Reaksi berantai polimerase transkripsi-balik
Reaksi berantai polimerase transkripsi-balik adalah teknik amplifikasi DNA komplemen dengan RNA virus melalui reaksi berantai polimerase yang menggunakan enzim transkriptase balik. Proses amplifikasi menggunakan sepasang primer oligonukleotida pada sekuen gen spesifik. Reaksi berantai polimerase transkripsi-balik umumnya digunakan pada deteksi virus flu burung, karena material genetik virus flu burung adalah RNA dan bukan DNA.[1] Selain itu, reaksi berantai polimerase transkripsi-balik dijadikan sebagai penanda molekuler untuk analisis asam nukleat pada uji koronavirus. Hasil pengujian dari reaksi berantai polimerase balik bersifat cepat dan dapat diandalkan. Keuntungan lain dalam penggunaannya adalah proses penargetan dan identifikasi patogen yang spesifik. Reaksi berantai polimerase transkripsi-balik mulai dikembangkan setelah diketahui mampu melakukan identifikasi genomik dan proteomik dari SARS-CoV-2.[2]
Prinsip kerja
Reaksi berantai polimerase transkripsi-balik merupakan pengembangan dari reaksi berantai polimerase. Dalam biologi molekuler, teknik ini digunakan untuk menghasilkan penggandaan untai DNA. Penggandaan diawali dengan transkripsi balik untai RNA menjadi DNA komplemen menggunakan enzim transkriptase balik. Proses penggandaan sama dengan reaksi berantai polimerase pada umumnya. Sepasang primer yang komplemen dengan sekuensing dua untai DNA komplemen digunakan sebagai bahan pengganda. Enzim DNA polimerase kemudian digunakan untuk memperpanjang ukuran primer sehingga akan dihasilkan untai ganda DNA.[3] Reaksi berantai polimerase transkripsi-balik juga digunakan untuk menggandakan jumlah RNA. Proses amplifikasi RNA tidak berbeda jauh dengan amplifikasi pada DNA. RNA target dihancurkan lalu diubah menjadi DNA melalui proses denaturasi yang menggunakan enzim transkriptase balik. Enzim ini mampu melakukan transkripsi RNA menjadi DNA.[4]
Tahapan
Deteksi ekspresi gen pada reaksi berantai polimerase transkripsi-balik terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama isolasi RNA total, kemudian dilanjutkan dengan sintesis DNA komplemen, dan diakhiri dengan amplifikasi daerah transkip gen target. Tahpan-tahapannya secara rinci sebagai berikut:
- Tahap pertama adalah isolasi RNA. Sampel klinis pada tahap ini berasal dari jaringan tubuh, seperti darah, spesimen biopsi jaringan, dan kultur sel atau kultur jaringan. Tujuan isolasi RNA adalah untuk mendapatkan mRNA yang terkandung dalam sel. Isolasi RNA dimulai dengan melisiskan sel dan inti sel, lalu dilanjutkan dengan pemisahan DNA/RNA dan protein dengan metoda presipitasi protein, pemisahan RNA dan DNA dengan enzim DNase dan terakhir melakukan penyimpanan RNA dalam ddH2O bebas enzim nukleasi. Larutan RNA yang diperoleh langsung dianalisis dan dapat pula disimpan dalam jangka waktu lama pada suhu -80°C.
- Tahap kedua adalah sintesis DNA komplemen, yaitu mengubah RNA khususnya mRNA gen target menjadi DNA komplemen. Enzim yang digunakan ialah enzim transkriptase balik dan Oligo (dT) 15 primer . Larutan DNA komplemen yang akan digunakan secepatnya harus disimpan pada suhu 2-8°C bila selama 1-2 jam. Sedangkan suhu -15 °C hingga -25°C diterapkan pada penyimpanan dalam jangka waktu lama.
