Suku Dompu
Suku Dompu merupakan salah satu suku yang menghuni bagian tengah Pulau Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat[1]. Suku Dompu dahulu mendiami seluruh wilayah Kabupaten Dompu . Namun akibat meletusnya Gunung Tambora pada tahun 1815, tersisa sedikit dari populasi suku ini di Kabupaten Dompu. Suku Dompu mendiami pusat kota Dompu, Saneo, Ranggo, Hu'u, Daha, Raba Baka, Bara, Kempo, Banggo, dan Kilo Mbuju.
Bahasa
Bahasa daerah yang digunakan oleh Suku Dompu yaitu Bahasa Mbojo-Dompu Dialek Dompu .
Mata pencarian
Mata pencarian masyarakat suku Dompu adalah petani, pedagang, peternak, dan nelayan.[1] Hasil Pertanian di ataranya ialah ubi kayu, ubi jalar, kacang kedelai, dan jagung, sedangkan hasil kebun di antaranya tembakau, kapuk, kemiri, pinang, dan asam.
Agama
Agama yang dianut suku Dompu adalah Islam[1], sekitar 98% penduduk kabupaten Dompu beragama Islam. Ulama dipandang sangat baik karena berpendidikan yang tinggi serta berkehidupan yang layak.
Tradisi
Salah satu upacara yang terkenal di suku Dompu yaitu upacara Peta Kapanca[2]. Upacara Peta Kapanca merupakan bagian dari tradisi pernikahan yang disadur dari adat Bima, yang dilaksanakan sebelum pelaksanaan akad nikah di rumah calon pengantin perempuan. Kegiatan utama dari upacara ini adalah untuk melumatkan daun pacar atau inai yang berwarna merah di kuku calon penganti perempuan, yang dilumatkan secara bergantian oleh para perempuan yang hadir di acara tersebut. Makna dari upacara ini adalah sebagai pengharapan dari seorang ibu agar putrinya bisa mengikuti jejak calon pengantin, sedangkan para gadis dapat menjadikan upacara ini sebagai contoh untuk segera mengakhiri masa lajang. Tahapan dari tradisi ini adalah sebagai berikut[2]:
- Acara sangongo, yaitu mandi uap dengan beraneka bunga dan rempah.
- Siraman (boho oi ndeu).
- Cafi ra hambu maru kai adalah kegiatan membersihkan kamar calon pengantin perempuan.
- Pelumatan daun inai pada kuku-kuku calon mempelai perempuan.
- Rawa mbojo, adalah nyanyian tradisional yang dilantunkan hingga pagi hari.
Selain upacara adat, di Dompu ada suatu kesenian yang telah lama berkembang. salah satu kesenia itu diberi nama Rawa mbojo[2]. Kesenian ini dimainkan satu orang laki-laki dan satu perempuan. laki-laki bertindak sebagai pemain biola (violis) dan sesekali menyanyi sedangkan perempuan sebagai penyanyi utama. Sebelum kedatangan alat musik modern seperti orkes Melayu atau orgen tunggal, rawa mbojo merupakan salah satu kesenian rakyat yang popular pada masanya. Musik ini biasa dipentaskan saat acara pernikahan warga. Rawa Mbojo biasanya digelar di rumah pemilik hajatan usai berlangsung acara resepsi formal. Masyarakat lokal menyebut musik kreasi baru ini “biola katipu”, mengacu pada kombinasi alat musik biola dan gendang sebagai lambang musik dangdut. Personelnya lebih dari dua orang sesuai dengan alat musik yang dimainkan. Karena berkolaborasi dengan musik dangdut, maka irama dan tempo musiknya relatif cepat dan rancak.
Rumah adat
Rumah adat suku Dompu bernama uma jompa dan uma panggu.[3] Uma jompa mempunyai fungsi sebagai tempat menyimpan lumbung padi. Letaknya terpisah dengan rumah tinggal penduduk suku Dompu. Uma jompa mempunyai tiga lantai. Lantai pertama, digunakan untuk menerima tamu ada upacara adat, lantai kedua berfungsi sebagai kamar dan dapur, dan lantai ketiga serfungsi sebagai tempat menyimpan bahan makanan. Uma panggu/uma ceko adalah rumah sekaligus tempat tinggal bagi masyarakat Dompu. Bagunan ini terbuat dari kayu yang berbentuk panggung.
