Dinasti Ming Selatan

Revisi sejak 30 Juni 2021 13.39 oleh 36.65.250.115 (bicara) (top)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Dinasti Ming Selatan (Tionghoa: 南明; pinyin: Nán Míng) merujuk kepada rejim kelompok yang setia kepada Dinasti Ming yang berdomisili di wilayah Tiongkok selatan dari tahun 1644 sampai 1664 setelah jatuhnya Dinasti Ming dan dikuasainya kota Beijing oleh pemberontak Li Zicheng, dan kemudian oleh bangsa Manchu, Dinasti Qing.

Dinasti Ming Selatan

南明
1644–1664
StatusKekaisaran
Ibu kotaNanjing
Bahasa yang umum digunakanMandarin
Agama
Buddhisme, Taoisme, Konfusianisme, Kepercayaan tradisional Tiongkok
PemerintahanMonarki
Kaisar 
• 1644-1645
Kaisar Hongguang (Kaisar pertama)
• 1646-1664
Kaisar Dingwu (Kaisar terakhir)
Sejarah 
• Didirikan di Nanjing
19 Juni 1644
• Kematian Kaisar Dingwu
6 Juni 1664
Mata uangKoin, uang kertas
Didahului oleh
Digantikan oleh
dnsDinasti
Ming
dnsDinasti
Qing
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Pada tanggal 24 April 1644, pasukan pemberontak Li Zicheng memproklamasikan berdirinya Dinasti Shun, setelah menerobos dinding kota Beijing. Kaisar Chongzhen bunuh diri pada hari berikutnya untuk menghindari penghinaan oleh para pemberontak. Sisa - sisa keluarga kerajaan Ming dan para pejabat mencari perlindungan di bagian Tiongkok selatan dan bergabung kembali di sekitar kota Nanjing, bekas ibu kota Ming, sebelah selatan dari Sungai Yangtze. Alhasil, muncul empat kelompok kekuatan, diantaranya:

  • Dinasti Shun, yang dipimpin oleh Li Zicheng berpusat pada bagian utara Sungai Huai.
  • Zhang Xianzhong membentuk rezim barat (Chinese: 大西) menguasai provinsi Sichuan.
  • Bangsa Manchu, Dinasti Qing yang telah menguasai bagian timur laut di luar Shanhaiguan dan juga sebagian besar suku - suku Mongol.
  • Sisa - sisa kekuatan Dinasti Ming yang bisa bertahan di sebelah selatan Sungai Huai.

Kronologi Sejarah

sunting

Awal Berdiri

sunting

Berita tentang bunuh diri Kaisar Chongzhen membuat kepanikan massal ketika sampai di kota Nanjing pada pertengahan Mei 1644. Pejabat tertinggi di Nanjing segera mengadakan rapat darurat untuk mendiskusikan bagaimana menghadapi krisis. Karena pewaris tahta kerajaan belum jelas diketahui pada waktu itu, para pejabat berpendapat bahwa terlalu awal untuk menentukan Kaisar baru. Akan tetapi sebagian besar pejabat berpendapat bahwa seorang figur dari keluarga kerajaan sangat diperlukan untuk menyatukan simpatisan Ming di daerah selatan. Pada awal Juni 1644, pengadilan memutuskan pengambil alihan pemerintahan akan diberikan kepada Zhu Yousong, Pangeran Fu yang merupakan pewaris berikutnya setelah kematian putera Kaisar Chongzhen. Ketika Pangeran Fu tiba di sekitar Nanjing dari Henan, dia mendapatkan dukungan militer dan politik dari Ma Shiying (馬士英)dan Shi Kefa. Pada tanggal 5 Juni, Pangeran Fu memasuki kota Nanjing, hari berikutnya dia menerima gelar "Pelindung Negara" (監國) dan pada tanggal 7 Juni dia pindah ke istana kerajaan, di mana dia menerima lencana dan tanda penguasa yang baru.

Mendapat dukungan dari beberapa pejabat kerajaan, Pangeran Fu mulai berpikir untuk menjadi seorang Kaisar. Karena takut akan berhadapan dengan Ma Shiying dan pendukung lain Pangeran, Shi Kefa meyakinkan para anggota kerajaan lainnya untuk menerima pentakhtaan itu. Pangeran Fu secara resmi bertahta sebagai Kaisar pada tanggal 19 Juni 1644 dibawah perlindungan Ma Shiying, yang telah hadir di Nanjing dua hari lebih awal dengan armada perang yang besar. Akhirnya diputuskanlah tahun kamariah berikutnya akan menjadi tahun pertama era Kaisar Hongguang (弘光)

Era Hongguang hanya berlangsung singkat, lebih kurang satu tahun lamanya. "Sejarah Ming" yang ditulis pada abad ke-18 pada masa Dinasti Qing menyalahkan Ma Shiying tidak memiliki wawasan luas, haus kekuasaan dan kekayaan serta haus akan balas dendam pribadinya yang menyebabkan jatuhnya pemerintahan Hongguang. Perjuangan Hongguang dilanjutkan oleh Pangeran lain dari keluarga kerajaan.

