Bahasa Palembang
{{Infobox Bahasa |name = Bahasa Melayu Palembang بهاس ملايو ڤاليمبڠ |states=Indonesia |region=Sumatra Selatan, timur laut Lampung, sebagian kecil di Jambi dan Bengkulu |speakers=3.105.000 |date=2000 |ref=e18 |familycolor=Austronesia |fam2=Malayo-Polinesia |fam3=[[Bahasa Melayo-Polinesia Inti|Malayo-Polinesia Inti |fam4=Malayik |fam4=Melayu |iso3=mui}} Bahasa Melayu Palembang (Abjad Jawi:بهاس ملايو ڤاليمبڠ) adalah sebuah bahasa atau kelompok dialek yang dipertuturkan oleh masyarakat di sebagian wilayah Sumatra Selatan dengan penutur asli berjumlah sekitar 3,1 juta orang. Sebagai bagian dari rumpun bahasa Melayu, bahasa ini berhubungan dekat dengan bahasa Jambi, bahasa Minangkabau, bahasa Banjar, serta bahasa Indonesia. Di antara beragam bahasa yang dipertuturkan di Sumatra Selatan, bahasa Melayu Palembang (dialek kota) juga berfungsi sebagai bahasa pemersatu atau lingua franca.[1] Bahasa Melayu Palembang merupakan bahasa aglutinatif seperti banyak bahasa Austronesia yang lain.
Sejarah
Sebagaimana bahasa-bahasa Melayu lainnya, bahasa Melayu Palembang merupakan keturunan dari bahasa Proto-Malayik yang diperkirakan berasal dari Kalimantan bagian barat. Menurut Adelaar (2004), perkembangan Melayu sebagai etnis tersendiri mungkin saja dipengaruhi oleh persentuhan dengan budaya India, setelah migrasi penutur Proto-Malayik ke Sumatra bagian selatan. Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Palembang pada abad ke-7 merupakan salah satu wujud terawal negara bangsa Melayu, jika bukan yang pertama.[2] Prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan di Palembang merupakan bukti tertulis pertama dari rumpun bahasa Malayik yang dipertuturkan di daerah tersebut. Meski begitu, ahli bahasa masih memperdebatkan apakah benar ragam bahasa yang digunakan di prasasti tersebut merupakan leluhur langsung dari bahasa-bahasa Melayu (termasuk Palembang) modern.[3]
Selain dari prasasti-prasasti kuno, sangat sedikit sumber tertulis lainnya yang bisa jadi acuan untuk perkembangan bahasa Palembang. Satu sumber tertulis adalah Kitab Undang-Undang Simbur Cahaya, yang penyusunannya dianggap dilakukan oleh Ratu Sinuhun, istri dari penguasa Palembang Pangeran Sido ing Kenayan pada sekitar abad ke-17. Kitab ini ditulis dalam bahasa Melayu Klasik dengan sedikit pengaruh bahasa Jawa, mengingat keluarga bangsawan Palembang berasal dari Jawa.[4] Pengaruh Jawa di Palembang dimulai setidaknya sejak abad ke-14.