- Tahap ketiga adalah amplifikasi daerah transkrip gen target. Proses amplifikasi menggunakan primer oligonukleotida yang spesifik. Amplikon DNA komplemen akan dihasilkan jika reaksi berantai polimerase dilakukan dengan metode dua langkah. Kegunaan amplikon ini sebagai ekspresi transkrip gen target yang dapat divisualisasi secara biokimia dengan elektroforesis pada gel agarose. Penerapan klinis dari reaksi berantai polimerase transkripsi-balik ialah visualisasi ekspresi mRNA BRLF1 EBV pada penderita kanker nasofaring.[5]
Perlakuan
Dalam prosedur reaksi berantai polimerase transkripsi-balik, perlu diperhatikan hal-hal berikut:[6]
- Alat-alat yang bebas dari RNAseRNA sangat rentan terhadap RNAse yang menyebar di lingkungan, sehingga sangat dianjurkan menggunakan alat-alat yang bebas dari RNAse, seperti tabung Eppendorf dan tip mikropipet.
- Aluminium dianjurkan sebagai pelapisan pada peralatan laboratorium berbahan gelas. Degradasi RNAse melalui sterilisasi pada suhu >180°C selama 2 jam.
- Reagen dan larutan yang digunakan sebaiknya bebas RNAse. Dapat pula diberi perlakuan dengan dietil pirokarbonat (DEPC) 0,1 % v/v yang telah disterilisasi.
- Tris Hidroklorida tidak boleh diperlakukan dengan Dietil pirokarbonat, karena bersifat sangat reaktif.
- Menggunakan sarung tangan berbahan karet pada saat melakukan isolasi RNA. Tutup tabung eppendorf hanya dilakukan dalam waktu yang singkat.
- Meja laboratorium dibersihkan sebelum bekerja, Bahan pembersihnya berupa larutan natrium hipoklorit, etanol dengan kandungan 70 %, atau 0,1 % Sodium Dodesil Sulfat;
- Penyimpanan RNA dalam waktu yang lama dianjurkan pada suhu -80 °C.
- Isolasi RNA diperlakukan di atas es (suhu 4 °C) selama bekerja.
- Penyimpanan stok isopropanol dalam waktu yang lama dilakukan pada suhu -80 °C.
- Reagen transkriptase balik disimpan pada suhu -20 °C. Pengerjaan di atas es suhu 4 °C diterapkan pada saat melakukan sintesis DNA komplemen
- Penyimpanan DNA dan reagen dalam waktu yang lama dianjurkan pada suhu -80 °C.
- Preparasi untuk membuat campuran reaksi dilakukan di atas es dengan suhu 4 °C.
- Penyimpanan amplikon selama 1-2 hari menerapkan suhu 4 °C. Anjuran yang umum untuk produk reaksi adalah pada suhu -20 °C untuk penyimpanan waktu lama. Tujuannya adalah menghindari degradasi oleh aktivitas 5’-eksonuklease dari enzim Taq polimerase.
Jenis
Reaksi berantai polimerase transkripsi-balik multiprima (RT-PCR multiprima)
RT-PCR multiprima mendeteksi ekspresi mRNA gen laten pada biopsi jaringan tumor, kultur sel dan darah secara sensitif . Secara simultan, teknik ini mendeteksi ekspresi mRNA EBV yaitu EBNA1, EBNA2, LMP1, LMP2A, LMP2B, BZLF1, BARTs, dan U1A snRNP. Dalam deteksi, gen-gen tersebut dianggap sebagai gen rumah tangga untuk kontrol internal kuantitas RNA. Selanjutnya, dilakukan hibridisasi amplikon fragmen DNA komplemen dengan pelacak oligoneukleotida spesifik. Sebelum hibridisasi, masing-masing pelacak dilabeli dengan radioaktif agar meningkatkan spesifitas.[7] Autoradiografi pada film sinar-X menjadi visualisasi amplikon fragmen DNA komplemen yang menunjukkan ekspresi transkrip gen laten. RT-PCR multiprima sensitif dalam mendeteksi mRNA yang mengalami proses pembuangan intron dalam jumlah kecil. Selain itu, teknik ini sesuai pada deteksi yang memerlukan lebih sedikit jumlah sampel klinis. Kualitas kontrolnya juga dapat diandalkan pada biopsi jaringan limfoma dengan jumlah sedikit. Kuantitas RNA perlu diukur terlebih dahulu sebelum sampel dianalisis dengan teknik gel elektroforesis RNA untuk mendeteksi 18S RNA atau 28S RNA. Profil ekspresi transkrip gen laten EBV khususnya pada ekspresi gen laten I, II, dan III pada biopsi jaringan, kultur sel, dan darah sesuai diperiksa dengan teknik ini.[8]
