna diperkenalkan dari India dan Indonesia (Pulau Jawa). Diperkirakan teknik cetak dan celup dari kedua kawasan itu memberikan pengaruh pada perkembangan bingata. Sebelumnya, bangsa Ryukyu hanya mengenal metode mewarnai tekstil hanya untuk satu warna dalam suatu pembuatan. Aigata diwarnai indigo dan katatsuki diwarnai kuning.[1]

Metode pembuatan

Tekstil serat pisang, sutera, dan linen dapat digunakan dalam teknik bingata, namun yang terpopuler adalah katun.[1] Potongan kain yang akan diwarnai dibentangkan di atas papan yang lebar dan rata. Tepung beras basah dioleskan ke seluruh bagian kain melalui stensil kertas atau gambar guntingan yang menarik. Setelah tepung beras mengering, stensil dipisahkan dan bagian yang tidak diolesi siap untuk digambar atau diwarnai.

Dengan kuas yang kecil dan keras, yang ujungnya tumpul, warna yang dipilih secara berulang disapukan di garis yang diolesi (tepung) sampai kain itu menyerap warna. Ketika pewarnaan selesai, campuran getah pohon dan dan sari kedelai disapukan ke seluruh material supaya warnanya tidak pudar. Tahap terakhir adalah mencuci dan melebarkan kain. Tepung dicuci hingga meninggalkan daerah berwarna putih yang jelas di sekitar pola yang telah digambar.

Referensi

  1. ^ a b Customs and Culture of Okinawa (Revised Edition). Gladys Zabilka. Bridgeway Press Books, Tokyo (1966). p.51-52.