William Marsden mencatat dua ragam bahasa berbeda yang digunakan di Palembang pada abad ke-18. Bahasa di keraton adalah dialek Jawa halus dengan campuran kosakata asing, sementara bahasa sehari-hari penduduk Palembang adalah dialek Melayu, dengan ciri utama pengucapan vokal 'a' yang diganti menjadi 'o' di posisi akhir kata.[5]
Menurut McDonnell (2016), bahasa Melayu Palembang adalah sebuah koine (bahasa umum) yang lahir di Palembang dan wilayah sekitarnya karena kontak antaretnis dengan penduduk asli yang bersukubangsa Melayu.[6]
Dialek
Anderbeck & McDowell mengelompokkan ragam-ragam bahasa Melayu Palembang dan Musi kedalam dua kluster utama, yaitu 1) Melayu Palembang - Dataran Rendah dan 2) Hulu Musi. Pembagiannya adalah sebagai berikut:[7]
- Melayu Palembang - Dataran Rendah
- Melayu Palembang dan Pesisir
- Melayu Palembang Kota
- Melayu Pesisir (Banyuasin dan OKI)
- Dataran Rendah
- Penesak
- Lematang Ilir
- Belide
- Melayu Palembang dan Pesisir
- Hulu Musi
- Musi
- Pegagan
- Col
- Rawas
Fonologi
Dunggio (1981) mendata 26 fonem dalam bahasa Melayu Palembang, dengan rincian 20 bunyi konsonan dan 6 bunyi vokal. Namun studi lanjutan dari Aliana (1987) menyatakan bahwa hanya ada 25 fonem dalam bahasa Melayu Palembang,termasuk bunyi huruf z dan gh ini.[8][9]
Vokal
depan | tengah | belakang | |
---|---|---|---|
tinggi | i | u | |
medial | e | ə | o |
rendah | a |
Konsonan
bilabial | alveolar | postalv./palatal | velar | glottal | ||
---|---|---|---|---|---|---|
sengau | m | n | ɲ | ŋ | ||
letup/gesek | nirsuara | p f | t | t͡ʃ | k | ʔ |
bersuara | b | d | d͡ʒ | g | ||
desis | nirsuara | s | h | |||
bersuara | z | ɣ r | ||||
hampiran | semivokal | w | v | j | ||
lateral | l |
Bahasa Melayu Palembang belum memiliki ejaan baku. Sistem ejaan yang dipakai di sini mengacu pada ejaan modifikasi EYD yang digunakan oleh Aliana (1987) dan Yasiroh (2013). Seluruh fonem di atas ditulis mengikut simbolnya, kecuali beberapa fonem berikut:[10]
- /e/ ditulis ⟨é⟩
- /ə/ ditulis ⟨e⟩
- /ɲ/ ditulis ⟨ny⟩ sebelum bunyi vokal, ⟨n⟩ sebelum ⟨c⟩ dan ⟨j⟩
- /ŋ/ ditulis ⟨ng⟩
- /ʔ/ ditulis ⟨q⟩
- /t͡ʃ/ ditulis ⟨c⟩
- /d͡ʒ/ ditulis ⟨j⟩
- /j/ ditulis ⟨y⟩
- /ɣ/ ditulis ⟨gh⟩
Sosiolinguistik
Tingkatan
Bahasa Melayu Palembang mempunyai dua tingkatan, yaitu Baso Pelembang Alus atau bebaso dan Baso Pelembang Sari-sari (bahasa sehari-hari). Baso Pelembang Alus dipergunakan dalam percakapan dengan pemuka masyarakat, orang-orang tua, atau orang-orang yang dihormati, terutama dalam upacara adat. Bahasa ini mempunyai kemiripan dengan bahasa Jawa karena adanya hubungan Kerajaan Sriwijaya dan Kesultanan Palembang Darussalam dengan kerajaan di Pulau Jawa yaitu kerajaan/kesultanan Mataram, bahkan Mataram juga pernah/sempat menguasai wilayah Palembang jadi sedikit terpengaruh dari budaya dan bahasa. Itulah sebabnya perbendaharaan kata Baso Pelembang Alus banyak persamaannya dengan perbendaharaan kata dalam bahasa Jawa.
Sementara itu, bahasa sehari-hari dipergunakan oleh orang Melayu Palembang dan merupakan salah satu dialek bahasa Melayu. Dalam praktiknya sehari-hari, orang Melayu Palembang biasanya mencampurkan bahasa ini dan bahasa Indonesia (pemilihan kata berdasarkan kondisi dan koherensi) sehingga penggunaan bahasa Palembang menjadi suatu seni tersendiri.