Organisasi genom
Genom ORSV
Reaksi berantai polimerase transkripsi-balik telah digunakan untuk mengetahui organisasi genom Odontoglossum ringspot virus. Genom ini diketahui dengan penggunaan empat pasang primer yaitu POR-RdRpF, POR-RdRpR, POR-CPF dan POR-CPR. Bahan tambahan yang digunakan ialah dua suar molekuler dengan tipe MOR-RdRp dan MORCP.[9]
Deteksi virus
Virus flu burung
Reaksi berantai polimerase transkripsi-balik digunakan sebagai penanda molekuler lanjutan pada sampel virus yang berasal dari unggas. Pengujian ini diterapkan jika virus memiliki kemampuan melakukan aglutinasi SDM. Virus ini umumnya dalam famili Orthomyxoviridae yang menyebabkan influenza atau dalam famili Paramyxoviridae yang menyebabkan penyakit newcastle. Virus-virus tersebut diketahui ada jika hasil uji hemaglutinasi positif.[10] Isolasi RNA virus diterapkan untuk identifikasi subtipe virus flu burung. Primer yang digunakan spesifik terhadap Hahnium dan Natrium serta metode elektroforesis.[11]
Pasangan primer H5-1 dan H5-3 serta CU-N1F dan CU-N1R digunakan sebagai alat identifikasi subtipe H5 dan N1 secara berturut-turut. Sedangkan pasangan primer NDVF dan NDVR digunakan untuk identifikasi lebih lanjut terhadap virus penyakit newcastle. Ketiga pasang primer tersebut menghasilkan produk yang relatif kecil dengan 219 pasangan basa untuk H5, 131 pasangan basa untuk N1 dan 202pasangan basa untuk NDV. Hal ini membuat deteksi lebih sensitif dan spesifik. Setiap isolat diamplifikasi dengan primer H5 dan N1 untuk identifikasi subtipe virus. Primer spesifik untuk NDV menggunakan isolat negatif H5 dan N1, sedangkan isolat yang positif berdasarkan uji hemaglutinasi menggunakan primer non spesifik. Primer lain juga dapat digunakan sesuai dengan pustaka genom virus yang tersedia di GenBank.[12] Amplifikasi gen H5, N1 dan ND serta besaran produk PCR yang diharapkan, memerlukan sekuen basa berikut:[13]
Primer | Sekuen basa | Fragmen gen | Produk (pasangan basa) |
---|---|---|---|
1 | H5-1:
5‟GCC ATT CCA CAA CATACA CCC‟3 H5-3: 5‟CTC CCC TGC TCA TTGCTA TG‟3 |
H5
(basa 915- 1133) |
219 |
2 | CU-N1F:
5‟GTTTGAGTCTGTTGCTTGGTC‟ 3 CU-N1R: 5‟TGATAGTGTCTGTTATTATGCC‟3 |
N1
(basa 479-609) |
131 |
3 | NDVF:
5‟GGTGAGTCTATCCGGARGATACAAG‟3 NDVR: 5‟TCATTGGTTGCRGCAATGCTCT‟3 |
NDV
(basa 4829- 5030) |
202 |
Metode RT-PCR sangat bervariasi tergantung pada primer dan reagen kit yang digunakan. Salah satu cara RT-PCR untuk virus AI adalah menggunakan SuperscriptTM III One-step RTPCR system. Reaksi PCR dibuat sebanyak 50 l dengan komposisi 25 l 2x reaction mix, 2 l primer forward (10 M), 2 l primer reverse (10 M), 2 l Superscript III RT/Platinum Taq Mix, 3 l sampel RNA dan ultrapure H2O sampai volume 50l.[13]
Program RT-PCR adalah reverse transcription 45oC selama 60 menit predenaturasi 95 oC selama 5 menit, 35 siklus terdiri dari denaturasi 95 oC 30 detik, anneling 55 oC 30 detik, ekstensi 72 oC 40 detik, dan post ekstensi 72 oC 10 menit.[14]
Untuk identifikasi subtipe virus, setiap isolat diamplifikasi dengan primer H5 dan N1. Isolat yang positif berdasarkan uji hemaglutinasi, namun hasil PCR negatif H5 dan N1, dilakukan PCR menggunakan primer spesifik untuk NDV (Tabel 3) dengan anneling 48 oC (Creelan et al. 2002). Adanya pita DNA spesifik hasil PCR diidentifikasi dengan elektroforesis pada gel agarose 2%.[15]
