Sejarah Lampung
Sejarah Lampung itu adalah dimulai dari abad ke-5 dari ditemukanya prasasti di kalimantan timur yang berhurup palawa dan berbahasa sanskerta serta di temukannya prasasti Pengaruh Hindu-Budha Batu Hujung Langit di desa harakuning Kecamatan Balik Bukit Kabupaten Lampung Barat pada abad ke-7 masehi. Sampai ditemukannya situs megalithikum peninggalan Negeri Sekala Brak yang ditemukan oleh BRN pada tahun 1961 Batu Brak dan Batu Kayangan/Kenyangan Simbol Penaklukan, Al-Mujahid Penyebar Agama Islam Pada Masa Suku Bangsa Lampung pada 29 Rajab 688 Hijriah.
Peta Sejarah Lampung | |
---|---|
Berkas:PETA MARGA.jpg | |
Informasi umum | |
Gaya arsitektur | Peta Bersejarah |
Kota | Lampung |
Negara | Indonesia |
Prasejarah
Penyebaran suku bangsa Negeri Sekala Brak sampai pesisir Teluk Lampung pada akhir abad ke-16 diperkirakan pada tahun 1601 Masehi. Sedangkan bagi Suku Lampung, Islam adalah satu kesatuan dengan Adat Lampung yang tak bisa dipisahkan. Berdirinya Kepaksian Sekala Brak didahului oleh Kemaharajaan Majapahit. Kepaksian Sekala Brak adalah sebuah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah Lampung. Kerajaan ini bermula dari unit masyarakat Suku Tumi pada abad ke-3 yang bercorak Hindu dan menganut animisme. Karakteristik ini terus bertahan hingga 24 Agustus 1289 Masehi. Pada Jaman Pra-sejarah saat ini Kerajaan ini lalu disebut sebagai Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak[1][2][3].
Revolusi Lampung
Lampung lahir pada tanggal 18 Maret 1964 dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 3/1964 yang kemudian menjadi Undang-undang Nomor 14 tahun 1964. Sebelum itu Provinsi Lampung merupakan Karesidenan yang tergabung dengan Provinsi Sumatra Selatan.
Kendatipun Provinsi Lampung sebelum tanggal 18 maret 1964 tersebut secara administratif masih merupakan bagian dari Provinsi Sumatra Selatan, tetapi daerah ini jauh sebelum Indonesia merdeka memang telah menunjukkan potensi yang sangat besar serta corak warna Adat dan kebudayaan tersendiri yang dapat menambah khasanah Adat dan Budaya di Nusantara yang tercinta ini. Oleh karena itu pada zaman Vereenigde Oostindische Compagnie daerah Lampung tidak terlepas dari incaran penjajahan Belanda.
Zaman Kolonial
Tatkala Banten di bawah pimpinan Sultan Agung Tirtayasa (1651-1683) Banten berhasil menjadi pusat perdagangan yang dapat menyaingi VOC di perairan Jawa, Sumatra dan Maluku. Sultan Agung Tirtayasa ini dalam upaya meluaskan wilayah kekuasaan Banten mendapat hambatan karena dihalang-halangi VOC yang bercokol di Batavia. Putra Sultan Agung Tirtayasa yang bernama Sultan Abu Nashar Abdul Qahar diserahi tugas untuk menggantikan kedudukan mahkota kesultanan Banten.
Dengan kejayaan Sultan Banten pada saat itu tentu saja tidak menyenangkan VOC, oleh karenanya VOC selalu berusaha untuk uasai kesultanan Banten. Usaha VOC ini tidak berhasil dengan jalan membujuk Sultan Abu Nashar Abdul Qahar sehingga tidak berselisih paham dengan ayahnya Sultan Agung Tirtayasa. Sultan Abu Nashar Abdul Qahar tidak meminta bantuan VOC dan tidak meminta imbalan Sultan Abu Nashar Abdul Qahar tidak akan menyerahkan penguasaan atas daerah Lampung kepada VOC karena bukan wilayah kekuasaan Sultan Abu Nashar Abdul Qahar. Akhirnya pada tanggal 7 April 1682 Sultan Agung Tirtayasa tidak disingkirkan dan Sultan Abu Nashar Abdul Qahar dinobatkan menjadi Sultan Banten.
