Katilayu (batu)

Resin pohon

Ambar atau amber adalah resin pohon yang menjadi fosil dan dihargai karena warna serta kecantikannya. Ambar berkualitas bagus digunakan dalam pembuatan barang permata dan ornamen. Meski tidak termineralisasi, ambar sering digolongkan sebagai sebuah batu permata.

Liontin amber. Liontin berbentuk oval berukuran 52 kali 32 mm (2 kali 1,3 inchi).

Ambar sering disalahpahami terbentuk dari getah pohon; padahal tidak. Getah adalah cairan yang bersirkulasi melalui sistem pembuluhnya tanaman, sedangkan resin merupakan substansi organik amorf setengah-padat yang dikeluarkan dalam kantung dan kanal (saluran) melalui sel epitelium pada tanaman.

Sebagian besar amber di dunia ini berumur 30 sampai 90 juta tahun. Karena dulunya adalah resin pohon yang lunak dan lengket, kadang-kadang di dalam ember terdapat serangga dan bahkan hewan vertebrata yang kecil.

Resin setengah terfosilkan atau amber sub-fosil dikenal sebagai kopal.

Tidak hanya berwarna oranye kekuning-kuningan, ambar memiliki warna yang beragam mulai dari keputih-putihan, kuning limau yang pucat, coklat, dan hampir hitam. Ambar berwarna merah (terkadang dikenal sebagai "cherry amber"), hijau, dan biru termasuk langka dan sangat dicari-cari.

Kebanyakan ambar yang bernilai tinggi memiliki permukaan transparan, tapi amber yang keruh dan gelap juga sangat umum. Amber yang permukaannya gelap berisikan sejumlah gelembung renik. Amber jenis ini dikenal sebagai "bastard amber", meski kenyataannya ia adalah ambar sungguhan.

Asal mula istilah

 
Resin kayu, sumber purbanya ambar

Kata amber berasal dari kata anbargris atau ambergris dari bahasa Arab kuno dan merujuk pada zat wewangian berminyak yang disekresikan oleh ikan paus sperma. Ambergris mengapusng di air dan terhanyut ke pantai. Karena terjadi kebingungan istilah (lihat: Abu Zaid al Hassan from Siraf & Sulaiman the Merchant (851), Silsilat-al-Tawarikh (travels in Asia), amber menjadi nama untuk resin fosil, yang ditemukan pula di pantai dan lebih ringan dari batu, tapi tidak cukup ringan untuk mengambang.

Keberadaan serangga di dalam ambar dituliskan oleh Pliny the Elder dalam Naturalis Historia karangannya dan mengarahkannya pada teori bahwa ambar harus berada dalam keadaan cair untuk menyelubungi tubuh serangga. Oleh karena itu Pliny menjulukinya succinum atau batu getah, sebuah nama yang masih digunakan sampai sekarang untuk mendeskripsikan asam suksinat (sama pula halnya dengan succinite, istilah yang diberikan untuk jenis ambar tertentu oleh James Dwight Dana).

Nama Yunani untuk ambar adalah ηλεκτρον (Elektron) dan berhubungan dengan Dewa Matahari yang digelari Elector atau Yang Membangunkan.[1] Theophrastus mengelompokkan ambar dan magnetit sebagai mineral yang memiliki daya tarik.

Ambar yang dipanaskan akan mengalami pelunakan dan akhirnya terbakar, itulah yang menyebabkan kata amber dalam bahasa Jermanik merupakan terjemahan harfiah dari burn-Stone (Bernstein dalam bahasa Jerman, barnsteen dalam bahasa Belanda). Jika dipanaskan di atas 200°C, ambar mengalami dekomposisi, menghasilkan "minyak amber", dan meninggalkan residu warna hitam yang dikenal sebagai "kolofoni amber" atau "amber pitch"; yang saat dilarutkan dalam minyak terpentin atau minyak biji rami membentuk "pernis ambar" atau "lak ambar ".