Virus imunodefisiensi manusia
Metode reverse transcription – polymerase chain reaction (RT-PCR) dengan hibridisasi menggunakan pelacak DNA spesifik adalah metode deteksi alternatif berdasarkan adanya RNA HIV, dapat mendeteksi adanya virus dalam darah secara langsung baik secara kualitatif (ada atau tidak virus dalam darah) maupun kuantitatif (jumlah virus/jumlah copy RNA dalam darah).[16]
Contoh penggunaan teknik RT-PCR pada sampel uji adalah identifikasi RNA virus untuk pemeriksaan HIV. Langkah yang dilakukan antara lain: RNA diekstraksi dari plasma sampel dan dibiarkan bereaksi dengan enzim reverse transcriptase sehingga mengubah RNA virus menjadi DNA komplemen. Reaksi yang terjadi di dalam PCR kemudian digunakan untuk memperkuat potongan DNA spesifik yang berfungsi yang menyandi gen-gen virus tertentu. Selain itu, manfaat teknik RT-PCR adalah dapat digunakan untuk mengamati ekspresi gen dari produksi RNA gen tertentu yang akan merefleksikan ekspresi gennya sehingga dapat menghidupkan gen tertentu tersebut.[17]
Koronavirus 2019
- Pemeriksaan Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT PCR) dari sampel pernafasan merupakan tes pilihan - Sensitivitas yang bervariasi bergantung pada asal spesimen tersebut diambil (Wang et al. 2020) - Penyebaran virus/tingkat positif dapat bervariasi antara kedua kasus dan selama perjalanan penyakit (Farkas J et al 2020) – Maka suatu tes negatif tunggal tidak mengeksklusi kemungkinan infeksi.[18]
WHO merekomendasikan metode Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) sebagai gold standard diagnosis infeksi SARS-CoV-2 (World Health Organization, 2020b). Metode RT-PCR berfungsi mendeteksi adanya virus dalam tubuh pasien melalui reaksi rantai polimerase dengan primer atau probe yang khusus menargetkan genom SARS-CoV-2, sehingga jumlah DNA komplemen SARS-CoV-2 dalam spesimen pasien dapat dihitung.[19]
Penggunaan lebih dari satu target pada pemeriksaan RT-PCR yang terlihat pada Tabel 1, dapat meningkatkan spesifisitas tes. Sementara RT-PCR multiplex memungkinkan identifikasi virus dalam spesimen dengan viral load yang rendah. Viral load yang rendah dapat terjadi pada orang tanpa gejala, selama tahap awal atau akhir COVID-19, atau dapat disebabkan proses pengumpulan spesimen yang tidak tepat (Leblanc et al., 2020). Selain pemilihan primer dan probe, jenis sampel yang digunakan juga mempengaruhi kemampuan RT-PCR untuk mendeteksi COVID-19. Akibat dari jumlah ekspresi angiotensin-converting enzyme-2 (ACE2) sebagai reseptor masuknya sel SARS-CoV-2 ke dalam tubuh yang lebih banyak diekspresikan di paru-paru dibandingkan saluran pernapasan atas, menyebabkan hasil deteksi di paru-paru lebih akurat namun risiko paparan akibat proses pengumpulan sampelnya pun lebih tinggi (Jahromi, Avazpour, Jahromi, & Alavi, 2020).[20]
Keunggulan yang dimiliki metode RT-PCR adalah kemampuan alatnya yang mampu memeriksa dalam jumlah banyak dalam satu waktu. Namun metode RT-PCR membutuhkan teknisi profesional yang mampu melakukan pemeriksaan RT-PCR dan menganalisis data dengan tepat, serta peralatan khusus karena proses pengerjaannya yang relatif lebih rumit (Bai et al., 2020). Pada metode RT-PCR, kesalahan pengerjaan yang tidak sesuai dengan prosedur dimulai dari pra analitik misalnya identifikasi sampel yang salah, proses pengambilan sampel yang tidak benar, kualitas spesimen yang buruk atau hanya mengandung sangat sedikit sampel, kondisi pengiriman dan penyimpanan sampel yang tidak akurat, kontaminasi sampel, adanya kesalahan pipetting selama persiapan sampel manual atau aliquot, menjadi penyebab kesalahan diagnostik. Pada tahap analitik adanya kontaminasi silang, pengujian di luar jendela diagnostik/fase infeksi, ketidaksesuaian primer dan probe, penggabungan nukleotida yang salah, serta penempelan pada target non spesifik sebagai risiko rekombinasi aktif dan mutasi memungkinkan adanya hasil negatif palsu (Lippi et al., 2020).[20]
