Pasukan Bela Diri Jepang
Pasukan Bela Diri Jepang (Jepang: 自衛隊 , Jieitai, Inggris:Japan Self-Defense Force, disingkat JSDF) adalah angkatan bersenjata di Jepang yang didirikan setelah berakhirnya pendudukan Jepang oleh Amerika Serikat pasca Perang Dunia II. Meskipun pada sebagian besar periode pasca perang pasukan ini beroperasi terbatas pada pulau-pulau di Jepang dan tidak diizinkan beroperasi di luar negeri, tetapi dalam beberapa tahun terakhir ia telah terlibat dalam operasi pasukan pemelihara perdamaian internasional.[5] Ketegangan baru-baru ini, khususnya dengan Korea Utara,[6] telah menyulut kembali perdebatan tentang status Pasukan Bela Diri Jepang dan hubungannya dengan masyarakat.[7]
Latar belakang
Di penghujung Perang Dunia II, Kekaisaran Jepang yang telah diluluhlantakkan baik secara militer dan ekonomi, menyerah secara tak bersyarat kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945 dengan upacara resminya yang dilakukan pada 2 September 1945. Penyerahan ini diikuti dengan pendudukan Jepang dan wilayah jajahannya oleh pasukan Sekutu. Jepang diokupasi oleh pasukan Sekutu Barat yang dipimpin Amerika Serikat dengan Jenderal Douglas MacArthur sebagai Supreme Commander for the Allied Powers (SCAP) yang didukung Persemakmuran Inggris melalui British Commonwealth Occupation Force (BCOF).
Setelah penyerahan Jepang pada 1945, Rikugun/AD dari Kekaisaran Jepang dan Kaigun/AL dari Kekaisaran Jepang dibubarkan. Pembubaran ini dilaksanakan bersamaan dengan pengesahan konstitusi Jepang yang baru pada 1947, dengan adanya Artikel 9 Konstitusi Jepang yang melarang pembentukan suatu satuan militer Jepang untuk menghindari agresi terhadap negara lain. Secara praktek, hal ini hanya akan dijalankan selama 3 tahun, sebab pada 1950, situasi politik dunia telah berubah kembali.
Kejadian "panas" pertama dalam Perang Dingin merupakan Perang Korea, sebuah konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan yang masing-masing didukung Republik Rakyat Tiongkok dan koalisi pasukan PBB yang dipimpin Amerika Serikat. Setelah Korea Utara menginvasi Korea Selatan dan merangsek dengan cepat ke selatan, pasukan pendudukan Amerika Serikat di Jepang ditarik mundur lalu dikirim ke Korea untuk mendukung pasukan Korea Selatan yang diambang kekalahan. Keputusan itu secara praktis membuat Jepang tak memiliki pertahanan.
Oleh sebab itu, pada Juli 1950, Jenderal MacArthur melalui surat kepada Perdana Menteri Jepang Shigeru Yoshida, memperbolehkan pendirian suatu National Police Reserve/NPR dengan personel sebanyak 75.000 orang dengan persenjataan ringan. Selanjutnya, pada pertengahan 1952, sebuah National Safety Agency/NSA dibentuk. NPR dan NSA ini dikembangkan lebih lanjut menjadi National Safety Force/NSF dengan kekuatan sebesar 110.000 personel. Sebuah Coastal Safety Force/CSF juga dibentuk pada 1950, dan ketika NSF dibentuk, CSF pun bergabung ke dalam institusi NSF.
Pada Juli 1954, akhirnya Japanese Self-Defense Forces(JSDF) atau yang disebut Pasukan Bela-Diri Jepang didirikan, dengan tiga cabang, yakni GSDF atau Ground Self-Defense Forces yang berfungsi sebagai angkatan darat, MSDF atau Maritime Self-Defense Forces sebagai angkatan laut dan ASDF atau Air Self-Defense Forces sebagai angkatan udara.
Personel and organisasi
Pasukan Bela Diri Jepang memiliki 239.430 orang personel (data tahun 2005), yang terdiri dari 147.737 orang pada Angkatan Darat Bela Diri Jepang, 44.327 orang pada Angkatan Laut Bela Diri Jepang, 45.517 orang pada Angkatan Udara Bela Diri Jepang, dan 1.849 orang pada Kantor Komando Gabungan. Pasukan cadangannya berjumlah 57.899 orang.[8]
Sistem militer Jepang memiliki bentuk unik. Semua personel Pasukan Bela Diri Jepang secara teknis adalah warga sipil. Mereka yang berseragam diklasifikasi sebagai PNS khusus, dan tunduk kepada para PNS biasa yang bekerja di Departemen Pertahanan (Jepang). Tidak ada rahasia militer, hukum militer, atau pelanggaran militer yang dianggap dapat dilakukan oleh seorang personel militer; baik di dalam atau di luar pangkalan militer, ketika bertugas atau di luar tugas, mengenai masalah militer atau non-militer. Semua hal tersebut diputuskan dalam prosedur normal oleh pengadilan sipil, dalam yurisdiksi yang sesuai.