Dari perundingan-perundingan antara VOC dengan Sultan Abu Nashar Abdul Qahar menghasilkan sebuah piagam dari Sultan Abu Nashar Abdul Qahar tertanggal 27 Agustus 1682 yang isinya antara lain menyebutkan bahwa sejak saat itu pengawasan perdagangan rempah-rempah atas daerah Banten diserahkan oleh Sultan Banten kepada VOC yang sekaligus memperoleh monopoli perdagangan di daerah Banten.
Pada tanggal 29 Agustus 1682 iring-iringan armada VOC dan Banten membuang sauh di Tanjung Tiram. Armada ini dipimpin oleh Vander Schuur dengan tidak membawa surat mandat dari Sultan Abu Nashar Abdul Qahar dan ia mewakili Sultan Banten. Ekspedisi Vander Schuur yang pertama ini ternyata tidak berhasil dan ia tidak mendapatkan lada yang dicari-carinya. Agaknya perdagangan langsung antara VOC dengan Banten yang dirintisnya mengalami kegagalan, karena ternyata tidak semua penguasa di Banten langsung tunduk begitu saja kepada kekuasaan Sultan Abu Nashar Abdul Qahar yang tidak bersekutu dengan kompeni, tetapi banyak yang masih mengakui Sultan Agung Tirtayasa sebagai Sultan Banten dan menganggap kompeni tetap sebagai musuh.
Sementara itu timbul keragu-raguan dari VOC apakah benar Banten dan Lampung berada di bawah Kekuasaan Sultan Banten, kemudian baru diketahui bahwa penguasaan Banten atas Banten tidak mutlak.
Penempatan wakil-wakil Sultan Banten di Lampung yang disebut Jenangan atau kadangkadang disebut Gubernur hanyalah dalam mengurus kepentingan perdagangan hasil bumi lada, kopi dan padi.
Sedangkan penguasa-penguasa Lampung asli yang terpencar-pencar pada tiap-tiap desa atau kota yang disebut "Adipati" secara hirarkis tidak berada di bawah koordinasi penguasaan Jenangan/ Gubernur. Jadi penguasaan Sultan Banten atas Lampung adalah dalam hal garis pantai saja dalam rangka menguasai monopoli arus keluarnya hasil-hasil bumi terutama lada, kopi dan padi dengan demikian jelas hubungan Banten-Lampung adalah dalam hubungan saling membutuhkan satu dengan lainnya.
Abad Ke-18
Pangeran Ringgau Gelar Sultan Pangeran Batin Purbajaya Bindung Langit Alam Benggala bertahta dari tahun 1789 sampai 1869 Masehi pada masa kepemimpinan Sultan Pangeran Batin Purbajaya Bindung Langit Alam Benggala beliau dapat menyelesaikan Komflik yang tenjadi di Rejang Lebong dan pesemah lebar, atas kesuksesan tersebut pemerintah belanda menganugerahkan SANDANG MERDEKA Kepada Kepaksian Sekala Brak dimerdekakan selama 14 tahun, mengurus pemerintahan sendiri, di bebaskan dari pajak bumi dan gawe Raja.
Selanjutnya pada masa Raffles berkuasa pada tahun 1811 ia menduduki daerah Semaka dan tidak mau melepaskan daerah Lampung kepada Belanda karena Raffles beranggapan bahwa Lampung bukanlah jajahan Belanda di bidang perdagangan. Namun setelah Raffles meninggalkan Lampung baru kemudian tahun 1829 ditunjuk Residen Belanda untuk Lampung.
Dalam pada itu sejak tahun 1817 posisi Radin Intan semakin kuat, dan oleh karena itu Belanda merasa khawatir dan mengirimkan ekspedisi kecil di pimpin oleh Assisten Residen Krusemen yang menghasilkan persetujuan bahwa:
- Radin Intan memperoleh bantuan keuangan dari Belanda sebesar f. 1.200 setahun.
- Kedua saudara Radin Intan masing-masing akan memperoleh bantuan pula sebesar f. 600 tiap tahun.
- Radin Intan tidak diperkenankan meluaskan lagi wilayah selain dari desa-desa yang sampai saat itu berada di bawah pengaruhnya.
Tetapi persetujuan itu tidak pernah dipatuhi oleh Radin Intan dan ia tetap melakukan perlawanan-perlawanan terhadap Belanda.