Ambar dari Laut Baltik telah diperdagangkan secara luas sejak jaman dulu dan dalam main land, tempat ambar diperdagangkan 2000 tahun lalu. Penduduk setempat menyebutnya glaes (merujuk pada sifatnya yang tembus pandang seperti kaca).

 
Seekor nyamuk dan lalat di dalam kalung ambar Baltik ini berumur antara 40 dan 60 juta tahun

Kimia Ambar

Komposisinya bersifat heterogen, tapi ambar terdiri dari zat-zat beresin yang lebih atau kurang terlarut di dalam alkohol, eter serta kloroform, yang diasosiasikan dengan substansi bitumen yang tak bisa dilarutkan. Amber merupakan sebuah makromolekul yang terbentuk oleh polimerisasi radikal bebasnya sejumlah prekursor dalam keluarga labdane (terpena bisiklik alami), communic acid, cummunol dan biformene.[2] Labdane-labdane ini adalah terpena (C20H32) dan triena yang berarti bahwa rangka organik memiliki tiga kelompok alkena yang tersedia untuk polimerisasi. Seiring dengan proses pematangan ambar selama bertahun-tahun, semakin banyak pula polimerisasi yang terjadi begitu pula dengan reaksi isomerisasi, pertautan silang, dan siklisasi. Komposisi rata-rata dari ambar mengarah ke formula umum C10H16O.

Ambar tidak sama dengan kopal. Polimerisasi molekul yang disebabkan oleh tekanan dan panas mengubah resin lebih dahulu menjadi kopal, lalu melalui evaporasi turpene-lah maka kopal berubah menjadi ambar.

Ambar dalam geologi

Ambar tertua berasal dari periode Karbon Awal sekitar 345 juta tahun lalu. Amber tertua yang di dalamnya berisikan serangga datang dari periode Kapur Akhir, kira-kira 146 juta tahun lalu.

Cadangan amber Baltik dan Dominika dianggap paling penting dari segi komersial. Keduanya berasal dari Jaman Tersier.[3]

Ambar Baltik atau succinite (secara historis didokumentasikan sebagai ambar Prusia) ditemukan sebagai bintil-bintil (nodul) tak beraturan di dalam pasir glaukonitik laut, dikenal sebagai bumi biru, yang terdapat di lapsian tanah Oligosen dari Samland di Prusia, dalam sejulah sumber historis disebut sebagai Glaesaria. Setelah 1945, wilayah di sekitar Königsberg diubah menjadi Oblast Kaliningrad, Rusia, tempat dimana kini ambar ditambang dengan sistematis.[4] Tapi tampaknya sebagian batu ambar berasal dari cadangan periode Tersier yang lebih awal (Eosen); dan ambar juga terdapat sebagai mineral turunan dalam formasi-formasi selanjutnya, seperti drift (terowongan sejajar lurus). Jasad tumbuhan yang terdapat di dalam ambar disebabkan tumbuhan itu terjebak di dalamnya saat resin masih segar, menunjukkan hubungan dengan flora Asia Timur dan bagian selatannya Amerika Utara. Heinrich Göppert menamakan pohon cemara penghasil ambar pada umumnya dari hutan Baltik sebagai Pinites succiniter, tapi sebagai kayu, menurut sejumlah pihak, sepertinya tidak berbeda dari marga Pinus succinifera. Tidak mungkin amber hanya diproduksi sebuah spesies saja.

Lihat pula

Rujukan

  1. ^ King, Rev. C.W. (1867). The Natural History of Gems or Decorative Stones. Cambridge (UK).Amber Chapter, Online version
  2. ^ Assignment of vibrational spectra of labdatriene derivatives and ambers: A combined experimental and density functional theoretical study Manuel Villanueva-García, Antonio Martínez-Richa, and Juvencio Robles Arkivoc (EJ-1567C) pp 449-458 Online Article
  3. ^ Lecture at the university of cologne http://www.fortunecity.com/campus/geography/243/ambdepos.html
  4. ^ Langenheim, Jean (2003). Plant Resins: Chemistry, Evolution, Ecology, and Ethnobotany. Timber Press Inc. ISBN 0-88192-574-8. 

Pranala luar