Bahasa Melayu Palembang memiliki kemiripan dengan bahasa Melayu di daerah provinsi sekitarnya, seperti Jambi, Bengkulu bahkan provinsi di Jawa (dengan intonasi berbeda). Di Jambi dan Bengkulu, akhiran 'a' pada kosakata bahasa Indonesia biasanya diubah menjadi 'o'.
Kosakata
Bahasa Melayu Palembang memiliki kemiripan dengan bahasa daerah provinsi di sekitarnya, seperti Jambi dan Bengkulu. Di kedua daerah tersebut, akhiran 'a' pada kosakata bahasa Indonesia yang diubah menjadi 'o' banyak ditemukan. Akan tetapi, banyak juga bahasa Palembang asli yang tidak digunakan di Provinsi Jambi maupun Bengkulu. Logat yang dimiliki mereka pun berbeda. Kemiripan dengan bahasa Jawa ada kosakata seperti: iyo, biso, wong, ulo, rai, prei, sepur, melok, ladeng, iwak, gedek, dulur, dewe'an, bae, balek, banyu, awan, awak, iwak, balen, kelaso, kacek, dan jabo. Kemiripan dengan bahasa Banjar ada seperti banyu, awak, iwak, ladeng, dulur, umep (humap= gerah), enjuk (unjuk), jingok (jinguk), dan gancang.
Menurut penelitian leksikostatistik yang dilakukan oleh Uri Tadmor (2001), dari 200 kosakata dasar bahasa Melayu Palembang, 102 (51%) di antaranya bersesuaian dengan bahasa Melayu, 49 (24.5%) dengan bahasa Jawa, 32 (16%) dengan keduanya, dan 17 (8.5%) dengan lainnya. Penelitian ini menggunakan daftar 200 kosakata dasar Blust, yang sering digunakan dalam linguistik perbandingan bahasa-bahasa Austronesia, alih-alih daftar kosakata Swadesh yang ditolak keabsahannya oleh Tadmor. Dalam penelitian yang sama juga ditemukan kecenderungan de-Javanisasi bahasa Palembang bagi penutur muda.[11]
Referensi
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamae18
- ^ Adelaar, K.A., "Where does Malay come from? Twenty years of discussions about homeland, migrations and classifications". Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, 160 (2004), No. 1, hlmn. 1-30
- ^ Adelaar 1992, hlm. 5-6.
- ^ Hanifah 1999, hlm. 1-38.
- ^ Marsden 1811, hlm. 562.
- ^ McDonnell 2016, hlm. 35.
- ^ Anderbeck & McDowell 2020, hlm. 12.
- ^ Dunggio 1983, hlm. 7-10.
- ^ Aliana 1987, hlm. 14.
- ^ Aliana 1987, hlm. 11-12.
- ^ Tadmor, Uri. "Language Contact and Historical Reconstruction: The Case of Palembang Malay." Handout. 5th International Symposium on Malay/Indonesian Linguistics. Leipzig, 16-17 June 2001.
Daftar pustaka
- Adelaar, K. Alexander (1992). Proto-Malayic: The reconstruction of its phonology and parts of its lexicon and morphology. Dept. of Linguistics, Research School of Pacific Studies, the Australian National University. ISBN 9780858834088.
- Anderbeck, Karl; McDowell, Jonathan (2020). The Malay Lects of Southern Sumatra. JSEALS Special Publication. 7. University of Hawai'i Press. hdl:10524/52466.
- Hanifah, Abu (1999). Undang-Undang Simbur Cahaya. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ISBN 9794593869.
- Marsden, William (1811). History of Sumatra, Containing an Account of the Government (etc.). London: Longman.
- Dunggio, P.D. (1983). Struktur bahasa Melayu Palembang. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
- Aliana, Zainul Arifin (1987). Morfologi dan sintaksis bahasa Melayu Palembang. Jakarta: Pursat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
- McDonnell, Bradley James (2016). Symmetrical Voice Constructions in Besemah: A Usage-based Approach. Santa Barbara: University of California Santa Barbara.