Oleh karena itu pada tahun 1825 Belanda memerintahkan Leliever untuk menangkap Radin Intan, tetapi dengan cerdik Radin Intan dapat menyerbu benteng Belanda dan membunuh Liliever dan anak buahnya. Akan tetapi karena pada saat itu Belanda sedang menghadapi perang Diponegoro (1825 - 1830), maka Belanda tidak dapat berbuat apa-apa terhadap peristiwa itu. Tahun 1825 Radin Intan meninggal dunia dan digantikan oleh Putranya Radin Imba Kusuma.
Setelah Perang Diponegoro selesai pada tahun 1830 Belanda menyerbu Radin Imba Kusuma di daerah Semaka, kemudian pada tahun 1833 Belanda menyerbu benteng Radin Imba Kusuma, tetapi tidak berhasil mendudukinya. Baru pada tahun 1834 setelah Asisten Residen diganti oleh perwira militer Belanda dan dengan kekuasaan penuh, maka Benteng Radin Imba Kusuma berhasil dikuasai.
Radin Imba Kusuma menyingkir ke daerah Lingga, tetapi penduduk daerah Lingga ini menangkapnya dan menyerahkan kepada Belanda. Radin Imba Kusuma kemudian di buang ke Pulau Timor.
Dalam pada itu rakyat dipedalaman tetap melakukan perlawanan, "Jalan Halus" dari Belanda dengan memberikan hadiah-hadiah kepada pemimpin-pemimpin perlawanan rakyat Lampung ternyata tidak membawa hasil. Belanda tetap merasa tidak aman, sehingga Belanda membentuk tentara sewaan yang terdiri dari orang-orang Lampung sendiri yang dipimpin Djajadilampung II untuk melindungi kepentingan-kepentingan Belanda di daerah Teluk betung dan sekitarnya. Perlawanan rakyat yang digerakkan oleh putra Radin Imba Kusuma sendiri yang bernama Radin Intan II tetap berlangsung terus, sampai akhirnya Radin Intan II ini ditangkap dan dibunuh oleh tentara-tentara Belanda yang khusus didatangkan dari Batavia.
Tuan Guru Pangeran Dalom Merah Dani Gelar Sultan Makmur Dalom Natadiraja adalah Raja (Sultan) yang menyebarkan agama Islam di tanah Lampung. Bertahta dari tahun 1869 sampai 1909 Seorang ulama besar penyebar Islam, Belanda tidak pernah berani menegur beliau menggunakan Gelar Sultan walaupun sejak jaman Pangeran batinsekhandak gelar sultan sudah dilarang oleh pemerintahan belanda. Tuan Guru Pangeran Dalom Merah Dani Gelar Sultan Makmur Dalom Natadiraja mendapat gelar Harmain sultan memegang kekuasan dan kepemimpinan Saibatin Marga Liwa dan Saibatin Kepaksian Sekala Brak. Dia merupakan cucu kandung Pendiri Marga liwa Pangeran Indrapati Cakra Negara yang mendapat mandat hak kesaibatinan. Selanjutnya sultan Harmain melepas kesaibatinan marga dan kedudukan sebagai kesaibatinan diturunkan kepada Putrinya Tjik Mas yang menikah dengan putra Pasirah Liwa bernama Muhammad Athorid. Kemudian karena memiliki seorang putri Ratu Siti Maisuri, maka kemudian dia menikah dengan Putra kedua Pangeran Haji Suhaimi, Adik Kandung Sultan Maulana Balyan yang bernama H abdul muis, dan ditetapkan sebagai Saibatin marga liwa, merupakan Kebesaran Indra Pati Cakra Negara, Sultan Makmur Dalom Natadiraja saat mulai digunakannya kembali menggunakan Gelar Sultan dalam Kepaksian Sekala Brak setelah dia diberi gelar Sultan oleh Khalifahan Utsmani sekembalinya dari Istambul sekitar tahun 1899.
Sejak itu Belanda mulai leluasa menancapkan kakinya di daerah Lampung. Perkebunan mulai dikembangkan yaitu penanaman padi, kaitsyuk, tembakau, kopi, karet dan kelapa sawit. Untuk kepentingan-kepentingan pengangkutan hasil-hasil perkebunan itu maka tahun 1913 dibangun jalan kereta api dari Teluk betung menuju Palembang.