Reaksi berantai polimerase transkripsi-balik diterapkan pada pengujian sampel koronavirus.[21] Konfirmasi hasilnya dapat diperoleh melalui sekuensing.[22]
Metode untuk pengujian asam nukleat ini secara umum terbagi menjadi 2 tahapan, yaitu proses transkripsi balik (reverse transcription) dari RNA menjadi DNA komplemen, yang dilanjutkan dengan tahap amplifikasi DNA komplemen dengan metode PCR. Hal yang paling penting dalam metode ini adalah desain primer untuk amplifikasi dan optimasi metodenya. Secara umum, area dari genom SARS-CoV-2 yang menjadi target amplifikasi adalah gen protein E (Envelope), gen protein N (Nucleocapsid) dan gen RdRP (RNA-dependent RNA polymerase gene) yang terdapat pada area open reading frame ORF1ab.[21]
Karakteristik deteksi RNA adalah sebagai berikut:[23]
Deteksi RNA | |
---|---|
Jenis deteksi | Antigen berupa RNA virus |
Jenis sampel | Usap orofaring, usap nasofaring, sputum, cairan BAL |
Batas kemapuan deteksi terendah | 0,5 salinan/μL |
Durasi pengujian sampel | 2–3 jam |
Daya guna alat pengujian | Deteksi sampel dalam jumlah besar |
Standar minimal keahlian petugas | Memerlukan keahlian khusus dengan tingkat keterampilan tinggi |
Kebutuhan peralatan dan ruangan | Memerlukan alat dan ruangan laboratorium khusus. Standar minimalnya yaitu BSL-2 |
Biaya peralatan dan pemeriksaan | Mahal |
Risiko paparan virus ke petugas | Risiko tinggi |
Uji SARS-CoV-2 dilakukan dengan beberapa metode reaksi yang dikembangkan oleh beberapa negara maju. Metode pertama dibuat oleh Center for Disease Control and Prevention (CDC). Metode ini dikembangkan di Amerika Serikat. Gen dalam sekuen N protein dan RdRP ditargetkan menggunakan campuran primer N1 dan N2 serta pasangan primer RP. Primer 2019-nCoV (nCoVPC) digunakan untuk kontrol positif. Applied Biosystems 7500 Fast Dx Real-Time PCR digunakan untuk amplifikasi DNA komplemen. Sedangkan analisis data menggunakan perangkat lunak SDS versi 1.4. Metode kedua dikembangkan oleh Charité Germany di Jerman. Tahapan analisisnya terbagi menjadi tiga. Pertama, tahap skrining menggunakan primer gen E. Tujuannya untuk mendeteksi semua jenis SARS. Tahpa kedua yaitu konfirmasi menggunakan primer gen RdRp dengan dua probes yang berbeda dan dua macam primer. Sedangkan tahap terakhir disebut dengan tahap diskriminasi, karena mengunakan probe yang hanya bisa mendeteksi SARS-CoV-2. Metode ketiga dikembangkan di Institut Pasteur, Paris. Metode ini menargetkan gen RdRp dengan menggunakan primer dan probe. Primer E digunakan sebagai konfirmasi yang mengikuti protokol Charité.[21] Universitas Hong Kong dan BGI Group di Beijing mengembangkan metode Chinese National Institute for Viral Disease Control and Prevention BGI Group. Metode Altona Diagnostics digunkan di Hamburg, Jerman. Singapura membuat metode uji SARS-CoV-2 di Agency for Science, Technology and Research (A*STAR) dan MiRXES. Sedangkan di Berlin, uji SARS-CoV-2 dikembangkan oleh TIB Molbiol.[24]
Referensi
- ^ Susanti 2013, hlm. 48.
