Abdullah bin Amr bin al-Ash

Sahabat Nabi Muhammad
Revisi sejak 11 Februari 2021 14.40 oleh Nugrasius (bicara | kontrib)

Abdullah bin Amru bin Ash ( bahasa Arab: عبد الله بن عمرو بن العاص ) atau Abdullah bin Amr, (lahir 616 M dan meninggal 684 M / 65 H, putra Amru bin Ash dari Banu Sahm ) adalah sahabat nabi Islam Muhammad . Dia adalah penulis "Al-Sahifah al-Sadiqah" (bahasa Arab: الصحيفة الصادقة ), Dokumen kompilasi hadits pertama yang diketahui yang mencatat sekitar seribu riwayat Nabi Muhammad . [1] [2]

Ia lahir saat Nabi tengah berdakwah di Mekah dan ia memeluk Islam pada tahun 7 H setahun sebelum ayahnya, Amru bin Ash, di usia 17 tahun. Nama aslinya Al-Ash kemudian diganti Abdullah oleh Nabi Muhammad saat ia masuk Islam.[3] Nabi biasa menunjukkan preferensi kepada Abdullah bin Amru karena ilmunya. Dia adalah salah satu sahabat pertama yang menulis Hadis, setelah mendapat izin dari Muhammad untuk melakukannya. Abu Hurairah pernah berkata bahwa Abdullah bin Amru lebih berpengetahuan darinya. [4] [5]


Ibadahnya

Suatu hari Rasulullah memanggilnya, dan menasihatinya agar tidak berlebihan dalam beribadah. Rasulullah SAW bertanya,

"Kabarnya engkau selalu puasa di siang hari tak pernah berbuka, dan shalat di malam hari tak pernah tidur? Cukuplah puasa tiga hari setiap bulan!"

Abdullah berkata, "Saya sanggup lebih banyak dari itu."

"Kalau begitu, cukup dua hari dalam seminggu."

"Aku sanggup lebih banyak lagi."

"Jika demikian, baiklah kamu lakukan puasa yang lebih utama, yaitu puasa Nabi Daud, puasa sehari lalu berbuka sehari!"

Pada lain waktu, ketika Nabi berkata di dalam masjid bahwa, akan ada ahli surga masuk masjid hingga tiap kedatangan orang yang dimaksud 3 kali ke masjid. Abdullah bin Amru yang kemudian menguntit dan meminta ijin bermalam di rumah orang yang disebut ahli surga itu, untuk mencari tahu apa amalannya, yang ternyata tidak dengki dan memaafkan semua orang.

JIhad

Abdullah bin Amru terlibat di banyak perang bersama Nabi. Sepeninggal Nabi, Abdullah terlibat dalam kancah jihad di Syams / Suriah termasuk Perang Yarmuk dan Mesir bersama ayahnya, Amru bin Ash.

Masa Konflik

Dan ketika terjadi Perang Shiffin (perang antara Ali dan Muawiyah), Amr bin Ash berpihak kepada Muawiyah. Dia pun mengajak anaknya, Abdullah bin Amr, untuk turut serta bersamanya membela Muawiyah.

Demikianlah, Abdullah berangkat demi ketaatannya terhadap sang ayah. Namun ia berjanji takkan pernah memanggul senjata dan tidak akan berperang dengan seorang Muslim pun.

Pada suatu hari, ketika ia sedang duduk-duduk dengan beberapa sahabatnya di Masjid Rasul, lewatlah Husein bin Ali bin Abi Thalib. Mereka pun bertukar salam. Tatkala Husein berlalu, berkatalah Abdullah kepada orang-orang di sekelilingnya, "Sukakah kalian aku tunjukkan penduduk bumi yang paling dicintai oleh penduduk langit? Dialah yang baru saja lewat di hadapan kita tadi, Husein bin Ali. Semenjak Perang Shiffin, ia tak pernah berbicara denganku. Sungguh ridhanya terhadap diriku, lebih kusukai dari barang berharga apa pun juga."

Abdullah berunding dengan Abu Said Al-Khudri untuk berkunjung kepada Husein. Demikianlah, akhirnya kedua orang mulia itu bertemu di muka rumah Husein. Abdullah bin Amr terlebih dahulu membuka percakapan, hingga menjurus ke Perang Shiffin.

Husein mengalihkan pembicaraan ini sambil bertanya, "Apa yang membawamu hingga kau ikut berperang di pihak Muawiyah?"

Abdullah menjawab, "Pada suatu hari, aku diadukan bapakku Amr bin Ash menghadap Rasulullah SAW. Kata bapakku, 'Abdullah ini puasa setiap hari dan beribadah setiap malam.' Rasulullah berpesan kepadaku, 'Hai Abdullah, shalat dan tidurlah, serta berpuasa dan berbukalah, dan taatilah bapakmu!' Maka sewaktu Perang Shiffin itu, bapakku mendesakku dengan keras agar ikut bersamanya. Aku pun pergi, tetapi demi Allah aku tidak pernah menghunus pedang, melemparkan tombak atau melepaskan anak panah!"

Karyanya

Karyanya Al-Sahifah al-Sadiqah tetap ada di keluarganya dan digunakan oleh cucunya 'Amr bin Shu'ayb. Ahmad ibn Hanbal memasukkan seluruh karya Abdullah bin Amru dalam bukunya Musnad Ahmad ibn Hanbal yang sangat banyak sehingga menggantikan akan hilangnya Al-Sahifah al-Sadiqah yang ditulis pada zaman Muhammad. [5]

Paska wafat ayahnya Amru bin Ash, Abdullah sempat memimpin Mesir selama 2 bulan pada 43 H lalu kemudian diganti Muawiyah dengan Utbah bin Abu Sofyan.

Wafat

Abdullah bin Amru wafat di usia 72 tahun di masa Yazid bin Muawiyah

Referensi

  1. ^ Schoeler, Gregor; James Edward Montgomery, Uwe Vagelpohl (2006). The oral and the written in early Islam. Taylor & Francis. hlm. 127. ISBN 0-415-39495-3. 
  2. ^ Gülen, Fethullah (2005). The Messenger of God Muhammad: an analysis of the Prophet's life. Tughra Books. hlm. 314. ISBN 1-932099-83-2. 
  3. ^ Muḥammad, al-D̲ahabī, Šams al-Dīn (1998). Siyar aʻlām al-nubalāʼ. Muʼassasat al-Risālah. OCLC 871458157. 
  4. ^ "The Sahabah Series: 'Abdullah ibn 'Amr ibn al-'Ās | Kitaba.org (Islamic Texts for the Blind)". The Sahabah Series: ‘Abdullah ibn ‘Amr ibn al-‘Ās | Kitaba.org (Islamic Texts for the Blind). Diakses tanggal 2021-02-11. 
  5. ^ a b Muhammad., Hamidullah, (repr. 2007, 2003). An introduction to the conservation of hadith : in the light of Sahifah of Hammam ibn Munabbih. Islamic Book Trust. ISBN 983-9154-50-8. OCLC 956942518.  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Introduction" didefinisikan berulang dengan isi berbeda