Amangkurat II

Susuhunan dari Mataram
Revisi sejak 8 Mei 2021 13.36 oleh AnsyahF (bicara | kontrib) (Merapikan)

Sri Susuhunan Hamengkurat II, juga dieja sebagai Amangkurat II, adalah raja Kesultanan Mataram keenam yang memerintah dari tahun 1677-1703 dan pendiri Keraton Kartasura.[1] Ia merupakan raja yang suka memakai seragam angkatan laut Belanda sehingga Hamengkurat II dijuluki sebagai Sunan Amral. "Amral" merupakan ejaan Jawa untuk admiral (laksamana).[2]

Hamengkurat II
ꦲꦩꦼꦁ​ꦏꦸꦫꦠ꧀​꧇꧒꧇
Susuhunan Ing Alaga Kanjeng Susuhunan Prabu Hamengkurat II
Lukisan Hamengkurat dari akhir abad ke-19 ketika menusuk Trunajaya dengan keris.
Berkuasa16771703
PendahuluAmangkurat I
PenerusAmangkurat III
Kematian1702
WangsaKesultanan Mataram Dinasti Mataram
DinastiMataram
AyahHamengkurat I
IbuRatu Kulon
AgamaIslam

Kehidupan awal

Hamengkurat II adalah putra dari Hamengkurat I (raja Kesultanan Mataram kelima) dan Ratu Kulon dengan nama lahir Raden Mas Rahmat.[3] Setelah ibunya meninggal dunia, ia dibesarkan di Surabaya oleh kakeknya dari pihak ibu, Pangeran Pekik.[4] Semasa menjadi putra mahkota, Mas Rahmat berselisih dengan ayahnya sendiri karena ada berita bahwa jabatan Adipati Anom (putra mahkota) akan digantikan dengan putra Hamengkurat I yang lain, yaitu Pangeran Singasari.[3] Akhirnya pada tahun 1661, Mas Rahmat melakukan pemberontakan, tetapi Hamengkurat I dapat menumpasnya.

Perselisihan ini semakin memburuk di tahun 1668 ketika Mas Rahmat jatuh hati pada Rara Oyi, seorang gadis dari Surabaya yang hendak dijadikan sebagai selir ayahnya. Berkat bantuan kakeknya, ia bisa mengambil Rara Oyi dari ayahnya untuk dinikahkan. Akibatnya, Hamengkurat I murka dan membunuh Pangeran Pekik sekeluarga beserta pengikutnya. Mas Rahmat sendiri diampuni setelah dipaksa membunuh Rara Oyi dengan tangannya sendiri.[3][4]

Pendirian Kartasura

Pada tahun 1680, Hamengkurat II memerintahkan pembersihan hutan di daerah Wanakarta (berjarak sekitar 10 kilometer di selatan Surakarta)[5] untuk dibangun sebuah keraton baru. Keraton ini kemudian diberi nama Kartasura.[6] Pangeran Puger yang semula menetap di Kajenar pindah ke Plered setelah kota itu ditinggalkan oleh Trunajaya. Ia menolak bergabung dengan Hamengkurat II karena mendengar berita bahwa Hamengkurat II bukanlah Mas Rahmat (kakaknya), melainkan anak Cornelis Speelman yang menyamar sebagai Mas Rahmat. Berita simpang siur tersebut akhirnya menyebabkan kericuhan.

Perang antara Keraton Plered dengan Kartasura meletus pada bulan November 1680. Babad Tanah Jawi menyebutnya sebagai perang antara Mataram melawan Kartasura. Akhirnya setahun kemudian, yaitu 28 November 1681 Pangeran Puger menyerah kalah. Babad Tanah Jawi menyebut Mataram runtuh tahun 1677, sedangkan Kartasura adalah kerajaan baru sebagai penerus dari kerajaan Mataram. yang memberikan legitimasi pengasahan kekuasaan Hamengkurat ke II adalah Panembahan Natapraja dari Adilangu yang dianggap sebagai sesepuh Mataram.