Rantai komando
Operasional
- Perdana Menteri Jepang
- Menteri Pertahanan
- Wakil Senior Menteri Pertahanan
- Kepala Staff dari Kantor Komando Gabungan
- Wakil Senior Menteri Pertahanan
- Menteri Pertahanan
Administratif
- Menteri Pertahanan
- Wakil Senior Menteri Pertahanan
- Kepala Staff Angkatan
- Wakil Senior Menteri Pertahanan
Angkatan militer
- Angkatan Darat Bela Diri Jepang (Angkatan Darat)
- Angkatan Laut Bela Diri Jepang (Angkatan Laut)
- Angkatan Udara Bela Diri Jepang (Angkatan Udara)
Unit militer
- Lima divisi darat,
- Lima distrik maritim, dan
- Tiga pasukan pertahanan udara.
Kebijakan Pertahanan
Dewan Keamanan Nasional
Pada 4 Desember 2013, Dewan Keamanan Nasional dibentuk, dengan tujuan untuk membangun sebuah forum yang akan melakukan diskusi strategis dibawah Perdana Menteri secara teratur dan bila diperlukan dalam berbagai masalah keamanan dan melatih kepemimpinan politik yang kuat.
Strategi Keamanan Nasional
Pada 13 Desember 2013, Strategi Keamanan Nasional diadopsi oleh keputusan Kabinet. NSS menetapkan orientasi dasar diplomasi dan kebijakan pertahanan yang berhubungan dengan keamanan nasional. NSS mempresentasikan isi dari kebijakan "Kontribusi Proaktif untuk Perdamaian" dengan cara konkret dan mempromosikan pemahaman yang lebih baik tentang kebijakan keamanan nasional Jepang.[9]
Anggaran
Pada tahun 1976, Perdana Menteri terdahulu Miki Takeo mengumumkan pembelanjaan pertahanan harus dijaga dibawah 1% dari produk domestik bruto (PDB) Jepang.[10] Batas yang terus diamati hingga 1986.[11] Pada tahun 2005, anggaran militer Jepang dijaga di sekitar 3% anggaran nasional; sekitar setengahnya dihabiskan untuk biaya personil, dan sisanya untuk program pengembangan senjata, pemeliharaan dan biaya operasional.[12] Pada tahun 2014, Jepang berada di 10 besar daftar anggaran pertahanan terbesar di dunia berdasarkan pengeluaran, dengan pengeluaran sekitar satu persen dari PDB.[13]
Lihat pula
Referensi
- ^ a b International Institute for Strategic Studies: The Military Balance 2015, p.257
- ^ "TRENDS IN WORLD MILITARY EXPENDITURE, 2016" (PDF). Stockholm International Peace Research Institute. Diakses tanggal 9 September 2017.
- ^ "Procurement equipment and services". Equipment Procurement and Construction Office Ministry of Defense. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-01-14.
- ^ "Archived copy" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2008-08-13. Diakses tanggal 2008-08-11.
- ^ "Japan - Pendahuluan". Globalsecurity.org. Diakses tanggal 2006-03-05.
- ^ "Jepang melepaskan tembakan kepada kapal 'pengganggu'". BBC. 2001-12-22.
- ^ "Jepang Mempertimbangkan Pembaharuan Konstitusi". VOA News. 2006-02-15. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-03-04. Diakses tanggal 2009-11-11.
- ^ "Personnel of JSDF". Japan Defense Agency. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-05-02. Diakses tanggal 2006-04-23.
- ^ "Japan's Security Policy". Ministry of Foreign Affairs of Japan.
- ^ Entrenching the Yoshida Defense Doctrine: Three Techniques for Institutionalization, International Organization 51:3 (Summer 1997), 389-412.
- ^ "Japan Drops Its Symbolic Ceiling On Defense Spending". Articles.philly.com. 1990-02-18. Diakses tanggal 2014-08-03.
- ^ "The Front Line". Forbes. 2005.
- ^ "Military expenditure (% of GDP)". The World Bank Group. Diakses tanggal 2015-09-19.
Bacaan lanjutan
- Maeda, Tetsuo, David J. Kenney (ed. and intro.), and Steven Karpa (trans.). The Hidden Army: The Untold Story of Japan’s Military Forces. Chicago: edition q, 1995. ISBN 1-883695-01-5.
- Hughes, Christopher W. (3 October 2017). Japan's Remilitarisation. Taylor & Francis. ISBN 978-1-351-22584-7.