- ^ Wardiana 2020, hlm. 23.
- ^ Mahfut 2019, hlm. 32.
- ^ Susilowati 2019, hlm. 234-235.
- ^ Wahyono, dkk. 2017, hlm. 32.
- ^ Wahyono, dkk. 2019, hlm. 33-34.
- ^ Wahyono, dkk. 2017, hlm. 36.
- ^ Wahyono, dkk. 2017, hlm. 36-37.
- ^ Mahfut 2019, hlm. 38.
- ^ Susanti 2013, hlm. 40.
- ^ Susanti 2013, hlm. 46-47.
- ^ Susanti 2013, hlm. 52.
- ^ a b Susanti 2013, hlm. 53.
- ^ Susanti 2013, hlm. 53-54.
- ^ Susanti 2013, hlm. 54.
- ^ Rosilawati, M.L., dan Bela, Budiman (2007). "Teknik reverse transcription – polymerase chain reaction (RT-PCR) dan hibridisasi dot blot dengan pelacak DNA untuk deteksi human immunodeficiency virus (HIV) dalam serum darah". Universa Medicina. 26 (3): 113.
- ^ Susilowati 2019, hlm. 235.
- ^ Setiawan, dkk. (978-623-232631-6). The Journey to Normal: Panduan Adaptasi Kebiasaan Baru Pada Masa Pandemi Covid-19 (PDF). Malang: UIN-MALIKI Press. hlm. 11. ISBN 978-623-232631-6.
- ^ Agustina dan Fajrunni’mah 2020, hlm. 48.
- ^ a b Agustina dan Fajrunni’mah 2020, hlm. 52.
- ^ a b c Wardiana 2020, hlm. 24.
- ^ Wardiana 2020, hlm. 25.
- ^ Agustina dan Fajrunni’mah 2020, hlm. 51.
- ^ Wardiana 2020, hlm. 24-25.
Daftar pustaka
- Agustina, A.S., dan Fajrunni’mah, R. (2020). "Perbandingan Metode RT-PCR dan Tes Rapid Antibodi untuk Deteksi COVID-19". Jurnal Kesehatan Manarang. 6: 47–54. ISSN 2528-5602.
- Mahfut (2019). Mengenal Anggrek Phalaenopsis dan Penyakit Virus Tanaman (PDF). Bandar Lampung: Aura. ISBN 978-623-211-139-4.
- Susanti, R. (2013). Virus Avian Influenza dan Dinamika Molekulernya (PDF). Semarang: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. ISBN 978-602-18553-5-5.
- Susilowati, Rani Priastini (2019). Kajian Sel dan Molekuler: Hubungannya Dengan Penyakit Pada Manusia (PDF). Banyumas: Penerbit CV. Pena Persada. ISBN 978-979-3025-78-0.
- Wahyono, dkk. (2017). Diagnosa Molekuler Epstein-Barr virus: Penatalaksanaan Karsinoma Nasofaring. Banyumas: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Jenderal Soedirman. ISBN 978-602-1643-47-1.
- Wardiana, Andri (2020). "Diagnosis SARS-CoV-2: Peran Sistem Deteksi dan Ragam Metode Uji Dalam Menanggulangi Pandemi COVID-19". BioTrends. 11 (1): 21–29.