Sikap terhadap VOC

 
Lukisan dari abad ke-18 yang menggambarkan kematian François Tack.

Hamengkurat II dikisahkan sebagai raja berhati lemah yang mudah dipengaruhi. Pangeran Puger adiknya, jauh lebih berperan dalam pemerintahan. Hamengkurat II naik takhta atas bantuan VOC dengan hutang atas biaya perang sebesar 2,5 juta gulden. Tokoh anti VOC bernama Patih Nerangkusuma berhasil menghasutnya agar lepas dari jeratan hutang tersebut.

Pada tahun 1683 terjadi pemberontakan Wanakusuma, seorang keturunan Kajoran. Pemberontakan yang berpusat di Gunung Kidul ini berhasil dipadamkan.

Pada tahun 1685 Hamengkurat II menampung buronan VOC bernama Untung Suropati yang tinggal di rumah Patih Nerangkusuma. Untung Suropati diberinya tempat tinggal di desa Babirong untuk menyusun kekuatan.

Bulan Februari 1686 Kapten François Tack tiba di Kartasura untuk menangkap Untung Suropati. Hamengkurat II pura-pura membantu VOC. Pertempuran terjadi. Pasukan Untung Suropati menumpas habis pasukan Kapten Tack. Sang kapten sendiri mati dibunuh oleh pasukan Untung Suropati

Hamengkurat II kemudian merestui Untung Suropati dan Nerangkusuma untuk merebut Pasuruan. Anggajaya bupati Pasuruan yang semula diangkat Hamengkurat II terpaksa menjadi korban. Ia melarikan diri ke Surabaya bergabung dengan adiknya yang bernama Anggawangsa alias Adipati Jangrana.

Kehidupan pribadi

Hamengkurat II dikabarkan memiliki banyak istri, tetapi hanya memiliki satu putra, yaitu Raden Mas Sutikna. Menurut Babad Tanah Jawi, ibunya mengguna-guna semua istrinya yang lain sehingga mandul.[7]

Kehidupan selanjutnya

Sikap Hamengkurat II yang mendua akhirnya terbongkar oleh VOC. Pihak VOC menemukan surat-surat Hamengkurat II kepada Cirebon, Johor, Palembang, dan Inggris yang isinya ajakan untuk memerangi VOC. Hamengkurat II juga mendukung pemberontakan Kapitan Jonker tahun 1689.

Pihak VOC menekan Kartasura untuk segera melunasi biaya perang Trunajaya sebesar 2,5 juta gulden. Hamengkurat II sendiri berusaha memperbaiki hubungan dengan pura-pura menyerang Untung Suropati di Pasuruan.

Hamengkurat II akhirnya meninggal dunia tahun 1703. Sepeninggalnya, terjadi perebutan takhta Kartasura antara putranya, yaitu Hamengkurat III melawan adiknya, yaitu Pangeran Puger.

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ Ricklefs 1998, hlm. XXII.
  2. ^ Pemberton 1994, hlm. 58.
  3. ^ a b c BPCB Jateng (2014-06-19). "Komplek Makam Tegal Arum Kabupaten Tegal". Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah. Diakses tanggal 2021-04-11. 
  4. ^ a b Matanasi, Petrik. "Permusuhan Raja Jawa dengan Anaknya Sendiri". Tirto.id. Diakses tanggal 2021-04-11. 
  5. ^ Galbraith, Francis J. (1949). Preliminary Observations for a Study of Javanese Culture. Department of State, Foreign Service Institute. 
  6. ^ Ricklefs 1998, hlm. 79.
  7. ^ "Amangkurat II". Situs Web Kepustakaan Keraton Nusantara. Diakses tanggal 2021-04-11. 

Daftar pustaka

Gelar kebangsawanan
Didahului oleh:
Amangkurat I
Sunan Kartasura
1677—1703
Diteruskan oleh:
Amangkurat III