Kabinet Djumhana II

Kabinet Negara Pasundan 1949
Revisi sejak 5 Agustus 2021 14.34 oleh Tasqiya Ratna (bicara | kontrib) (menambahkan satu kalimat)

Kabinet Djumhana II adalah kabinet ke-3 yang dibentuk oleh Negara Pasundan pada saat NKRI dalam bentuk negara Republik Indonesia Serikat (1949-1950)[1]. Kabinet Djumhana II adalah terusan dari kabinet Djumhana I, yang telah usai masa jabatannya pada tanggal 31 Januari 1949. Kabinet Jilid II masih sama dengan Kabinet Djumhana II, di mana Djumhana Wiriaatmadja yang menjabat sebagai Perdana Menteri.

Sejarah Kabinet Djumhana II

Republik Indonesia Serikat (RIS) berlangsung pada tahun 1949-1950, sedangkan Negara Pasundan sendiri yang merupakan negara bagian dari RIS dideklarasikan pada 4 Mei 1947 dan baru diresmikan pada tahun 1948 atau satu tahun setelah pembentukan RIS[2]. Beberapa kabinet dibentuk pada masa berlangsungnya Negara Pasundan. Sebelum Kabinet Djumhana II dibentuk oleh Djumhana Wiriaatmadja. Kabinet pertama yang dibentuk adalah Kabinet Adil, setelah Kabinet Adil bubar maka tanggal 28 Desember 1948, Djumhana Wiriaatmadja ditunjuk sebagai pembentuk kabinet yang baru[3].

Bermula dari Kabinet Djumhana I di mana saat itu, Djumhaana Wiriatmadja ditunjuk menggantikan posisi perdana Menteri sebelumnya yaitu Perdana Menteri Adil Puradireja yang telah mengundurkan diri. Penunjukkan Djumhaana ini dilakukan karena pihak Belanda tidak berhasil menekan DPRD Pasundan untuk memilih kembali Perdana Menteri Adil Puradireja. Sehingga, Wiranatakusumah yang saat itu menjabat sebagai Presiden Negara Pasundan mengangkat Djumhana menjadi bagian dari formatur kabinet. Program-program yang diajukan oleh Djumhana dipandang baik atau dapat dikatan pro-Indonesia. Program-program yang diajuan oleh Djumhana saat masa kabinet Djumhana I memihak pada bentuk negara Republik Indonesia, Djumhaana mengantongi banyak pendukuang dari parlemen mayoritas atas program-program yang telah diajukan.

Kemudian Djumhaana melakukan perjalanan ke Jakarata untuk menghadiri Konfrensi. Namun, setelah program kerja yang mendapatkan banyak suara dari perlemen mayoritas disampaikan dalam Konfrensi, ditolak oleh pihak Belanda. Pihak Belanda tetap bersikeras agar setiap program kerja yang diajukan tidak memihak pada bentuk negara Republik Indonesia. Djumhaana mendapatkan tekanan oleh pihak Belanda agar ia melakukan perubahan atas program-program yang telah direncanakan dan disampaikan sebelumnya, Djumhaana melakukan penolakan atas tekanan yang dilakukan oleh pihak Belanda. Namun ia tetap bersedia untuk menghadiri atau berpartisipasi dalam pembicaraan dengan Pemerintah Indonesia yang ditangkap, bersama dengan empat orang anggota negara federal lainnya, di Pulau Bangka.

Peristiwa itu merupakan latar belakang pembentukan kabinet Djumhana I, menyusul beberapa anggota pejabat Pasundan pada tanggal 14 Januari 1949. Penangkapan yang dilakukan sebagai akaibat dari ketidakinginan Perdana Menteri Djumhaana dan Presiden Wiratanakusumah untuk melakukan perubahan atas program Kabinet yang telah ditolak oleh pihak Belanda. Setelah dilakukan penangkapan tersebut, pihak DPRD Pasundan menarik dukungannya terhadap Kabinet Djumhana, dan dilanjutkan dengan pengunduran diri empat anggota kabinet. Beberapa upaya telah dilakukan oleh Djumhaana untuk tetap mempertahankan Kabinet yang telah ia bentuk sebelumnya. Namun usahanya gagal, kabinet yang ia bentuk resmi berakhir pada tangggal 28 Januari 1949.

Setelah usaha yang Belanda lakukan untuk memaksakan pengunduran diri Kabinet Djumhaana I pada tanggal 28 Januari 1949. Djumhaana hanya memiliki dua orang menteri saja. Salah satunya cara dan jalan keluar yang bisa ditempuh adalah dengan membuat kabinet baru dan juga membatalkan program-program yang sebelumnya telah ia sampaikan pada saat konfrensi dan mendapatkan penolakan dari pihak Belanda karena program tersebut dirasa memihak Indonesia atau pro-Indonesia. Program kabinet yang kedua (Kabinet Djumhaana II) yang dibentuk pada tanggal 31 Januari 1949 dan kemungkinan bisa dijalankan adalah membentuk Indonesia yang federal, yang berdaulat dan bebas dalam waktu yang dekat atau sesegera mungkin dan melakukan pembentukan pemerintah sementara. Dengan tujuan agar Republik Indonesia dapat/akan mengambil peran.

Namun, tepat pada tanggal 18 Juli 1949, Kabinet kedua yang dibentuk oleh Djumhaana terpaksa melakukan pengunduran diri. Pengunduran diri, dilakukan setelah koalisi di beberapa parlemen, dan Front Nasional menuntut seluruh kabinet untuk turun atau mengundurkan diri. Kemudian,memerintahkan perdana menteri untuk melakukan pembentukan Kabinet baru secara lebih luas pada tanggal 16 Juli 1949. Sehingga, pada tanggal 18 Juli 1949 Kabinet Djumhaana II resmi dibubarkan.

Referensi

  1. ^ Media, Kompas Cyber (2021-04-08). "Kabinet RIS: Penetapan, Susunan, Sistem Pemerintahan, dan Kebijakan Halaman all". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2021-08-03. 
  2. ^ Media, Kompas Cyber (2021-06-16). "Negara Pasundan (RIS) Halaman all". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2021-08-03. 
  3. ^ Negara Pasundan satu tahun, 24 April 1948-1949. 1949.