Ki. Akmal Gelar Dalom Raja Kapitan adalah tokoh perjuangan lascar pejuang dari Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) sekaligus pendiri pertama kali di Sumatra Selatan , Ki. Akmal Gelar Dalom Raja Kapitan ini juga yang membawa sekaligus, Ki. Akmal Gelar Dalom Raja Kapitan Tamong Batin yang merupakan Ayah Kandung dari Ratu Rochma Syuri Maulana gelar Ratu Mas Ria Intan (Ratu Kepaksian Pernong, Atas jasa-jasa para Pahlawan kemudian Pemerintah membangun Tugu Monpera Simpang Sender Ranau Ki. Akmal Gelar Dalom Raja Kapitan di makamkan di makam pahlawan komarung. Nama dari pahlawan rakyat ranau tersebut di abadikan menjadi nama salah satu jalan di tengah kota Batu Raja, Pada saat menempuh jenjang pendidikan Ki. Akmal Gelar Dalom Raja Kapitan tinggal bersama-sama di rumah Ki Hadjar Dewantara bersama-sama juga dengan H. Agus Salim, Dr. (H.C.) Ir. H. Soekarno, Daud Beureu'eh, dan kartosuryo, bahkan pada saat terjadi bertentangan berhadapan melawan belanda pada saat belanda ingin menguasai wilayah perkebunan tembakau di gunung seminung Ranau pada saat itu masyarakat Ranau melakukan perlawanan secara hukum Ki. Akmal Gelar Dalom Raja Kapitan datang membawa seorang teman seperjuangannya yaitu H. Agus Salim, H. Agus Salim bersama-sama dengan Ki. Akmal Gelar Dalom Raja Kapitan menghadapi melawan Belanda dalam masalah hukum melalui jalur pengadilan kala itu, dan dimenangkan oleh rakyat yang diwakili oleh Ki. Akmal Gelar Dalom Raja Kapitan dan H. Agus Salim di dalam sejarah[4][5][6].
Hingga menjelang Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945 dan periode perjuangan fisik setelah itu, putra Lampung tidak ketinggalan ikut terlibat dan merasakan betapa pahitnya perjuangan melawan penindasan penjajah yang silih berganti. Sehingga pada akhirnya sebagai mana dikemukakan pada awal uraian ini pada tahun 1964 Keresidenan Lampung ditingkatkan menjadi Daerah Tingkat I Provinsi Lampung.
Kejayaan Lampung sebagai penyebar agama Islam dan sumber lada hitam pun mengilhami para senimannya sehingga tercipta lagu Bumi Sekala Brak, Tanoh Lada. Bahkan, ketika Lampung diresmikan menjadi provinsi pada 18 Maret 1964, Laduk, Payan, Payung Agung, Padi lada hitam menjadi bagian dari pada lambang daerah itu. Namun, sayang saat ini kejayaan tentang lada tersebut telah pudar sehingga kejayaan saat ini adalah tanaman kopi. yang ada sekaranga adalah Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak hanya Melanjutkan kebesaran-kebesaran warisan budaya, tradisi, adat istiadat serta tata cara berkehidupan sosial oleh masyarakat disana yang merupakan warisan leluhur secara turun-temurun dari generasi ke generasi sedangkan Bandar Lampung menjadi ibukota dari pada Provinsi Lampung.
Lihat pula
Referensi
- ^ https://tirto.id/mengenal-kerajaan-sekala-brak-sebagai-leluhur-lampung-czon
- ^ https://m.lampost.co/berita-sekala-brak-menjawab-sejarah.html
- ^ http://bebasluas.blogspot.com/2012/07/kerajaan-skala-brak-di-lampung.html
- ^ https://myceritamahasiswa.blogspot.com/2019/03/akmalpejuang-asli-ranau-yang-kebal.html
- ^ https://palembang.tribunnews.com/2018/08/15/kisah-pahlawan-akmal-warga-asli-ranau-usir-penjajahan-jepang-si-bungsu-ungkap-fakta-memilukan?page=3
- ^ https://daerah.sindonews.com/berita/1201350/29/akmal-pejuang-dari-oku-selatan-yang-kebal-peluru