Koxinga

sunting
 
Patung Koxinga

Zheng Chenggong, yang lebih dikenal dengan nama Koxinga, dianugerahi gelar Wei Yuan Hou (威远候), Zhang Guo Gong (漳国公), dan Yan Ping Wang (延平王) oleh Kaisar Yongli, salah satu Kaisar Dinasti Ming Selatan.

Pada tahun ke-11 pemerintahan Yongli, berbagai komandan militer anti-Qing berkumpul di Fujian untuk mendiskusikan target ekspedisi militer ke wilayah utara. Koxinga memilih kota Nanjing, yang dulunya menjadi pilihan Kaisar Hongwu untuk dijadikan ibu kota negara, dengan anggapan bahwa populasi anti-Qing terbanyak berada disana. Pada bulan kelima, tahun ke-12 pemerintahan Yongli, Koxinga memimpin 100,000 pasukan dan 290 kapal perang untuk menyerang Nanjing, menyisakan pasukan kecil untuk menjaga markasnya, kota Xiamen.

Pasukan militer Koxinga melalui Zhejiang, Pinyang, Ruian, Wenzhou dan Zhousan, berkolaborasi dengan komandan militer lainnya yaitu Zhang Huanyan. Pada hari kesembilan, bulan kedelapan ekspedisi Koxinga, dekat Pulau Yangsan, sebuah angin topan membawa kerugian besar bagi armada perang, menyebabkan kematian 8,000 pasukan militer dan tenggelamnya 40 kapal perang, serta kerusakan pada kapal perang lainnya. Koxinga memerintahkan untuk menunda perjalanan dan memperbaiki kapal perang, mempersiapkan kembali pasukan dan menunggu waktu yang tepat untuk menyerang.

Gubernur Qing, memerintahkan peningkatan kekuatan pertahanan di sekeliling Pulau Chongmin, Gunung Fu, Quanzhou dan Zhengjiang dengan menempatkan rantai besi yang panjang di sepanjang sungai, dan membangun rakit kayu dilengkapi dengan pasukan dan meriam. Koxinga memotong rantai besi dengan kapak dan membakar rakit kayu musuh. Ketika pasukan Koxinga bergabung dengan Zhang Huanyan di Sungai Yangtze, pertahanan pasukan Qing melemah dan akhirnya Koxinga dengan cepat sampai di Nanjing.

Sayangnya Koxinga terperangkap oleh jebakan dan kepungan Pasukan Qing, beberapa Jenderal bawahan Koxinga gugur dalam pertempuran. Setelah menderita kekalahan yang memalukan di Nanjing, Koxinga memutuskan untuk mundur dan kembali ke Xiamen. Sejarawan Tiongkok menyimpulkan pertempuran Nanjing merupakan momen terpenting dalam kehidupan Koxinga, di mana menjadi pukulan terbesar bagi gerakan anti-Qing olehnya.

Jatuhnya Dinasti

sunting

Faktor utama kehancuran Dinasti Ming Selatan adalah tidak kompaknya para pangeran keluarga kerajaan yang haus kekuasaan dan mementingkan diri sendiri. Walaupun tujuannya adalah sama, yaitu memulihkan kembali Dinasti Ming. Para pangeran yang berjuang untuk memulihkan Dinasti Ming diantaranya adalah Pangeran Fu, Pangeran Tang, Pangeran Luh, Pangeran Lu, Pangeran Tang yang lain, Pangeran Huai, Pangeran Gui dan Pangeran Han. Kaisar - kaisar Dinasti Ming Selatan berkuasa dalam waktu yang relatif singkat, jatuhnya Dinasti ditandai dengan wafatnya Kaisar terakhir Ming Selatan, yaitu Kaisar Dingwu pada masa pemerintahan Kaisar Kangxi, kaisar ketiga Dinasti Qing.

Sisa - sisa simpatisan Ming tetap melanjutkan perjuangan sampai jatuhnya Dinasti Qing pada tahun 1912, salah satu yang terkenal adalah "Perhimpunan Surga dan Bumi" yang dibentuk pada tahun 1654. Pada akhirnya perhimpunan ini berkembang menjadi sebuah organisasi kriminal pada masa sekarang ini yang terkenal dengan sebutan Triad.

Referensi

sunting
  • Kennedy, George A. (1943). "Chu Yu-song." In Eminent Chinese of the Ch'ing Period, ed. by Arthur W. Hummel, pp. 195–96. Washington: United States Government Printing Office.
  • Lin Renchuan 林仁川 (1987). Private Ocean Trade in the Late Ming and Early Qing Dynasties (in Chinese: Mingmo Qingchu siren haishang maoyi 明末清初私人海上贸易). Shanghai: East-China Normal University Press (华东师范大学出版社). ISBN 11135.24 / F552.9.
  • Struve, Lynn (1988). "The Southern Ming." In Cambridge History of China, Volume 7, The Ming Dynasty, 1368-1644 - Part 1, ed. by Frederic W. Mote, Denis Twitchett, and John King Fairbank, pp. 641–725. Cambridge: Cambridge University Press.
  • Wakeman, Frederic, Jr. (1985). The Great Enterprise: The Manchu Reconstruction of Imperial Order in Seventeenth-Century China. 2 vols. Berkeley, Los Angeles, and London: University of California Press.