Hamzah al-Fansuri

seorang ulama, filsuf, dan penyair Sufi dari Aceh, Indonesia, yang hidup pada abad ke-16
Revisi sejak 2 Juli 2021 04.26 oleh HsfBot (bicara | kontrib) (+{{Authority control}}, clean up)

Hamzah al-Fansuri atau dikenal juga sebagai Hamzah Fansuri adalah seorang ulama sufi dan sastrawan yang hidup pada abad ke-16.[butuh rujukan] Ia 'berasal dari Barus' (sekarang berada di provinsi Sumatra Utara) ada pula sarjana yang berpendapat ia lahir di Ayutthaya, ibu kota lama kerajaan Siam.[1] Nama 'al-Fansuri' sendiri berasal dari arabisasi kata Pancur, sebuah kota kecil di pesisir Barat Tapanuli Tengah dekat kota bersejarah Barus.[butuh rujukan] Dalam zaman Kerajaan Aceh Darussalam, kampung Fansur itu terkenal sebagai pusat pendidikan Islam di bagian Aceh Selatan.[2]

Hamzah
Jalan setapak menuju makam Hamzah Fansuri di Ujong Pancu, Peukan Bada, Aceh Besar
NamaHamzah
Nisbahal-Fansuri

Hamzah al-Fansuri lama berdiam di Aceh.[butuh rujukan] Ia terkenal sebagai penganut aliran wahdatul wujud.[butuh rujukan] Dalam sastra Melayu ia dikenal sebagai pencipta genre syair.[butuh rujukan] A. Teeuw menyebutnya sebagai Sang Pemula Puisi Indonesia.[3]

Penyair dan ahli tasawuf Aceh abad ke 17 tersebut, mendapat anugerah Bintang Budaya Parama Dharma, yang diserahkan Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono dalam acara penganugerahan Bintang Maha Putera, dan Tanda Jasa di Istana Negara pada hari selasa, tanggal 12 Agustus 2013.[2]

Karya-karyanya

Puisi

Syair Hamzah Fansuri terdiri atas 13-21 bait. Setiap bait terdiri atas empat baris, yang berima a-a-a-a. Pada umumnya jumlah kata tiap baris ada empat, meskipun terdapat pengecualian. Syair Hamzah al-Fansuri banyak terpengaruh puisi-puisi Arab dan Persia (seperti rubaiyat karya Umar Khayyam), namun terdapat perbedaan. Rima rubaiyat adalah a-a-b-a, sedangkan Hamzah al-Fansuri memakai a-a-a-a.[3]

Dari segi tema setiap syair yang dikarang Hamzah al-Fansuri membahas salah satu aspek tasawuf yang dianut oleh sang penyair itu.[3]

A Teeuw menyebutkan bahwa Hamzah Fansuri memperkenalkan individualitas, hal yang sebelumnya tidak dikenal dalam sastra Melayu lama. Dia juga memperkenalkan bentuk puisi baru untuk mengekspresikan diri. Inovasi lain adalah pemakaian bahasa yang kreatif. Hamzah Fansuri tidak segan-segan meminjam kata-kata dari bahasa Arab dan Persia dalam puisinya.[3]

Daftar Syair

Prosa

  • Asrar al-Arifin
  • Sharab al-Asyikin
  • Kitab Al-Muntahi / Zinat al-Muwahidin

Catatan akhir

  1. ^ Marcinkowski, Muhammad Ismail (2005). From Isfahan to Ayutthaya: Contacts Between Iran and Siam in the 17th Century. Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd. hlm. 49–53. 
  2. ^ a b Yudono, Jodhi (2017-05-23). "Hamzah Fansuri, Jasadnya Satu...Makamnya di Mana-mana". KOMPAS.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-05-23. Diakses tanggal 2018-06-27. 
  3. ^ a b c d Teeuw, A. (1994). "Hamzah Fansuri, Sang Pemula Puisi Indonesia". Indonesia antara Kelisanan dan Keberaksaraan. Jakarta: Pustaka Jaya. 

Daftar pustaka

  • Marcinkowski, Muhammad Ismail (2005). From Isfahan to Ayutthaya: Contacts Between Iran and Siam in the 17th Century. Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd. hlm. 49–53. 
  • Teeuw, A. (1994). "Hamzah Fansuri, Sang Pemula Puisi Indonesia". Indonesia antara Kelisanan dan Keberaksaraan. Jakarta: Pustaka Jaya. 
  • Yudono, Jodhi (2017-05-23). "Hamzah Fansuri, Jasadnya Satu...Makamnya di Mana-mana". KOMPAS.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-05-23. Diakses tanggal 2018-06-27. 

Pranala luar