Pakaian adat
Pakaian adat dari suku Dompu dibedakan untuk perempuan dan laki-laki.[1] Pakaian adat perempuan terbagi menjadi dua, yang dibedakan sesuai fungsi dan status sosialnya. Pertama, Rimpu Colo adalah pakaian yang digunakan oleh perempuan yang sudah menikah.[1] Bentuk pakaiannya menutupi seluruh tubuh, yang terlihat hanya wajah, telapak tangan, dan telapak kaki. Kedua adalah Rimpu Mpida adalah pakaian yang digunakan perempuan yang masih gadis (perempuan yang belum menikah).[1] Rimpu sendiri adalah jilbab khas suku Dompu. Dibutuhkan dua lembar kain sarung untuk membuat rimpu. Makna dari rimpu selain menjadi sebuah tradisi yaitu bagi perempuan agar menutup auratnya sehingga mampu menjaga diri dan dihormati orang lain. Tradisi rimpu mulai dikenal sejak masuknya Islam di Bima yang dibawa oleh tokoh-tokoh agama dari Gowa Makassar. Pakaian adat untuk laki-laki di suku Dompu adalah Katente tembe yaitu celana pendek dari kain, Pakaian ini biasa digunakan ketika pergi ke sawah, dan ke gunung. Namun, pada saat ini baju koko adalah pilihan kedua yang sering digunakan oleh laki-laki di Suku Dompu.
Permainan tradisional
Permainan tradisional di suku Dompu salahh satunya Mpaá Tutu[4], yang dimainkan sembari menyanyikan lagu yang liriknya adalah sebagai berikut:
Tutu Kalikuma ma
Sa anggo ngo
Wai lele le
La jami mpako
Kadui ma mpiki
La hasa nggero
Ma doho di nggaro
Kapela sara goa gopa
Ina na’e gepu
Tutu Kalikuma bisa dimainkan oleh perempuan atau laki-laki dengan jumlah 5-8 orang[4]. Posisi awal, anak-anak bersila dan melingkar kecil, telapak tangan digenggam dengan posisi tersusun tegak lurus . Seorang yang genggaman paling atas bernyanyi sambil memukul tumpukan kepalan tangan temannya yang ada dibawah. Pada setiap akhir lagu, genggaman yang dibawah dibuka. Bersamaan dengan itu terjadi dialog antara para pemain dengan pemain dalam bentuk tanya jawab. Permainan tradisional ini, mirip dengan permainan paciwit-ciwit lutung di suku Sunda. Selain permainan tradisional Mpaa Tutu, masih ada permainan tradisional lainnya yang biasa dimainkan anak-anak suku Dompu, diantaranya[5]: Mpa'a Kawongga, Mpa'a Gopa, Mpa'a Ngepa, Mpa'a Kaleli, Mpa'a Kajuji, Mpa'a Geta, Mpa'a Kaneke, Mpa'a Tapa Gala, Mpa'a Wele, Mpa'a Bedi, Mpa'a Janga Mpa'a Kasi'i, Mpa'a Taji Isi mangge, Mpa'a Oro Sampa, dan Mpa'a Kole.
Tarian adat
Jenis-jenis tarian adat dari suku dompu yaitu[1]:
- Tari Sampela Ma Rimpu[6], bercerita tentang gadis dari suku Dompu yang akan pergi ke suatu telaga serta menggunakan rimpu kain yang berwarna warni.
- Tari Mama Ra Isi[6], adalah tari penyambutan yang dikhusukan untuk tamu.
- Tari Muna Ra Medi[6], berkisah tentang proses pembuatan kain yang ditransformasi menjadi sebuah tarian.
Makanan tradisional
- Sambal doco[7], terbuat dari irisan tipis mangga muda, tomat, daun kemangi. Hasil akhirnya memiliki citra rasa yang asam.
- Uta Palumara[7], bila diartikan ke dalam bahasa Indonesia artinya Ikan yang berkuah asam, manis, pedas, dengan tambahan aroma khas daun kemangi.
- Uta Londe Puruh[7], adalah hidangan Ikan palumara (ikan bandeng) yang sering dipadukan kelapa muda. Rasa dagingnya manis, dan gurih.
- Uta mbeca parongge[7], adalah sayur bening daun kelor, makanan khas masyarakat Bima.
Referensi
- ^ a b c d e f g "'Suku Dompu' Sejarah & ( Lingkungan Alam – Bahasa – Mata Pencaharian – Agama – Kepercayaan )". GuruPendidikan.Com. 2019-01-05. Diakses tanggal 2019-03-30.
- ^ a b c "Upacara Peta Kapanca » Perpustakaan Digital Budaya Indonesia". budaya-indonesia.org. Diakses tanggal 2019-03-30.
- ^ "Rumah Adat Dompu". Diakses tanggal 2019-03-30.
- ^ a b "http://pendidikan.kampung-media.com/2018/12/08/mpaa-tutu-kalikuma-untuk-pembelajaran-di-sekolah-dasar-27752". kampung-media.com | Portal Jurnalisme Warga NTB | Indonesia Best Citizen Journalism (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-03-30. Hapus pranala luar di parameter
|title=
(bantuan) - ^ Samadha, Furkan. "Permainan-Permainan Di Dompu". [ Ketika Rasa Tak Dapat Di Ungkap Dengan Kata ]. Diakses tanggal 2019-03-30.
- ^ a b c "Dompu NTB – Desty Indah Susanti" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-03-30.
- ^ a b c d "BUDAYA, MAKANAN DAN CIRI KHAS KOTA BIMA" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-03-30.